Penelitian Vaksin Virus Corona Makin Menjanjikan
Rabu, 20 Mei 2020 - 06:35 WIB
WASHINGTON - Kompetisi perusahaan pembuat vaksin corona makin ketat. Setidaknya sudah ada dua lembaga yang mengklaim penelitiannya makin menjanjikan. Satu di antaranya vaksin virus corona (Covid-19) yang dikembangkan perusahaan farmasi Moderna menunjukkan hasil awal yang positif.
Perusahaan bioteknologi yang bekerja sama dengan Institute Nasional Kesehatan AS itu menyatakan para sukarelawan yang menjadi percobaan vaksin Moderna itu menunjukkan hasil yang menjanjikan. Kepala Medis Moderna Tal Zaks mengungkapkan penelitian mendatang bisa berjalan dengan baik. Vaksin bernama mRNA-1273 itu bisa tersedia untuk publik pada awal Januari mendatang. “Ini tentunya kabar baik dan kabar ini ditunggu oleh banyak orang untuk sementara waktu,” ucapnya kepada CNN.
Data awal dari fase pertama uji klinis, tahapan pengujian vaksin ke sejumlah orang, menunjukkan vaksin itu aman dan mampu meningkatkan imunitas untuk melawan virus corona. Namun, hasil penelitian itu tidak dikaji atau dipublikasikan di jurnal kesehatan.
Moderna, perusahaan berbasis di Cambridge, Massachusetts, merupakan satu dari delapan pengembangan vaksin di dunia yang melakukan uji klinis kepada manusia. Dua perusahaan lainnya yang berasal dari AS adalah Pfizer dan Inovio. Universitas Oxford juga mengembangkan vaksin korona. Empat vaksin lainnya dikembangkan di China. (Baca: Bantu Perangi Covid-19, Jepang Sumbang 12 Ribu Tablet Avigan ke Indonesia)
Moderna melakukan uji vaksin kepada puluhan partisipan dan mengukur tingkat antibodi kepada delapan di antara para partisipan. Delapan orang tersebut mengembangkan antibodi netral terhadap virus pada level yang sembuh dari Covid-19. Antibodi yang menetralisasi bisa mengikat virus dan melumpuhkannya sehingga tidak menyerang sel manusia.
“Kita menunjukkan bahwa antibodi mampu merespons imunitas dan bisa memblokade virus,” kata Zaks. “Saya pikir ini menjadi langkah pertama kita dalam perjalanan memiliki vaksin,” ucapnya.
Pakar vaksin yang tidak terlibat dalam penelitian bersama Moderna mengatakan hasil uji klinis itu sangat hebat. “Itu menunjukkan bukan hanya antibodi mampu mengikat virus, tetapi mencegah virus menginfeksi sel,” kata Paul Offit, anggota dewan panel dengan Institute Nasional Kesehatan AS, yang tidak mengikuti penelitian tersebut.
Sedangkan vaksin menjanjikan hasil menakjubkan di laboratorium, tetapi belum diketahui jika vaksin itu bisa melindungi orang di lapangan atau dunia nyata. Food and Drug Administration AS (FDA) memperbolehkan Moderna untuk menjalankan uji tahap kedua dengan melibatkan ratusan orang. Moderna juga berencana melaksanakan uji klinis berskala besar atau fase ketiga pada Juli mendatang yang melibatkan puluhan ribu orang.
Offit mengungkapkan, sebelum pandemi pengembang vaksin biasanya akan menguji produk mereka pada ribuan orang sebelum memasuki fase ketiga. Namun, Moderna sepertinya tidak akan melewati tahap kedua dan fokus pada tahap ketiga. Dia mengungkapkan, Moderna mulai masuk tahap ketiga karena Covid-19 telah menewaskan ribuan orang setiap hari. “Saat ini waktu yang berbeda,” kata Offit.
Pada Januari lalu, Direktur National Institute for Allergy and Infectious Diseases AS Anthony Fauci mengatakan dibutuhkan waktu 12-18 bulan untuk mendapatkan vaksin hingga sampai di masyarakat. Zaks dan Fauci mengaku sepakat perkiraan vaksin Moderna bisa disampaikan ke publik pada Januari hingga Juni tahun depan.
Pada uji klinis Moderna, tiga partisipan yang mendapatkan suntikan vaksin dengan dosis 250 mikrogram mampu sembuh dari gejala flu dan demam seperti orang terinfeksi Covid-19. Moderna juga menguji partisipan yang disuntik 25-100 mikrogram vaksin Covid-19 ternyata juga memiliki kemampuan melawan virus corona.
Namun, jelas apakah infeksi alamiah mampu melawan imunitas agar tubuh tidak lagi terinfeksi virus corona? Zaks belum mendapatkan jawaban mengenai hal tersebut. “Kita akan melaksanakan uji klinis sehingga kita bisa menjamin mereka tidak lagi sakit korona lagi,” katanya.
Pemerintah AS berkeinginan untuk memproduksi 300 juta dosis vaksin yang akan dibagikan kepada seluruh warga AS pada akhir tahun ini. Gedung Putih membentuk Operation Warp Speed yang beroperasi independen dari gugus tugas virus korona Gedung Putih. (Baca juga: Kasus Baru Covid-19 di New York Didominasi Orang yang Keluar Rumah)
Inisiatif tersebut didukung penuh penasihat Gedung Putih Jared Kushner dan melibatkan banyak pejabat dari Departemen Kesehatan dan Departemen Kesehatan. Tim percepatan pengadaan vaksin tersebut dipimpin oleh ilmuwan muslim keturunan Maroko, Moncef Mohamed Slaoui.
Pakar farmasi epidemiologi London School of Hygiene & Tropical Medicine Stephen Evans mengungkapkan sangat sulit untuk menentukan hasil dari laporan Moderna. Namun, dia mengungkapkan banyak sejumlah hal yang menunjukkan optimisme kalau vaksin bisa bekerja dengan baik.
“Yang harus dipahami fase pertama adalah vaksin bisa mampu merespons antibodi,” kata Evans. “Itu tidak akan sampai pada tahap ketiga selesai sehingga apakah diketahui vaksin memang bisa mencegah penyakit Covid-19,” imbuhnya.
Sementara itu, vaksin yang dikembangkan Universitas Oxford telah diuji klinis kepada manusia. Namun, belum ada hasil pasti uji klinis tersebut. Saat vaksin tersebut diuji kepada binatang yang mengalami gejala Covid-19 menunjukkan hal yang menakjubkan karena hewan tersebut bisa terlindung dari virus.
“Jika hasil sama pada uji klinis manusia, vaksin tersebut bisa melindungi tubuh dari penyakit Covid-19,” kata Eleanor Riley, pakar kesehatan Universitas Oxford. Namun, sangat mustahil bisa menerima vaksin tanpa mengetahui bagaimana vaksin tersebut efektif bagi manusia.
Vaksin yang dikembangkan Universitas Oxford merupakan pengembangan vaksin untuk Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). MERS dan SARS juga disebabkan virus korona. Karena itu, Oxford tidak menghabiskan banyak waktu untuk mengembangkan vaksin Covid-19. Mereka telah memasuki tahap pertama dengan uji klinis terhadap para sukarelawan berusia 18-55 tahun. Setelah itu selesai, fase kedua dan ketiga akan dilanjutkan dengan lebih banyak sukarelawan.
Vaksin yang dikembangkan Universitas Oxford akan diproduksi oleh perusahaan farmasi AstraZeneca. Bekerja sama dengan Pemerintah Inggris, AstraZeneca akan memproduksi 30 juta dosis vaksin Covid-19 bagi warga Inggris pada September mendatang. (Baca juga: Rusia Tunggu Bantuan AS Saat Kasus Virus Corona Menurun)
Sementara itu, Presiden China Xi Jinping kemarin menjamin vaksin Covid-19 akan digunakan di China dan menjadikan vaksin tersebut bisa dikirim ke luar negeri. “Saya menjamin vaksin tersebut bisa diakses dan terjangkau bagi negara berkembang,” kata Presiden China Xi Jinping dalam pembukaan World Health Assembly Ke-73 kemarin.
China juga membangun pabrik vaksin terbesar di dunia yang dapat memproduksi hingga 100 juta dosis vaksin virus corona Covid-19 dalam setahun. Fourth Construction Co Ltd of China Electronics System Engineering telah sukses membangun fasilitas itu dengan meraih sertifikat bio-safety level ketiga (BSL-3).
Pada April, Sinovac Biotech Ltd, yang juga berasal dari China, memulai pengujian klinis vaksin Covid-19. Mereka berencana membangun pabrik baru tahun ini setelah memperoleh dana pinjaman dan lahan. Seperti dilansir Reuters, Sinovac telah berharap dapat memproduksi ratusan juta vaksin per tahun. “Jika pengembangan vaksin itu tidak berhasil, bangunan ini dapat digunakan untuk memproduksi vaksin yang lain,” ungkap Sinovac. (Andika H Mustaqim)
Perusahaan bioteknologi yang bekerja sama dengan Institute Nasional Kesehatan AS itu menyatakan para sukarelawan yang menjadi percobaan vaksin Moderna itu menunjukkan hasil yang menjanjikan. Kepala Medis Moderna Tal Zaks mengungkapkan penelitian mendatang bisa berjalan dengan baik. Vaksin bernama mRNA-1273 itu bisa tersedia untuk publik pada awal Januari mendatang. “Ini tentunya kabar baik dan kabar ini ditunggu oleh banyak orang untuk sementara waktu,” ucapnya kepada CNN.
Data awal dari fase pertama uji klinis, tahapan pengujian vaksin ke sejumlah orang, menunjukkan vaksin itu aman dan mampu meningkatkan imunitas untuk melawan virus corona. Namun, hasil penelitian itu tidak dikaji atau dipublikasikan di jurnal kesehatan.
Moderna, perusahaan berbasis di Cambridge, Massachusetts, merupakan satu dari delapan pengembangan vaksin di dunia yang melakukan uji klinis kepada manusia. Dua perusahaan lainnya yang berasal dari AS adalah Pfizer dan Inovio. Universitas Oxford juga mengembangkan vaksin korona. Empat vaksin lainnya dikembangkan di China. (Baca: Bantu Perangi Covid-19, Jepang Sumbang 12 Ribu Tablet Avigan ke Indonesia)
Moderna melakukan uji vaksin kepada puluhan partisipan dan mengukur tingkat antibodi kepada delapan di antara para partisipan. Delapan orang tersebut mengembangkan antibodi netral terhadap virus pada level yang sembuh dari Covid-19. Antibodi yang menetralisasi bisa mengikat virus dan melumpuhkannya sehingga tidak menyerang sel manusia.
“Kita menunjukkan bahwa antibodi mampu merespons imunitas dan bisa memblokade virus,” kata Zaks. “Saya pikir ini menjadi langkah pertama kita dalam perjalanan memiliki vaksin,” ucapnya.
Pakar vaksin yang tidak terlibat dalam penelitian bersama Moderna mengatakan hasil uji klinis itu sangat hebat. “Itu menunjukkan bukan hanya antibodi mampu mengikat virus, tetapi mencegah virus menginfeksi sel,” kata Paul Offit, anggota dewan panel dengan Institute Nasional Kesehatan AS, yang tidak mengikuti penelitian tersebut.
Sedangkan vaksin menjanjikan hasil menakjubkan di laboratorium, tetapi belum diketahui jika vaksin itu bisa melindungi orang di lapangan atau dunia nyata. Food and Drug Administration AS (FDA) memperbolehkan Moderna untuk menjalankan uji tahap kedua dengan melibatkan ratusan orang. Moderna juga berencana melaksanakan uji klinis berskala besar atau fase ketiga pada Juli mendatang yang melibatkan puluhan ribu orang.
Offit mengungkapkan, sebelum pandemi pengembang vaksin biasanya akan menguji produk mereka pada ribuan orang sebelum memasuki fase ketiga. Namun, Moderna sepertinya tidak akan melewati tahap kedua dan fokus pada tahap ketiga. Dia mengungkapkan, Moderna mulai masuk tahap ketiga karena Covid-19 telah menewaskan ribuan orang setiap hari. “Saat ini waktu yang berbeda,” kata Offit.
Pada Januari lalu, Direktur National Institute for Allergy and Infectious Diseases AS Anthony Fauci mengatakan dibutuhkan waktu 12-18 bulan untuk mendapatkan vaksin hingga sampai di masyarakat. Zaks dan Fauci mengaku sepakat perkiraan vaksin Moderna bisa disampaikan ke publik pada Januari hingga Juni tahun depan.
Pada uji klinis Moderna, tiga partisipan yang mendapatkan suntikan vaksin dengan dosis 250 mikrogram mampu sembuh dari gejala flu dan demam seperti orang terinfeksi Covid-19. Moderna juga menguji partisipan yang disuntik 25-100 mikrogram vaksin Covid-19 ternyata juga memiliki kemampuan melawan virus corona.
Namun, jelas apakah infeksi alamiah mampu melawan imunitas agar tubuh tidak lagi terinfeksi virus corona? Zaks belum mendapatkan jawaban mengenai hal tersebut. “Kita akan melaksanakan uji klinis sehingga kita bisa menjamin mereka tidak lagi sakit korona lagi,” katanya.
Pemerintah AS berkeinginan untuk memproduksi 300 juta dosis vaksin yang akan dibagikan kepada seluruh warga AS pada akhir tahun ini. Gedung Putih membentuk Operation Warp Speed yang beroperasi independen dari gugus tugas virus korona Gedung Putih. (Baca juga: Kasus Baru Covid-19 di New York Didominasi Orang yang Keluar Rumah)
Inisiatif tersebut didukung penuh penasihat Gedung Putih Jared Kushner dan melibatkan banyak pejabat dari Departemen Kesehatan dan Departemen Kesehatan. Tim percepatan pengadaan vaksin tersebut dipimpin oleh ilmuwan muslim keturunan Maroko, Moncef Mohamed Slaoui.
Pakar farmasi epidemiologi London School of Hygiene & Tropical Medicine Stephen Evans mengungkapkan sangat sulit untuk menentukan hasil dari laporan Moderna. Namun, dia mengungkapkan banyak sejumlah hal yang menunjukkan optimisme kalau vaksin bisa bekerja dengan baik.
“Yang harus dipahami fase pertama adalah vaksin bisa mampu merespons antibodi,” kata Evans. “Itu tidak akan sampai pada tahap ketiga selesai sehingga apakah diketahui vaksin memang bisa mencegah penyakit Covid-19,” imbuhnya.
Sementara itu, vaksin yang dikembangkan Universitas Oxford telah diuji klinis kepada manusia. Namun, belum ada hasil pasti uji klinis tersebut. Saat vaksin tersebut diuji kepada binatang yang mengalami gejala Covid-19 menunjukkan hal yang menakjubkan karena hewan tersebut bisa terlindung dari virus.
“Jika hasil sama pada uji klinis manusia, vaksin tersebut bisa melindungi tubuh dari penyakit Covid-19,” kata Eleanor Riley, pakar kesehatan Universitas Oxford. Namun, sangat mustahil bisa menerima vaksin tanpa mengetahui bagaimana vaksin tersebut efektif bagi manusia.
Vaksin yang dikembangkan Universitas Oxford merupakan pengembangan vaksin untuk Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). MERS dan SARS juga disebabkan virus korona. Karena itu, Oxford tidak menghabiskan banyak waktu untuk mengembangkan vaksin Covid-19. Mereka telah memasuki tahap pertama dengan uji klinis terhadap para sukarelawan berusia 18-55 tahun. Setelah itu selesai, fase kedua dan ketiga akan dilanjutkan dengan lebih banyak sukarelawan.
Vaksin yang dikembangkan Universitas Oxford akan diproduksi oleh perusahaan farmasi AstraZeneca. Bekerja sama dengan Pemerintah Inggris, AstraZeneca akan memproduksi 30 juta dosis vaksin Covid-19 bagi warga Inggris pada September mendatang. (Baca juga: Rusia Tunggu Bantuan AS Saat Kasus Virus Corona Menurun)
Sementara itu, Presiden China Xi Jinping kemarin menjamin vaksin Covid-19 akan digunakan di China dan menjadikan vaksin tersebut bisa dikirim ke luar negeri. “Saya menjamin vaksin tersebut bisa diakses dan terjangkau bagi negara berkembang,” kata Presiden China Xi Jinping dalam pembukaan World Health Assembly Ke-73 kemarin.
China juga membangun pabrik vaksin terbesar di dunia yang dapat memproduksi hingga 100 juta dosis vaksin virus corona Covid-19 dalam setahun. Fourth Construction Co Ltd of China Electronics System Engineering telah sukses membangun fasilitas itu dengan meraih sertifikat bio-safety level ketiga (BSL-3).
Pada April, Sinovac Biotech Ltd, yang juga berasal dari China, memulai pengujian klinis vaksin Covid-19. Mereka berencana membangun pabrik baru tahun ini setelah memperoleh dana pinjaman dan lahan. Seperti dilansir Reuters, Sinovac telah berharap dapat memproduksi ratusan juta vaksin per tahun. “Jika pengembangan vaksin itu tidak berhasil, bangunan ini dapat digunakan untuk memproduksi vaksin yang lain,” ungkap Sinovac. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
tulis komentar anda