Diprotes Keras, Pengadilan Malaysia Setop Deportasi 1.200 Warga Myanmar
Selasa, 23 Februari 2021 - 15:16 WIB
KUALA LUMPUR - Pengadilan Malaysia mengizinkan penundaan sementara deportasi terhadap 1.200 warga negara Myanmar yang dijadwalkan akan dikirim kembali ke tanah air mereka pada Selasa (23/2).
Keputusan pengadilan ini muncul setelah kelompok hak asasi manusia (HAM) mengajukan petisi yang mengatakan deportasi dapat membahayakan nyawa mereka.
Sebanyak 1.200 tahanan akan pergi pada Selasa (23/2) sore dengan tiga kapal angkatan laut yang dikirim militer Myanmar.
Militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari hingga memicu protes para aktivis pro-demokrasi.
Lihat infografis: Kekuatan Kendaraan Lapis Baja Arab Saudi Terbesar Kelima di Dunia
Kelompok pengungsi mengatakan para pencari suaka dari minoritas Chin, Kachin dan komunitas Muslim non-Rohingya yang melarikan diri dari konflik dan penganiayaan di Myanmar termasuk di antara mereka yang dideportasi.
Amnesty International bersama Asylum Access (Akses Suaka) telah meminta pengadilan menghentikan deportasi.
Kedua organisasi itu mengatakan pengadilan tinggi memberikan izin tinggal hingga Rabu (24/2) pukul 10 pagi, ketika pengadilan akan mendengar permohonan peninjauan yudisial kelompok tersebut untuk menangguhkan deportasi.
"Sehubungan dengan putusan pengadilan, pemerintah harus menghormati perintah pengadilan dan memastikan bahwa tidak satu pun dari 1.200 orang yang dideportasi hari ini," ungkap Direktur Amnesty Malaysia Katrina Maliamauv.
Amnesty mengatakan di antara orang yang dideportasi ada tiga orang yang terdaftar di Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dan 17 anak di bawah umur yang memiliki setidaknya satu orang tua di Malaysia.
Malaysia mengatakan tidak akan mendeportasi Muslim Rohingya atau pengungsi yang terdaftar di UNHCR.
Tetapi badan pengungsi PBB mengatakan setidaknya ada enam orang yang terdaftar di sana yang juga akan dideportasi dan mungkin lebih banyak lagi. UNHCR belum diizinkan akses ke orang yang dideportasi.
Sebelumnya pada Selasa (23/2), bus dan truk departemen imigrasi terlihat membawa para tahanan ke pelabuhan Lumut di Malaysia barat, tempat kapal-kapal Myanmar berlabuh di pangkalan angkatan laut.
Malaysia belum menanggapi secara terbuka pada berbagai kritik atau pertanyaan Reuters atas deportasi pencari suaka dan mereka yang terdaftar di UNHCR.
Kekhawatiran tentang deportasi pencari suaka yang tidak terdaftar juga tetap ada karena UNHCR belum diizinkan mewawancarai tahanan selama lebih dari setahun untuk memverifikasi status mereka, di tengah tindakan keras terhadap migran tidak berdokumen di Malaysia.
Amerika Serikat dan perwakilan Barat lainnya telah berusaha menghalangi Malaysia melanjutkan deportasi dan mendesak pemerintah mengizinkan UNHCR mewawancarai para tahanan.
Mereka juga mengatakan Malaysia sama saja melegitimasi pemerintahan junta militer dengan bekerja sama dengan junta.
Lihat Juga: FKH UWKS dan Universiti Malaysia Kelantan Kenalkan Konsep Animal Welfare ke Generasi Muda
Keputusan pengadilan ini muncul setelah kelompok hak asasi manusia (HAM) mengajukan petisi yang mengatakan deportasi dapat membahayakan nyawa mereka.
Sebanyak 1.200 tahanan akan pergi pada Selasa (23/2) sore dengan tiga kapal angkatan laut yang dikirim militer Myanmar.
Militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari hingga memicu protes para aktivis pro-demokrasi.
Lihat infografis: Kekuatan Kendaraan Lapis Baja Arab Saudi Terbesar Kelima di Dunia
Kelompok pengungsi mengatakan para pencari suaka dari minoritas Chin, Kachin dan komunitas Muslim non-Rohingya yang melarikan diri dari konflik dan penganiayaan di Myanmar termasuk di antara mereka yang dideportasi.
Amnesty International bersama Asylum Access (Akses Suaka) telah meminta pengadilan menghentikan deportasi.
Kedua organisasi itu mengatakan pengadilan tinggi memberikan izin tinggal hingga Rabu (24/2) pukul 10 pagi, ketika pengadilan akan mendengar permohonan peninjauan yudisial kelompok tersebut untuk menangguhkan deportasi.
"Sehubungan dengan putusan pengadilan, pemerintah harus menghormati perintah pengadilan dan memastikan bahwa tidak satu pun dari 1.200 orang yang dideportasi hari ini," ungkap Direktur Amnesty Malaysia Katrina Maliamauv.
Amnesty mengatakan di antara orang yang dideportasi ada tiga orang yang terdaftar di Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dan 17 anak di bawah umur yang memiliki setidaknya satu orang tua di Malaysia.
Malaysia mengatakan tidak akan mendeportasi Muslim Rohingya atau pengungsi yang terdaftar di UNHCR.
Tetapi badan pengungsi PBB mengatakan setidaknya ada enam orang yang terdaftar di sana yang juga akan dideportasi dan mungkin lebih banyak lagi. UNHCR belum diizinkan akses ke orang yang dideportasi.
Sebelumnya pada Selasa (23/2), bus dan truk departemen imigrasi terlihat membawa para tahanan ke pelabuhan Lumut di Malaysia barat, tempat kapal-kapal Myanmar berlabuh di pangkalan angkatan laut.
Malaysia belum menanggapi secara terbuka pada berbagai kritik atau pertanyaan Reuters atas deportasi pencari suaka dan mereka yang terdaftar di UNHCR.
Kekhawatiran tentang deportasi pencari suaka yang tidak terdaftar juga tetap ada karena UNHCR belum diizinkan mewawancarai tahanan selama lebih dari setahun untuk memverifikasi status mereka, di tengah tindakan keras terhadap migran tidak berdokumen di Malaysia.
Amerika Serikat dan perwakilan Barat lainnya telah berusaha menghalangi Malaysia melanjutkan deportasi dan mendesak pemerintah mengizinkan UNHCR mewawancarai para tahanan.
Mereka juga mengatakan Malaysia sama saja melegitimasi pemerintahan junta militer dengan bekerja sama dengan junta.
Lihat Juga: FKH UWKS dan Universiti Malaysia Kelantan Kenalkan Konsep Animal Welfare ke Generasi Muda
(sya)
tulis komentar anda