Jenderal Bintang 4 AS: Terancam Rudal China, Guam Butuh Sistem Rudal 360 Derajat

Sabtu, 06 Maret 2021 - 14:47 WIB
Kapal induk USS Ronald Reagan saat ditambatkan di Pelabuhan Apra, Pangkalan Angkatan Laut AS di Guam. Foto/US Navy/Mass Communication Specialist 1st Class Elijah G. Leinaar
WASHINGTON - Seorang jenderal bintang empat Amerika Serikat (AS) mengatakan Guam membutuhkan sistem pertahanan rudal 360 derajat baru untuk melindungi orang-orang Amerika di sana dari ancaman rudal China .

Laksamana Phil Davidon, Kepala Komando Indo-Pasifik AS, memaparkan hal itu hari Kamis dalam acara virtual yang diselenggarakan American Enterprise Institute. Menurutnya, pasukan dan peralatan militer lebih banyak perlu dikerahkan ke Guam.



Davidson, komandan dengan pangkat jenderal bintang empat, mengatakan memasang sistem pertahanan udara 360 derajat baru di Guam akan memungkinkan setidaknya tiga kapal Angkatan Laut Amerika untuk mengambil misi lain di wilayah tersebut. Kapal perusak Angkatan Laut AS saat ini dilengkapi dengan sistem yang dapat mencari dan melacak ancaman masuk dan beroperasi di dekatnya untuk melindungi wilayah AS.

"Kami perlu membebaskan kapal perusak berpeluru kendali yang memiliki kemampuan multi-misi untuk mendeteksi ancaman—dan menyelesaikan ancaman—di bawah laut, di laut, dan di atas laut,” kata Davidson.



Laksamana itu menyampaikan kepada Kongres minggu ini tentang rencana investasi untuk wilayah besar tempat dia mengawasi operasi militer. Rencana itu termasuk investasi USD1,6 miliar untuk sistem pertahanan rudal baru untuk Guam. Itu termasuk menghabiskan USD350 juta untuk memulai proyek pada tahun fiskal 2022.

Davidson menyebut pendanaan untuk sistem pertahanan udara dan rudal di Guam sebagai prioritas nomor satu. Bahkan, kata dia, dengan kapal perusak Angkatan Laut yang dikombinasikan dengan sistem Terminal High-Altitude Area Defense (THAAD) di Guam sekarang, sistem tersebut tidak sebanding dengan ancaman rudal dari China.

Menurutnya, berbagai peralatan itu tidak memberikan pertahanan 360 derajat, membuatnya lebih cocok untuk bertahan dari tembakan nakal dari Korea Utara daripada ancaman rudal yang lebih canggih dari China.

"Ada 170.000 orang Amerika yang tinggal di Guam, dan pertahanan mereka adalah pertahanan tanah air," katanya, yang menambahkan bahwa sekitar 22.000 anggota dinas militer, kontraktor sipil, dan anggota keluarga militer bermarkas di pulau kecil di Pasifik Barat itu.



Dia menambahkan jumlah personel AS di Guam akan bertambah. AS menginvestasikan miliaran dollar untuk menjadikan Guam sebagai pusat utama operasi militer di kawasan Asia-Pasifik.

Korps Marinir AS pada bulan Oktober mengaktifkan Camp Blaz di Guam, pangkalan baru pertama untuk layanan tersebut di Pasifik sejak 1950-an. Sekitar 5.000 Marinir dijadwalkan pindah ke sana dari Jepang dalam lima tahun ke depan.

Sekarang, kata Davidson, militer perlu melindungi aset tersebut.

"Kami harus mengembangkan pertahanan kritis orang-orang kami, platform kami dan inisiatif postur kami, dan itu dimulai di Guam," katanya, seperti dikutip Military.com, Jumat (5/3/2021).

Davidson mengatakan menempatkan sistem pertahanan udara baru di Guam tidak akan membuat pulau itu menjadi target, karena itu sudah salah satunya. Dia mengutip video Angkatan Udara China yang dirilis pada bulan September yang menggambarkan salah satu pembom jarak jauhnya melakukan simulasi serangan rudal di Guam.

"Apa yang ditunjukkan China kepada Anda, tidak hanya dalam video, tetapi juga dalam penyebaran di wilayah dengan mengelilingi Guam dan persemakmuran dan Marian Utara dengan kapal permukaan, dengan pembom berjalan di Laut Filipina, dan kapal selam...di sekitar area itu berarti ada ancaman 360 derajat,” kata Davidson.

“China mencari tatanan dunia baru,” imbuh dia. ”Di mana kekuatan nasional China lebih penting daripada hukum internasional.”

Para pemimpin militer telah memperingatkan bahwa investasi yang dipompa China untuk membangun militernya dalam beberapa tahun terakhir dapat membuat AS kalah di kawasan itu dalam satu dekade.

Mantan Sekretaris Angkatan Laut Kenneth Braithwaite menggambarkan keprihatinannya atas China seperti itu pada bulan Oktober lalu. ”Apa yang kami lihat muncul adalah ancaman yang melebihi apa pun yang pernah ada dalam sejarah negara kami,” katanya.

Menteri Pertahanan Lloyd Austin, dalam sebuah memo yang dikeluarkan untuk pasukan AS pada Kamis, mencantumkan rencana pengembangan dan kemampuan untuk menghalau China sebagai prioritas utama militer.

Davidson mengatakan China dapat "mencapai overmatch" di kawasan itu secepat tahun 2026.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(min)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More