Raih Kursi Parlemen, Partai Islam Kejutkan Pemilu Israel

Jum'at, 26 Maret 2021 - 12:04 WIB
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Foto/REUTERS
TEL AVIV - Pemilu Israel membawa kejutan ketika sebuah partai Islam konservatif berhasil meraih kursi parlemen. Pemimpin partai itu kini muncul sebagai kingmakers bagi politik negara Yahudi tersebut.

Mansour Abbas dan partainya; Raam—tidak seperti kelompok politik Arab lainnya sebelumnya—tidak menutup kemungkinan bergabung dengan pemerintah Israel.



"Kami siap untuk terlibat dengan kubu Perdana Menteri Benjamin Netanyahu atau para pesaingnya," kata Abbas kepada stasiun radio Israel yang dilansir AFP, Jumat (26/3/2021)."Saya tidak berada di saku siapa pun."



Pada hari Rabu, partai itu berada di jalur untuk memenangkan lima kursi di Knesset atau Parlemen Israel yang beranggotakan 120 orang, dengan sekitar 90 persen suara telah dihitung.

Pemilu Israel terbaru yang tidak meyakinkan tidak meninggalkan jalan yang jelas bagi Netanyahu atau saingannya untuk membentuk pemerintahan. Kondisi itu menyiapkan panggung untuk pembicaraan koalisi yang berlarut-larut.

Ketika rakyat Israel terakhir kali memberikan suara setahun lalu, partai Raam telah menjadi bagian dari aliansi "Daftar Gabungan" yang sebagian besar orang Arab. Namun aliansi itu retak awal tahun ini di tengah perpecahan ideologis antara Abbas dan mantan mitranya.

Abbas yang konservatif lama berselisih dengan faksi-faksi Arab Israel lainnya, termasuk mereka yang memiliki akar komunis.

Beberapa minggu sebelum pemungutan suara hari Selasa, Abbas menunjukkan keterbukaan untuk berurusan dengan Netanyahu, meskipun perdana menteri Israel tersebut telah menjelekkan orang Arab-Israel di berbagai titik melalui karier politiknya.

Tetapi Abbas berpendapat bahwa para pemimpin Arab memiliki tanggung jawab untuk bermitra dengan siapa pun yang berkuasa untuk mengatasi epidemi kejahatan yang mengguncang komunitas Arab.

Analisis oleh media setempat; Kan, menunjukkan bahwa kekuatan gabungan dari partai-partai pro-Netanyahu yang dideklarasikan adalah 52 kursi sementara mereka yang berusaha untuk mengakhiri pemerintahan panjangnya memperoleh 56 kursi.

Bagi Netanyahu, itu berarti mengamankan mayoritas 61 kursi dapat membutuhkan aliansi dengan mantan anak didiknya yang terasing, tokoh nasionalis religius Naftali Bennett—yang diproyeksikan akan mengontrol tujuh kursi—, serta dengan Abbas.

Aliansi seperti itu, bagaimanapun, akan diganggu oleh perpecahan yang pahit.



Blok pro-Netanyahu setelah pemungutan suara hari Selasa juga mencakup blok Zionisme Agama ekstremis sayap kanan yang anggotanya telah melontarkan retorika anti-Arab yang menghasut.

Prospek Raam dan Zionisme Agama untuk duduk dalam koalisi yang stabil di bawah Netanyahu tampak suram.

Bagi kubu anti-Netanyahu yang terpecah secara ideologis, melibatkan Abbas juga bisa menjadi hal yang rumit.

Blok itu termasuk partai sentris sekuler Yesh Atid, yang dipimpin oleh Yair Lapid, kubu sayap kanan religius yang membelot dari Likud—partainya Netanyahu, serta saingan Abbas dalam aliansi Daftar Gabungan.

Amal Jamal, seorang analis di Universitas Tel Aviv, mengatakan Abbas "tidak memiliki garis merah" dan dapat menyelaraskan dengan kubu mana pun yang paling sesuai dengan kepentingannya.

"Dia akan menggoda semua pihak untuk mencoba dan mencapai apa yang dia inginkan," kata Jamal kepada AFP.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More