COVID-19 Renggut Nyawa Kepala Staf Presiden Nigeria
Sabtu, 18 April 2020 - 14:23 WIB
ABUJA - Kepala Staf Presiden Nigeria Muhammadu Buhari, Abba Kyari, telah meninggal dunia setelah terinfeksi virus corona baru (COVID-19).
Kantor Presiden Buhari pada Sabtu (18/4/2020) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa presiden berduka atas kepergian Abba Kyari, sosok yang dianggap sebagai penjaga gerbang dari presiden negara terpadat di Afrika tersebut.
“Almarhum telah dites positif COVID-19 dan telah menerima perawatan. Tetapi dia meninggal pada hari Jumat, 17 April 2020," bunyi pernyataan kantor tersebut.
"Semoga Tuhan menerima jiwanya," lanjut pernyataan itu, seperti dikutip Al Arabiya.
Kyari, yang berusia 70-an tahun, adalah pejabat berprofil tinggi di Nigeria yang meninggal oleh virus corona baru. Penyakit itu telah menyebabkan 493 orang di Nigeria terinfeksi dengan 17 di antaranya meninggal.
Teknokrat berpengaruh itu dilaporkan menderita masalah kesehatan sebelum terpapar COVID-19. Dia dipandang sebagai salah satu tokoh dominan dalam kelompok penasihat penting di sekitar Buhari.
Menurut laporan media setempat, dia mengendalikan akses langsung ke Presiden Buhari, mantan penguasa militer berusia 77 tahun yang sekarang dalam masa jabatan keduanya sebagai pemimpin yang dipilih dalam pemilu yang demokratis.
Kyari dinyatakan positif terjangkit virus corona baru pada akhir Maret setelah mengunjungi Jerman. Hal itu memaksa serangkaian pejabat tinggi Nigeria yang telah melakukan kontak dengannya untuk mengisolasi diri.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada 29 Maret, Kyari mengatakan dia telah dipindahkan ke kota terbesar di Nigeria, Lagos, untuk perawatan medis pribadi dan berharap segera kembali bekerja.
Belum ada konfirmasi resmi tentang apakah Buhari telah melakukan tes COVID-19, tetapi presiden sejak itu telah membuat pidato di televisi yang berulang kali memaksakan pembatasan pegerakan orang-orang untuk menghambat penyebaran virus.
Pemerintah pusat telah memberlakukan lockdown di pusat ekonomi Nigeria, Lagos dan Ibu Kota Abuja.
Para ahli mengatakan negara berpenduduk 200 juta ini sangat rentan terhadap penyebaran COVID-19 karena sistem perawatan kesehatan yang lemah dan kepadatan penduduk yang tinggi.
Kantor Presiden Buhari pada Sabtu (18/4/2020) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa presiden berduka atas kepergian Abba Kyari, sosok yang dianggap sebagai penjaga gerbang dari presiden negara terpadat di Afrika tersebut.
“Almarhum telah dites positif COVID-19 dan telah menerima perawatan. Tetapi dia meninggal pada hari Jumat, 17 April 2020," bunyi pernyataan kantor tersebut.
"Semoga Tuhan menerima jiwanya," lanjut pernyataan itu, seperti dikutip Al Arabiya.
Kyari, yang berusia 70-an tahun, adalah pejabat berprofil tinggi di Nigeria yang meninggal oleh virus corona baru. Penyakit itu telah menyebabkan 493 orang di Nigeria terinfeksi dengan 17 di antaranya meninggal.
Teknokrat berpengaruh itu dilaporkan menderita masalah kesehatan sebelum terpapar COVID-19. Dia dipandang sebagai salah satu tokoh dominan dalam kelompok penasihat penting di sekitar Buhari.
Menurut laporan media setempat, dia mengendalikan akses langsung ke Presiden Buhari, mantan penguasa militer berusia 77 tahun yang sekarang dalam masa jabatan keduanya sebagai pemimpin yang dipilih dalam pemilu yang demokratis.
Kyari dinyatakan positif terjangkit virus corona baru pada akhir Maret setelah mengunjungi Jerman. Hal itu memaksa serangkaian pejabat tinggi Nigeria yang telah melakukan kontak dengannya untuk mengisolasi diri.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada 29 Maret, Kyari mengatakan dia telah dipindahkan ke kota terbesar di Nigeria, Lagos, untuk perawatan medis pribadi dan berharap segera kembali bekerja.
Belum ada konfirmasi resmi tentang apakah Buhari telah melakukan tes COVID-19, tetapi presiden sejak itu telah membuat pidato di televisi yang berulang kali memaksakan pembatasan pegerakan orang-orang untuk menghambat penyebaran virus.
Pemerintah pusat telah memberlakukan lockdown di pusat ekonomi Nigeria, Lagos dan Ibu Kota Abuja.
Para ahli mengatakan negara berpenduduk 200 juta ini sangat rentan terhadap penyebaran COVID-19 karena sistem perawatan kesehatan yang lemah dan kepadatan penduduk yang tinggi.
(min)
tulis komentar anda