Indonesia Disebut Akan Mundur dari Proyek Jet Tempur KF-X/IF-X Korsel
Selasa, 29 Desember 2020 - 06:25 WIB
SEOUL - Sebuah laporan media Korea Selatan (Korsel) menyebut Indonesia bermain-main dan akan mundur dari proyek jet tempur gabungan KF-X/IF-X . Proyek jet tempur asli Korea Selatan ini disebut sebagai proyek militer termahal dalam sejarah negara tersebut.
Proyek untuk mengembangkan Korea Fighter eXperimental (KF-X)—atau Indonesia Fighter e-Xperimental (IF-X)—, jet tempur generasi berikutnya yang dibangun di dalam negeri pertama di Seoul, telah menelan biaya triliunan won. (Baca: Heboh Video Menghina Lagu Indonesia Raya, Ini Respons Malaysia )
Total biaya pengembangan diperkirakan sekitar 8,5 triliun won (USD7,8 miliar), di mana 1,6 triliun won, atau 20 persen, harus dibayar oleh Indonesia berdasarkan kontrak kemitraan bersama kedua negara yang ditandatangani pada tahun 2016.
(Baca juga : Ini Capaian Menhan dalam Memperkuat Industri Pertahanan Nasional )
Dipimpin oleh satu-satunya produsen pesawat militer Korea, Korea Aerospace Industries (KAI), proyek ini bertujuan untuk memproduksi 125 jet untuk Korea dan 51 jet untuk Indonesia pada tahun 2026. Saat ini sebuah prototipe sedang dalam perakitan, sedangkan penerbangan perdana untuk pesawat tersebut dijadwalkan pada tahun 2022.
(Baca juga : Kemhan Sebut Realisasi Komcad Tinggal Tunggu Persetujuan dari Presiden )
Namun lambatnya proyek tersebut dilaporkan telah menimbulkan ketidaksenangan di Jakarta, di mana permintaan untuk pesawat generasi terbaru telah tumbuh di tengah tantangan agresif China atas klaimnya atas wilayah di Laut China Selatan.
Mengutip laporan dari media Korsel, Joong Ang Daily, Selasa (29/12/2020), dengan pandemi Covid-19 yang semakin menghambat proyek dan memperketat dompet, Indonesia telah mengisyaratkan ketidakpuasannya dengan tampaknya menahan komitmen keuangan lebih lanjut. (Baca: Pemuda Muslim di Prancis Diserang Sesama Muslim karena Rayakan Natal )
Menurut Anggota Parlemen Shin Won-shik dari kubu oposisi People Power Party (Partai Kekuatan Rakyat), Indonesia hanya membayar 227,2 miliar won dari 831,6 miliar won yang dijanjikan untuk tahun ini. Pembayaran yang dilakukan oleh Jakarta selama ini hanya mencakup sekitar 13 persen dari komitmennya.
Selain pembayaran yang dipotong, Indonesia tidak mengirimkan kembali 114 spesialis teknis dari perusahaan dirgantara PT Dirgantara Indonesia, yang dipulangkan pada Maret karena wabah virus corona di Korea Selatan.
(Baca juga : Elektabilitas Turun, Prabowo Dinilai Gagal Mainkan Sentimen Populisme Islam )
Untuk mendorong partisipasi Indonesia, negosiator dari badan pengadaan senjata Seoul, Defence Acquisition Program Administration (DAPA), mengunjungi Indonesia pada bulan September.
Menurut salah satu sumber pemerintah Korea Selatan, pejabat Indonesia meminta negosiasi ulang kesepakatan awal KF-X/IF-X, meminta lebih banyak transfer teknologi sebagai imbalan atas komitmennya, serta pengurangan bebannya dari 20 menjadi 15 persen.
Sumber itu mengatakan tidak ada kesepakatan yang dicapai, dan negosiasi tetap berlangsung. (Baca juga: Ayah Sewa 5 Pembunuh Bayaran untuk Habisi Anaknya yang Kelewat Nakal )
Tapi penundaan itu bisa membuat Korea kehilangan mitranya. Indonesia dilaporkan hampir mencapai kesepakatan untuk membeli 48 jet tempur Rafale sebagai bagian dari kesepakatan kerjasama pertahanan komprehensif dengan Prancis.
Tawaran yang dikeluarkan oleh Prancis, yang menurut salah satu sumber industri pertahanan Korea Selatan, termasuk transfer teknologi jet tempur yang jauh lebih besar, telah memikat Indonesia, dan menurut publikasi Prancis; La Tribune, kedua negara hampir mencapai kesepakatan.
"KF-X adalah jet tempur yang saat ini hanya ada di cetak biru, tapi Rafale adalah jet yang beroperasi," kata sumber itu. "Bagi Indonesia, (melengkapi Angkatan Udara-nya dengan jet Prancis) mungkin merupakan kesepakatan yang layak untuk dicapai meskipun itu berarti melepaskan 227,2 miliar won.”
(Baca juga : Selalu Kalah Jadi Penyebab Prabowo Tak Diminati di Pilpres 2024 )
Namun, pemerintah Korea bersikeras bahwa bahkan dengan penarikan penuh Indonesia dari proyek tersebut, proyek KF-X akan tetap berjalan sesuai rencana.
Masalah terbesar terletak pada investasi yang dijanjikan Indonesia dengan uang pembayar pajak Korea. Hilangnya 51 jet yang dijanjikan ke Indonesia juga akan mengurangi kuantitas produksi secara keseluruhan dan dengan demikian menaikkan biaya per unit, yang berpotensi merugikan prospek ekspor jet tersebut.
Pejabat pemerintah di Seoul, bagaimanapun juga, berhati-hati dalam menarik kesimpulan tentang niat Indonesia. Ketika ditanya oleh Shin apakah Jakarta tampaknya siap untuk mundur dari kesepakatan KF-X selama rapat dengar pendapat parlemen pada bulan Oktober, Menteri DAPA Wang Jung-hong mengatakan Indonesia tidak akan “membeli apapun dan menunggu sampai KF-X berkembang sepenuhnya. "
Agensi tersebut juga mengatakan kepada Shin dalam balasan terpisah bahwa laporan pers saat ini tidak mencerminkan posisi resmi Indonesia tentang masalah tersebut, dan bahwa kesepakatan militer apa pun yang dikejar "tampaknya akan maju secara independen dari proyek pengembangan bersama KF-X".
Proyek untuk mengembangkan Korea Fighter eXperimental (KF-X)—atau Indonesia Fighter e-Xperimental (IF-X)—, jet tempur generasi berikutnya yang dibangun di dalam negeri pertama di Seoul, telah menelan biaya triliunan won. (Baca: Heboh Video Menghina Lagu Indonesia Raya, Ini Respons Malaysia )
Total biaya pengembangan diperkirakan sekitar 8,5 triliun won (USD7,8 miliar), di mana 1,6 triliun won, atau 20 persen, harus dibayar oleh Indonesia berdasarkan kontrak kemitraan bersama kedua negara yang ditandatangani pada tahun 2016.
(Baca juga : Ini Capaian Menhan dalam Memperkuat Industri Pertahanan Nasional )
Dipimpin oleh satu-satunya produsen pesawat militer Korea, Korea Aerospace Industries (KAI), proyek ini bertujuan untuk memproduksi 125 jet untuk Korea dan 51 jet untuk Indonesia pada tahun 2026. Saat ini sebuah prototipe sedang dalam perakitan, sedangkan penerbangan perdana untuk pesawat tersebut dijadwalkan pada tahun 2022.
(Baca juga : Kemhan Sebut Realisasi Komcad Tinggal Tunggu Persetujuan dari Presiden )
Namun lambatnya proyek tersebut dilaporkan telah menimbulkan ketidaksenangan di Jakarta, di mana permintaan untuk pesawat generasi terbaru telah tumbuh di tengah tantangan agresif China atas klaimnya atas wilayah di Laut China Selatan.
Mengutip laporan dari media Korsel, Joong Ang Daily, Selasa (29/12/2020), dengan pandemi Covid-19 yang semakin menghambat proyek dan memperketat dompet, Indonesia telah mengisyaratkan ketidakpuasannya dengan tampaknya menahan komitmen keuangan lebih lanjut. (Baca: Pemuda Muslim di Prancis Diserang Sesama Muslim karena Rayakan Natal )
Menurut Anggota Parlemen Shin Won-shik dari kubu oposisi People Power Party (Partai Kekuatan Rakyat), Indonesia hanya membayar 227,2 miliar won dari 831,6 miliar won yang dijanjikan untuk tahun ini. Pembayaran yang dilakukan oleh Jakarta selama ini hanya mencakup sekitar 13 persen dari komitmennya.
Selain pembayaran yang dipotong, Indonesia tidak mengirimkan kembali 114 spesialis teknis dari perusahaan dirgantara PT Dirgantara Indonesia, yang dipulangkan pada Maret karena wabah virus corona di Korea Selatan.
(Baca juga : Elektabilitas Turun, Prabowo Dinilai Gagal Mainkan Sentimen Populisme Islam )
Untuk mendorong partisipasi Indonesia, negosiator dari badan pengadaan senjata Seoul, Defence Acquisition Program Administration (DAPA), mengunjungi Indonesia pada bulan September.
Menurut salah satu sumber pemerintah Korea Selatan, pejabat Indonesia meminta negosiasi ulang kesepakatan awal KF-X/IF-X, meminta lebih banyak transfer teknologi sebagai imbalan atas komitmennya, serta pengurangan bebannya dari 20 menjadi 15 persen.
Sumber itu mengatakan tidak ada kesepakatan yang dicapai, dan negosiasi tetap berlangsung. (Baca juga: Ayah Sewa 5 Pembunuh Bayaran untuk Habisi Anaknya yang Kelewat Nakal )
Tapi penundaan itu bisa membuat Korea kehilangan mitranya. Indonesia dilaporkan hampir mencapai kesepakatan untuk membeli 48 jet tempur Rafale sebagai bagian dari kesepakatan kerjasama pertahanan komprehensif dengan Prancis.
Tawaran yang dikeluarkan oleh Prancis, yang menurut salah satu sumber industri pertahanan Korea Selatan, termasuk transfer teknologi jet tempur yang jauh lebih besar, telah memikat Indonesia, dan menurut publikasi Prancis; La Tribune, kedua negara hampir mencapai kesepakatan.
"KF-X adalah jet tempur yang saat ini hanya ada di cetak biru, tapi Rafale adalah jet yang beroperasi," kata sumber itu. "Bagi Indonesia, (melengkapi Angkatan Udara-nya dengan jet Prancis) mungkin merupakan kesepakatan yang layak untuk dicapai meskipun itu berarti melepaskan 227,2 miliar won.”
(Baca juga : Selalu Kalah Jadi Penyebab Prabowo Tak Diminati di Pilpres 2024 )
Namun, pemerintah Korea bersikeras bahwa bahkan dengan penarikan penuh Indonesia dari proyek tersebut, proyek KF-X akan tetap berjalan sesuai rencana.
Masalah terbesar terletak pada investasi yang dijanjikan Indonesia dengan uang pembayar pajak Korea. Hilangnya 51 jet yang dijanjikan ke Indonesia juga akan mengurangi kuantitas produksi secara keseluruhan dan dengan demikian menaikkan biaya per unit, yang berpotensi merugikan prospek ekspor jet tersebut.
Pejabat pemerintah di Seoul, bagaimanapun juga, berhati-hati dalam menarik kesimpulan tentang niat Indonesia. Ketika ditanya oleh Shin apakah Jakarta tampaknya siap untuk mundur dari kesepakatan KF-X selama rapat dengar pendapat parlemen pada bulan Oktober, Menteri DAPA Wang Jung-hong mengatakan Indonesia tidak akan “membeli apapun dan menunggu sampai KF-X berkembang sepenuhnya. "
Agensi tersebut juga mengatakan kepada Shin dalam balasan terpisah bahwa laporan pers saat ini tidak mencerminkan posisi resmi Indonesia tentang masalah tersebut, dan bahwa kesepakatan militer apa pun yang dikejar "tampaknya akan maju secara independen dari proyek pengembangan bersama KF-X".
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda