Flu Spanyol Bunuh 50 Juta Jiwa pada 1918, Jangan Terulang pada Covid-19

Sabtu, 18 April 2020 - 22:04 WIB
Para pasien flu Spanyol berada di barak rumah sakit Colorado Agricultural College, Colorado, AS, pada 1918. Foto/CNN
WASHINGTON - Wabah flu Spanyol pernah menewaskan lebih dari 50 juta orang di penjuru dunia. Di Amerika Serikat (AS) saja, wabah itu menewaskan 675.000 orang.

Kecepatan penyebaran wabah flu Spanyol hampir mirip dengan virus corona (Covid-19) sekarang. Berbagai negara pun berupaya agar kejadian kelam pandemi flu Spanyol tak terulang pada virus corona.

"Intensitas dan kecepatan flu spanyol hampir tak dapat dibayangkan. Menginfeksi sepertiga populasi di Bumi," papar pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).





Pandemi pada 1918 itu disebut flu Spanyol meski virus itu tak berasal dari Spanyol.

Beberapa pelajaran berharga diambil dari pandemi 1918 itu dan dapat diterapkan untuk membantu mencegah penyebaran virus corona.

Pelajaran terpenting adalah jangan mencabut kebijakan social distancing terlalu cepat. “Selama pandemi flu Spanyol, orang menghentikan social distancing terlalu dini, sehingga memicu gelombang kedua infeksi yang lebih mematikan dibandingkan yang pertama,” papar para pakar epidemiologis.

Faktanya, satu acara besar pada akhir gelombang pertama pandemi 1918 memicu munculnya gelombang kedua yang lebih mematikan.



Di San Francisco, saat jumlah kasus flu Spanyol turun hampir nol, para pemimpin kota itu menyatakan, “mari buka kota. Mari gelar parade besar di pusat kota. Kita akan melepas masker kita bersama,” ujar epidemiologis Dr Larry Brilliant.

“Dua bulan kemudian, karena acara itu, wabah influenza itu kembali muncul,” papar dia, dilansir CNN.

Di Philadelphia, kondisi serupa terjadi. Meski 600 pelaut dari Angkatan Laut terkena flu Spanyol pada September 1918, kota itu tidak membatalkan parade pada 28 September 1918.

Tiga hari kemudian, Philadelphia memiliki 635 kasus baru flu Spanyol. “Dengan cepat, Philadelphia menjadi kota dengan korban tewas tertinggi di AS,” ungkap laporan Pusat Arsip dan Catatan Universitas Pennsylvania.

“Bulan selanjutnya, lebih dari 10.000 orang di Philadelphia tewas akibat pandemi flu itu,” papar laporan Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit AS.



Pelajaran selanjutnya, orang dewasa dan muda yang sehat dapat menjadi korban. “Pandemi 1918 membunuh banyak pemuda yang sehat,” ungkap M Barry, professor di Universitas Tulane.

Sekitar dua per tiga kematian adalah pemuda berumur 18 hingga 50 tahun. “Korban meninggal terbanyak berusia 28 tahun,” kata Barry.

Pelajaran selanjutnya, jangan menggunakan obat yang belum terbukti khasiatnya untuk melawan virus itu. Saat pandemi flu Spanyol dan virus corona, ada dua tantangan utama yakni belum ada vaksin dan perawatan yang tepat secara ilmiah.

Pada 1918, sejumlah obat baru dikembangkan, hingga berbagai jenis minyak dan herbal. Pada 2020, ada spekulasi tentang khasiat hydroxychloroquine untuk merawat pasien virus corona.

Studi terbaru menemukan hydroxychloroquine tidak membantu pasien virus corona di rumah sakit, justru beberapa pasien mengalami detak jantung tidak normal.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More