Ancaman Rudal Muncul dari Barat, Rusia Siap Beri Respons Militer
Selasa, 06 April 2021 - 18:13 WIB
MOSKOW - Rencana Inggris dan Amerika Serikat (AS) untuk mengerahkan rudal jarak pendek dan menengah berbasis darat membuat pencegahan kemungkinan eskalasi serius jauh lebih sulit. Hal itu diungkapkan juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova.
Kementerian Luar Negeri Rusia juga tidak mengesampingkan penggunaan tindakan militer sebagai tanggapan atas ancaman rudal yang muncul dari Barat.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Rusia, Zakharova mengatakan, dalam beberapa minggu terakhir, Pentagon telah membuat beberapa pernyataan tentang langkah-langkah praktis menuju penyebaran rudal yang sebelumnya dilarang oleh perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) yang sekarang sudah tidak berlaku, dan militer Inggris bergabung dengan pernyataan dan tindakan yang terang-terangan bermusuhan dan tidak stabil.
Menurut Zakharova, pelaksanaan program militer semacam itu mendapatkan momentum, yang jelas mengarah pada penyempitan ruang untuk solusi politik dan diplomatik untuk masalah pasca-INF dan untuk mencegah eskalasi serius di bidang roket.
Perkembangan ini berlangsung di tengah tidak adanya tanda-tanda yang jelas dari pemerintahan baru AS dan dari mayoritas sekutu Washington di NATO.
"Kami tentu tidak menutup pintu untuk dialog, tetapi dengan mempertimbangkan situasi yang sedang berlangsung, kami tidak mengesampingkan bahwa Rusia akan dipaksa untuk semakin mengalihkan fokusnya ke respons militer dan teknis terhadap ancaman rudal yang muncul," Zakharova memperingatkan seperti dikutip dari Sputnik, Selasa (6/4/2021).
Pada 2019, Amerika Serikat menarik diri dari perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) dengan Rusia dan melanjutkan untuk menguji generasi baru rudal balistik dan jelajah jarak menengah berbasis darat. Beberapa outlet media telah melaporkan bahwa Departemen Pertahanan AS ingin memperkuat kehadirannya di Indo-Pasifik dengan jaringan rudal berbasis darat di fasilitas militer di wilayah tersebut.
Baca Juga: Cabut dari Perjanjian INF, AS Ingin Kembangkan Rudal Hipersonik
Bulan lalu, London mengumumkan rencana untuk meningkatkan ukuran persenjataan nuklirnya dari 180 hulu ledak yang dikerahkan menjadi 260 hulu ledak yang dikerahkan pada tahun 2030, dengan mengatakan bahwa penyebaran yang lebih kecil tidak mungkin lagi karena berbagai ancaman teknologi dan doktrinal yang berkembang.
Perjanjian INF ditandatangani pada tahun 1987 oleh pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev dan Presiden AS Ronald Reagan. Perjanjian tersebut melarang pengembangan, konstruksi, atau penyebaran rudal berbasis darat dalam jarak 500 km hingga 5.500 km. Pada 2019, Donald Trump menghentikannya, hanya menyisakan Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (New START) antara kedua negara. Washington setuju untuk memperpanjang New Start hingga Februari 2026 setelah berbulan-bulan mendapat tekanan dari pihak Rusia untuk melakukannya.
Kementerian Luar Negeri Rusia juga tidak mengesampingkan penggunaan tindakan militer sebagai tanggapan atas ancaman rudal yang muncul dari Barat.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Rusia, Zakharova mengatakan, dalam beberapa minggu terakhir, Pentagon telah membuat beberapa pernyataan tentang langkah-langkah praktis menuju penyebaran rudal yang sebelumnya dilarang oleh perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) yang sekarang sudah tidak berlaku, dan militer Inggris bergabung dengan pernyataan dan tindakan yang terang-terangan bermusuhan dan tidak stabil.
Menurut Zakharova, pelaksanaan program militer semacam itu mendapatkan momentum, yang jelas mengarah pada penyempitan ruang untuk solusi politik dan diplomatik untuk masalah pasca-INF dan untuk mencegah eskalasi serius di bidang roket.
Perkembangan ini berlangsung di tengah tidak adanya tanda-tanda yang jelas dari pemerintahan baru AS dan dari mayoritas sekutu Washington di NATO.
"Kami tentu tidak menutup pintu untuk dialog, tetapi dengan mempertimbangkan situasi yang sedang berlangsung, kami tidak mengesampingkan bahwa Rusia akan dipaksa untuk semakin mengalihkan fokusnya ke respons militer dan teknis terhadap ancaman rudal yang muncul," Zakharova memperingatkan seperti dikutip dari Sputnik, Selasa (6/4/2021).
Pada 2019, Amerika Serikat menarik diri dari perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) dengan Rusia dan melanjutkan untuk menguji generasi baru rudal balistik dan jelajah jarak menengah berbasis darat. Beberapa outlet media telah melaporkan bahwa Departemen Pertahanan AS ingin memperkuat kehadirannya di Indo-Pasifik dengan jaringan rudal berbasis darat di fasilitas militer di wilayah tersebut.
Baca Juga: Cabut dari Perjanjian INF, AS Ingin Kembangkan Rudal Hipersonik
Bulan lalu, London mengumumkan rencana untuk meningkatkan ukuran persenjataan nuklirnya dari 180 hulu ledak yang dikerahkan menjadi 260 hulu ledak yang dikerahkan pada tahun 2030, dengan mengatakan bahwa penyebaran yang lebih kecil tidak mungkin lagi karena berbagai ancaman teknologi dan doktrinal yang berkembang.
Perjanjian INF ditandatangani pada tahun 1987 oleh pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev dan Presiden AS Ronald Reagan. Perjanjian tersebut melarang pengembangan, konstruksi, atau penyebaran rudal berbasis darat dalam jarak 500 km hingga 5.500 km. Pada 2019, Donald Trump menghentikannya, hanya menyisakan Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (New START) antara kedua negara. Washington setuju untuk memperpanjang New Start hingga Februari 2026 setelah berbulan-bulan mendapat tekanan dari pihak Rusia untuk melakukannya.
(ian)
tulis komentar anda