Junta Militer Kerahkan AI, Demonstran Takut akan 'Kediktatoran Digital'

Senin, 29 Maret 2021 - 05:00 WIB
Ilustrasi. FOTO/Reuters
YANGON - Para pengunjuk rasa di Myanmar khawatir mereka dilacak dengan teknologi pengenalan wajah buatan China . Karena kekerasan yang meluas dan pengawasan jalanan memicu ketakutan "kediktatoran digital" untuk menggantikan pemimpin yang digulingkan Aung San Suu Kyi .

Kelompok HAM mengatakan, penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk memeriksa pergerakan warga negara menimbulkan "ancaman serius" bagi kebebasan warga Myanmar.



Human Rights Watch telah menyatakan "keprihatinan yang meningkat" atas kamera yang dipersenjatai dengan teknologi AI yang dapat memindai wajah dan pelat nomor kendaraan di tempat umum dan memperingatkan pihak berwenang tentang mereka yang ada dalam daftar orang yang dicari.

Pasukan keamanan telah fokus untuk membasmi perbedaan pendapat di kota-kota, termasuk Naypyidaw, Yangon, dan Mandalay, di mana ratusan kamera CCTV dipasang sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan pemerintahan dan mengekang kejahatan.



"Bahkan sebelum protes, CCTV menjadi perhatian kami. Jadi, kami akan mencoba dan menghindarinya - dengan mengambil rute berbeda untuk pulang, misalnya," kata Win Pe Myaing, seorang pengunjuk rasa di Yangon.



"Kami yakin polisi dan militer menggunakan sistem untuk melacak demonstrasi dan protes. Ini seperti kediktatoran digital - rezim menggunakan teknologi untuk melacak dan menangkap warga dan itu berbahaya," sambungnya, seperti dilansir Channel News Asia.

Myanmar Now melaporkan, sebagian besar peralatan yang digunakan di Safe City, sebuah proyek untuk mengekang kejahatan di kota-kota besar, berasal dari perusahaan teknologi China, Huawei.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More