Lebih Maut dari Sianida, Ratusan Ikan Evil-Eye Muncul di Pantai Afsel
Senin, 29 Maret 2021 - 13:55 WIB
CAPE TOWN - Seorang ekspatriat Inggris menemukan ratusan ikan buntal "evil-eye (bermata jahat)" terdampar di sebuah pantai di Afrika Selatan (Afsel). Masing-masing ikan itu membawa racun yang lebih mematikan daripada sianida.
Tess Gridley, asal Sheffield, menemukan ratusan ikan berbahaya itu terdampar di Pantai Muizenberg di Cape Town, Afrika Selatan, saat berjalan bersama keluarganya.
Sekarang pemerintah Afrika Selatan telah mengidentifikasi makhluk itu sebagai ikan buntal "evil-eye" yang mematikan dan memperingatkan penduduk setempat untuk menjauh.
Gridley adalah seorang ilmuwan yang pindah ke Afrika pada tahun 2009.
“Pantai ini berjarak 200 meter dari rumah kami dan kami sedang berjalan-jalan bersama keluarga,” katanya.
“Saya tidak bisa mengatakan berapa banyak yang ada di sana karena saya hanya melihat di area kecil—saya bersama anak-anak dan anjing saya, dan bersiap untuk kerja lapangan jadi itu adalah kunjungan singkat," ujarnya.
“Tetapi jika Anda menghitungnya, itu akan melebihi ratusan," paparnya, seperti dikutip The Mirror, Minggu (28/3/2021).
Dalam sebuah pernyataan, Departemen Lingkungan, Kehutanan, dan Perikanan Afrika Selatan mengatakan spesies itu membawa racun saraf pembunuh yang disebut tetrodotoxin.
Ini adalah racun yang lebih mematikan daripada sianida dan menyebabkan kematian akibat gagal napas setelah melumpuhkan diafragma.
"Ikan yang mati di False Bay secara eksklusif adalah ikan buntal 'evil-eye' dengan jumlah 300 hingga 400 ikan mati per km pantai," kata departemen itu dalam sebuah pernyataan.
“Ikan mati ini semuanya membawa neurotoxin tetrodotoxin yang mematikan dan tidak boleh dimakan; kematian biasanya terjadi karena serangan jantung."
“Penjelajah pantai sangat disarankan untuk menjauhkan hewan peliharaan mereka dari mereka (ikan beracun). Jika seekor anjing memakan seluruh atau sebagian dari ikan buntal, segera dimuntahkan dan bawa hewan peliharaan Anda ke dokter hewan," lanjut departemen itu.
AfriOceans Conservation Alliance, sebuah LSM lokal, mengatakan seekor anjing telah terbunuh akibat ikan-ikan tersebut terdampar secara massal.
Sementara itu, penyebab kejadian tersebut masih menjadi misteri.
Ratusan ikan beracun terdampar massal sebelumnya disebabkan oleh gelombang merah—mekarnya ganggang yang mengubah warna air, dan menghasilkan racun alami.
Namun, pernyataan departemen terkait mencatat bahwa tidak ada laporan kondisi air yang merugikan atau racun gelombang merah yang mungkin menyebabkan hal ini.
Kemungkinan lain adalah ikan-ikan tersebut terlempar ke pantai setelah membusungkan diri atau sebagai respons terhadap gelombang besar.
Bagaimanapun, Dr Gridley—yang mempelajari kehidupan laut sebagai bagian dari organisasi Sea Search—percaya bahwa masyarakat memiliki peran untuk dimainkan untuk kejadian serupa di masa depan.
"Awasi dan laporkan apa yang Anda lihat," katanya. "Jangan khawatir, peristiwa ini terjadi dari waktu ke waktu dalam sistem alam."
“Sekarang ada peran penting bagi para warga dalam melaporkan peristiwa tersebut melalui media sosial. Kami belajar lebih banyak tentang lingkungan laut akhir-akhir ini dari laporan semacam itu," ujarnya.
“Jika memungkinkan, kumpulkan foto dan video yang kemudian dapat membantu mengidentifikasi spesies, dan menawarkan wawasan menarik tentang apa yang hidup di lautan kita.”
Tess Gridley, asal Sheffield, menemukan ratusan ikan berbahaya itu terdampar di Pantai Muizenberg di Cape Town, Afrika Selatan, saat berjalan bersama keluarganya.
Sekarang pemerintah Afrika Selatan telah mengidentifikasi makhluk itu sebagai ikan buntal "evil-eye" yang mematikan dan memperingatkan penduduk setempat untuk menjauh.
Gridley adalah seorang ilmuwan yang pindah ke Afrika pada tahun 2009.
“Pantai ini berjarak 200 meter dari rumah kami dan kami sedang berjalan-jalan bersama keluarga,” katanya.
“Saya tidak bisa mengatakan berapa banyak yang ada di sana karena saya hanya melihat di area kecil—saya bersama anak-anak dan anjing saya, dan bersiap untuk kerja lapangan jadi itu adalah kunjungan singkat," ujarnya.
“Tetapi jika Anda menghitungnya, itu akan melebihi ratusan," paparnya, seperti dikutip The Mirror, Minggu (28/3/2021).
Dalam sebuah pernyataan, Departemen Lingkungan, Kehutanan, dan Perikanan Afrika Selatan mengatakan spesies itu membawa racun saraf pembunuh yang disebut tetrodotoxin.
Ini adalah racun yang lebih mematikan daripada sianida dan menyebabkan kematian akibat gagal napas setelah melumpuhkan diafragma.
"Ikan yang mati di False Bay secara eksklusif adalah ikan buntal 'evil-eye' dengan jumlah 300 hingga 400 ikan mati per km pantai," kata departemen itu dalam sebuah pernyataan.
“Ikan mati ini semuanya membawa neurotoxin tetrodotoxin yang mematikan dan tidak boleh dimakan; kematian biasanya terjadi karena serangan jantung."
“Penjelajah pantai sangat disarankan untuk menjauhkan hewan peliharaan mereka dari mereka (ikan beracun). Jika seekor anjing memakan seluruh atau sebagian dari ikan buntal, segera dimuntahkan dan bawa hewan peliharaan Anda ke dokter hewan," lanjut departemen itu.
AfriOceans Conservation Alliance, sebuah LSM lokal, mengatakan seekor anjing telah terbunuh akibat ikan-ikan tersebut terdampar secara massal.
Sementara itu, penyebab kejadian tersebut masih menjadi misteri.
Ratusan ikan beracun terdampar massal sebelumnya disebabkan oleh gelombang merah—mekarnya ganggang yang mengubah warna air, dan menghasilkan racun alami.
Namun, pernyataan departemen terkait mencatat bahwa tidak ada laporan kondisi air yang merugikan atau racun gelombang merah yang mungkin menyebabkan hal ini.
Kemungkinan lain adalah ikan-ikan tersebut terlempar ke pantai setelah membusungkan diri atau sebagai respons terhadap gelombang besar.
Bagaimanapun, Dr Gridley—yang mempelajari kehidupan laut sebagai bagian dari organisasi Sea Search—percaya bahwa masyarakat memiliki peran untuk dimainkan untuk kejadian serupa di masa depan.
"Awasi dan laporkan apa yang Anda lihat," katanya. "Jangan khawatir, peristiwa ini terjadi dari waktu ke waktu dalam sistem alam."
“Sekarang ada peran penting bagi para warga dalam melaporkan peristiwa tersebut melalui media sosial. Kami belajar lebih banyak tentang lingkungan laut akhir-akhir ini dari laporan semacam itu," ujarnya.
“Jika memungkinkan, kumpulkan foto dan video yang kemudian dapat membantu mengidentifikasi spesies, dan menawarkan wawasan menarik tentang apa yang hidup di lautan kita.”
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda