Dari Jumlah Kapal Militer yang Dikerahkan, AL China Kini Ungguli AS
Kamis, 18 Februari 2021 - 14:04 WIB
WASHINGTON - Dalam hal jumlah kapal militer yang dikerahkan di laut, Angkatan Laut (AL) China telah melampaui Amerika Serikat (AS), menjadikannya yang terbesar di dunia.
Andrew Erickson, seorang profesor di China Maritime Studies Institute di US Naval War College, menulis bahwa China mengerahkan lebih banyak kapal militer daripada AL Amerika antara 2015 hingga 2020.
Dalam sebuah artikel berjudul "The Chinese Naval Shipbuilding Bookshelf", Erickson mencatat bahwa dengan sekitar 360 kapal, AL China mengungguli saingannya dari Amerika dengan lebih dari 60 kapal perang.
Selain itu, Coast Guard dan milisi maritim China menambah total pasukan laut Beijing menjadi lebih dari 700 kapal.
Erickson mengaitkan peningkatan kekuatan laut Beijing dengan industri pembuatan kapal komersialnya, yang mensubsidi dan mendukung upaya pembuatan kapal militer.
"Pembuatan kapal China mencerminkan upayanya untuk secara paksa menyelimuti Taiwan, menyelesaikan sengketa kedaulatan lainnya yang menguntungkannya, menjadikan wilayah itu sebagai zona pengecualian bagi aturan dan norma internasional, dan memproyeksikan kekuatan dan pengaruh Beijing di seluruh dunia," tulis Erickson dalam laporannya.
Menurut laporan itu, untuk setiap kapal tempur permukaan yang diproduksi AS, China membuat dua hingga tiga kapal perang.
"Jika ini terus berlanjut, China akan dapat mengerahkan armada dengan jumlah yang lebih besar dan secara kualitatif setara dengan Angkatan Laut AS pada tahun 2030," kata Erickson.
Kuantitas vs kualitas
Meskipun jumlah kapal perang China semakin banyak, Angkatan Laut AS tetap yang terkuat di dunia dalam hal kemampuan atau kualitas.
"Sementara kesenjangan kemampuan menyempit dengan cepat di beberapa wilayah peperangan, misalnya, kapal Angkatan Laut dan Coast Guard China tertinggal dari rekan-rekan Amerika mereka dalam kemampuan individu secara keseluruhan," kata Erickson kepada Philstar.com, Kamis (18/2/2021).
Profesor strategi itu mencatat bahwa Coast Guard China (CCG) tertinggal dari rekan-rekan Amerika dan Jepang dalam hal aset udara.
Coast Guard AS mengoperasikan 201 pesawat sayap tetap dan putar (55 pesawat dan 146 helikopter) sedangkan Coast Guard Jepang mengoperasikan 74 unit (26 pesawat dan 48 helikopter).
"Dengan hanya lima puluh lebih moda berkemampuan helikopter, dan jauh lebih sedikit helikopter dan pesawat sayap tetap, CCG tertinggal jauh dalam penerbangan—meskipun kemungkinan akan memperoleh tambahan pesawat patroli maritim dan helikopter untuk memperbaiki hal ini," kata Erickson.
Angkatan Laut China, di sisi lain, memimpin dunia dalam hal rudal balistik Angkatan Laut, yang baru saja mulai dieksplorasi AS.
Laporan Erickson juga mencatat bahwa Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China telah beralih dari "pertahanan dekat pantai" menjadi kombinasi "pertahanan dekat laut" dan "perlindungan laut jauh".
Tiga kekuatan laut China—Angkatan Laut, Coast Guard dan milisi maritim—semuanya fokus pada "laut dekat" yang diperebutkan (Laut Kuning, Laut China Selatan dan Timur). Ini berbeda dengan Coast Guard AS yang berfokus di dekat perairan Amerika dan Angkatan Laut AS yang tersebar di seluruh dunia.
Di antara tiga kekuatan laut utama Beijing, CCG telah tumbuh dalam ukuran dan kecepatan, dengan kapal Coast Guard baru sekarang mampu melakukan operasi jarak jauh di laut yang lebih panjang.
"Modernisasi dan perluasan CCG memberikan kehadiran dan pengaruh China untuk memajukan klaim kedaulatan Laut China Timur dan Selatan, sambil mempertahankan kemampuan penegakan hukum domestik dan internasional secara regional," kata Erickson.
Bulan lalu, legislator China mengadopsi undang-undang baru yang mengizinkan Coast Guard-nya untuk menembaki kapal asing di daerah yang dianggap Beijing sebagai perairan teritorialnya.
Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr melancarkan protes diplomatik terhadap Undang-Undang Coast Guard China, yang ia gambarkan sebagai "ancaman verbal perang" karena undang-undang tersebut juga akan mencakup Laut Filipina Barat, bagian dari Laut China Selatan, yang merupakan zona ekonomi eksklusif Filipina.
Menanggapi protes Locsin, Kedutaan Besar China di Manila menegaskan bahwa undang-undang baru tersebut tidak secara khusus menargetkan negara mana pun dan itu bukan ancaman perang.
"Pemberlakuan undang-undang tersebut tidak menunjukkan adanya perubahan kebijakan maritim China. China selalu berkomitmen untuk mengelola perbedaan dengan negara-negara termasuk Filipina melalui dialog dan konsultasi serta menegakkan perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan," kata Kedutaan Besar China dalam sebuah pernyataan awal bulan ini.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
Andrew Erickson, seorang profesor di China Maritime Studies Institute di US Naval War College, menulis bahwa China mengerahkan lebih banyak kapal militer daripada AL Amerika antara 2015 hingga 2020.
Dalam sebuah artikel berjudul "The Chinese Naval Shipbuilding Bookshelf", Erickson mencatat bahwa dengan sekitar 360 kapal, AL China mengungguli saingannya dari Amerika dengan lebih dari 60 kapal perang.
Selain itu, Coast Guard dan milisi maritim China menambah total pasukan laut Beijing menjadi lebih dari 700 kapal.
Erickson mengaitkan peningkatan kekuatan laut Beijing dengan industri pembuatan kapal komersialnya, yang mensubsidi dan mendukung upaya pembuatan kapal militer.
"Pembuatan kapal China mencerminkan upayanya untuk secara paksa menyelimuti Taiwan, menyelesaikan sengketa kedaulatan lainnya yang menguntungkannya, menjadikan wilayah itu sebagai zona pengecualian bagi aturan dan norma internasional, dan memproyeksikan kekuatan dan pengaruh Beijing di seluruh dunia," tulis Erickson dalam laporannya.
Menurut laporan itu, untuk setiap kapal tempur permukaan yang diproduksi AS, China membuat dua hingga tiga kapal perang.
"Jika ini terus berlanjut, China akan dapat mengerahkan armada dengan jumlah yang lebih besar dan secara kualitatif setara dengan Angkatan Laut AS pada tahun 2030," kata Erickson.
Kuantitas vs kualitas
Meskipun jumlah kapal perang China semakin banyak, Angkatan Laut AS tetap yang terkuat di dunia dalam hal kemampuan atau kualitas.
"Sementara kesenjangan kemampuan menyempit dengan cepat di beberapa wilayah peperangan, misalnya, kapal Angkatan Laut dan Coast Guard China tertinggal dari rekan-rekan Amerika mereka dalam kemampuan individu secara keseluruhan," kata Erickson kepada Philstar.com, Kamis (18/2/2021).
Profesor strategi itu mencatat bahwa Coast Guard China (CCG) tertinggal dari rekan-rekan Amerika dan Jepang dalam hal aset udara.
Coast Guard AS mengoperasikan 201 pesawat sayap tetap dan putar (55 pesawat dan 146 helikopter) sedangkan Coast Guard Jepang mengoperasikan 74 unit (26 pesawat dan 48 helikopter).
"Dengan hanya lima puluh lebih moda berkemampuan helikopter, dan jauh lebih sedikit helikopter dan pesawat sayap tetap, CCG tertinggal jauh dalam penerbangan—meskipun kemungkinan akan memperoleh tambahan pesawat patroli maritim dan helikopter untuk memperbaiki hal ini," kata Erickson.
Angkatan Laut China, di sisi lain, memimpin dunia dalam hal rudal balistik Angkatan Laut, yang baru saja mulai dieksplorasi AS.
Laporan Erickson juga mencatat bahwa Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China telah beralih dari "pertahanan dekat pantai" menjadi kombinasi "pertahanan dekat laut" dan "perlindungan laut jauh".
Tiga kekuatan laut China—Angkatan Laut, Coast Guard dan milisi maritim—semuanya fokus pada "laut dekat" yang diperebutkan (Laut Kuning, Laut China Selatan dan Timur). Ini berbeda dengan Coast Guard AS yang berfokus di dekat perairan Amerika dan Angkatan Laut AS yang tersebar di seluruh dunia.
Di antara tiga kekuatan laut utama Beijing, CCG telah tumbuh dalam ukuran dan kecepatan, dengan kapal Coast Guard baru sekarang mampu melakukan operasi jarak jauh di laut yang lebih panjang.
"Modernisasi dan perluasan CCG memberikan kehadiran dan pengaruh China untuk memajukan klaim kedaulatan Laut China Timur dan Selatan, sambil mempertahankan kemampuan penegakan hukum domestik dan internasional secara regional," kata Erickson.
Bulan lalu, legislator China mengadopsi undang-undang baru yang mengizinkan Coast Guard-nya untuk menembaki kapal asing di daerah yang dianggap Beijing sebagai perairan teritorialnya.
Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jr melancarkan protes diplomatik terhadap Undang-Undang Coast Guard China, yang ia gambarkan sebagai "ancaman verbal perang" karena undang-undang tersebut juga akan mencakup Laut Filipina Barat, bagian dari Laut China Selatan, yang merupakan zona ekonomi eksklusif Filipina.
Menanggapi protes Locsin, Kedutaan Besar China di Manila menegaskan bahwa undang-undang baru tersebut tidak secara khusus menargetkan negara mana pun dan itu bukan ancaman perang.
"Pemberlakuan undang-undang tersebut tidak menunjukkan adanya perubahan kebijakan maritim China. China selalu berkomitmen untuk mengelola perbedaan dengan negara-negara termasuk Filipina melalui dialog dan konsultasi serta menegakkan perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan," kata Kedutaan Besar China dalam sebuah pernyataan awal bulan ini.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
(min)
tulis komentar anda