Penelitian Vaksin Virus Corona Makin Menjanjikan
Rabu, 20 Mei 2020 - 06:35 WIB
Pada Januari lalu, Direktur National Institute for Allergy and Infectious Diseases AS Anthony Fauci mengatakan dibutuhkan waktu 12-18 bulan untuk mendapatkan vaksin hingga sampai di masyarakat. Zaks dan Fauci mengaku sepakat perkiraan vaksin Moderna bisa disampaikan ke publik pada Januari hingga Juni tahun depan.
Pada uji klinis Moderna, tiga partisipan yang mendapatkan suntikan vaksin dengan dosis 250 mikrogram mampu sembuh dari gejala flu dan demam seperti orang terinfeksi Covid-19. Moderna juga menguji partisipan yang disuntik 25-100 mikrogram vaksin Covid-19 ternyata juga memiliki kemampuan melawan virus corona.
Namun, jelas apakah infeksi alamiah mampu melawan imunitas agar tubuh tidak lagi terinfeksi virus corona? Zaks belum mendapatkan jawaban mengenai hal tersebut. “Kita akan melaksanakan uji klinis sehingga kita bisa menjamin mereka tidak lagi sakit korona lagi,” katanya.
Pemerintah AS berkeinginan untuk memproduksi 300 juta dosis vaksin yang akan dibagikan kepada seluruh warga AS pada akhir tahun ini. Gedung Putih membentuk Operation Warp Speed yang beroperasi independen dari gugus tugas virus korona Gedung Putih. (Baca juga: Kasus Baru Covid-19 di New York Didominasi Orang yang Keluar Rumah)
Inisiatif tersebut didukung penuh penasihat Gedung Putih Jared Kushner dan melibatkan banyak pejabat dari Departemen Kesehatan dan Departemen Kesehatan. Tim percepatan pengadaan vaksin tersebut dipimpin oleh ilmuwan muslim keturunan Maroko, Moncef Mohamed Slaoui.
Pakar farmasi epidemiologi London School of Hygiene & Tropical Medicine Stephen Evans mengungkapkan sangat sulit untuk menentukan hasil dari laporan Moderna. Namun, dia mengungkapkan banyak sejumlah hal yang menunjukkan optimisme kalau vaksin bisa bekerja dengan baik.
“Yang harus dipahami fase pertama adalah vaksin bisa mampu merespons antibodi,” kata Evans. “Itu tidak akan sampai pada tahap ketiga selesai sehingga apakah diketahui vaksin memang bisa mencegah penyakit Covid-19,” imbuhnya.
Sementara itu, vaksin yang dikembangkan Universitas Oxford telah diuji klinis kepada manusia. Namun, belum ada hasil pasti uji klinis tersebut. Saat vaksin tersebut diuji kepada binatang yang mengalami gejala Covid-19 menunjukkan hal yang menakjubkan karena hewan tersebut bisa terlindung dari virus.
“Jika hasil sama pada uji klinis manusia, vaksin tersebut bisa melindungi tubuh dari penyakit Covid-19,” kata Eleanor Riley, pakar kesehatan Universitas Oxford. Namun, sangat mustahil bisa menerima vaksin tanpa mengetahui bagaimana vaksin tersebut efektif bagi manusia.
Vaksin yang dikembangkan Universitas Oxford merupakan pengembangan vaksin untuk Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). MERS dan SARS juga disebabkan virus korona. Karena itu, Oxford tidak menghabiskan banyak waktu untuk mengembangkan vaksin Covid-19. Mereka telah memasuki tahap pertama dengan uji klinis terhadap para sukarelawan berusia 18-55 tahun. Setelah itu selesai, fase kedua dan ketiga akan dilanjutkan dengan lebih banyak sukarelawan.
Pada uji klinis Moderna, tiga partisipan yang mendapatkan suntikan vaksin dengan dosis 250 mikrogram mampu sembuh dari gejala flu dan demam seperti orang terinfeksi Covid-19. Moderna juga menguji partisipan yang disuntik 25-100 mikrogram vaksin Covid-19 ternyata juga memiliki kemampuan melawan virus corona.
Namun, jelas apakah infeksi alamiah mampu melawan imunitas agar tubuh tidak lagi terinfeksi virus corona? Zaks belum mendapatkan jawaban mengenai hal tersebut. “Kita akan melaksanakan uji klinis sehingga kita bisa menjamin mereka tidak lagi sakit korona lagi,” katanya.
Pemerintah AS berkeinginan untuk memproduksi 300 juta dosis vaksin yang akan dibagikan kepada seluruh warga AS pada akhir tahun ini. Gedung Putih membentuk Operation Warp Speed yang beroperasi independen dari gugus tugas virus korona Gedung Putih. (Baca juga: Kasus Baru Covid-19 di New York Didominasi Orang yang Keluar Rumah)
Inisiatif tersebut didukung penuh penasihat Gedung Putih Jared Kushner dan melibatkan banyak pejabat dari Departemen Kesehatan dan Departemen Kesehatan. Tim percepatan pengadaan vaksin tersebut dipimpin oleh ilmuwan muslim keturunan Maroko, Moncef Mohamed Slaoui.
Pakar farmasi epidemiologi London School of Hygiene & Tropical Medicine Stephen Evans mengungkapkan sangat sulit untuk menentukan hasil dari laporan Moderna. Namun, dia mengungkapkan banyak sejumlah hal yang menunjukkan optimisme kalau vaksin bisa bekerja dengan baik.
“Yang harus dipahami fase pertama adalah vaksin bisa mampu merespons antibodi,” kata Evans. “Itu tidak akan sampai pada tahap ketiga selesai sehingga apakah diketahui vaksin memang bisa mencegah penyakit Covid-19,” imbuhnya.
Sementara itu, vaksin yang dikembangkan Universitas Oxford telah diuji klinis kepada manusia. Namun, belum ada hasil pasti uji klinis tersebut. Saat vaksin tersebut diuji kepada binatang yang mengalami gejala Covid-19 menunjukkan hal yang menakjubkan karena hewan tersebut bisa terlindung dari virus.
“Jika hasil sama pada uji klinis manusia, vaksin tersebut bisa melindungi tubuh dari penyakit Covid-19,” kata Eleanor Riley, pakar kesehatan Universitas Oxford. Namun, sangat mustahil bisa menerima vaksin tanpa mengetahui bagaimana vaksin tersebut efektif bagi manusia.
Vaksin yang dikembangkan Universitas Oxford merupakan pengembangan vaksin untuk Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). MERS dan SARS juga disebabkan virus korona. Karena itu, Oxford tidak menghabiskan banyak waktu untuk mengembangkan vaksin Covid-19. Mereka telah memasuki tahap pertama dengan uji klinis terhadap para sukarelawan berusia 18-55 tahun. Setelah itu selesai, fase kedua dan ketiga akan dilanjutkan dengan lebih banyak sukarelawan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda