Negara-negara Termiskin Dapat Vaksin COVID-19 pada Semester Satu 2021
Minggu, 20 Desember 2020 - 06:06 WIB
JENEWA - Saat beberapa negara kaya telah mulai vaksinasi COVID-19, negara-negara termiskin baru akan mendapatkan vaksin pada semester pertama tahun depan.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Ghebreyesus mengungkapkan itu saat pertemuan global online mempromosikan inisiatif membagi 1,3 miliar dosis vaksin tahun depan pada 92 negara dengan pendapatan rendah dan menengah.
Inggris dan Amerika Serikat (AS) telah mulai memberikan suntikan vaksin Pfizer dan AS tampaknya akan menyetujui vaksin Moderna.
WHO mengatakan bahwa fasilitas COVAX, yang dibentuk untuk memungkinkan akses yang adil ke vaksin COVID-19 di seluruh dunia, diharapkan mulai mengirimkan vaksin pada semester pertama tahun depan. (Baca Juga: Parahnya Wabah COVID-19 di AS, RS Ubah Tempat Parkir Jadi Ruang Perawatan)
"Kami dengan bangga mengumumkan bahwa COVAX telah mendapatkan akses ke hampir 2 miliar dosis dari beberapa kandidat vaksin yang menjanjikan," ungkap Tedros. (Lihat Infografis: Hidup Mewah Putin, dengan Kekayaan Mencapai Rp3.066 T)
"Perjanjian yang belum pernah terjadi sebelumnya ini berarti bahwa semua 190 negara yang berpartisipasi dalam COVAX akan dapat mengakses vaksin untuk melindungi kelompok rentan dalam populasi mereka selama paruh pertama tahun depan," ujar dia. (Lihat Video: Oknum PNS dan Polisi Ditangkap terkait Aborsi Ilegal)
"Datangnya vaksin memberi kita semua sekilas cahaya di ujung terowongan," tutur Tedros.
"Tapi kita hanya akan benar-benar mengakhiri pandemi jika kita mengakhirinya di mana-mana pada waktu yang sama, yang berarti penting untuk memvaksinasi beberapa orang di semua negara, daripada semua orang di beberapa negara,” ungkap dia.
Dia menambahkan, "Selama hampir setahun terakhir, kami telah berbicara dengan para pemimpin dunia dan pengembang vaksin untuk memastikan bahwa begitu vaksin tersedia, mereka tersedia secara merata di semua negara."
COVAX melanjutkan pembicaraan dengan perusahaan farmasi besar untuk memasukkan mereka ke dalam program.
Perjanjian tersebut mencakup penandatanganan perjanjian pembelian di muka dengan perusahaan Anglo-Swedia AstraZeneca untuk 170 juta dosis vaksin buatan AstraZeneca/Oxford.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Ghebreyesus mengungkapkan itu saat pertemuan global online mempromosikan inisiatif membagi 1,3 miliar dosis vaksin tahun depan pada 92 negara dengan pendapatan rendah dan menengah.
Inggris dan Amerika Serikat (AS) telah mulai memberikan suntikan vaksin Pfizer dan AS tampaknya akan menyetujui vaksin Moderna.
WHO mengatakan bahwa fasilitas COVAX, yang dibentuk untuk memungkinkan akses yang adil ke vaksin COVID-19 di seluruh dunia, diharapkan mulai mengirimkan vaksin pada semester pertama tahun depan. (Baca Juga: Parahnya Wabah COVID-19 di AS, RS Ubah Tempat Parkir Jadi Ruang Perawatan)
"Kami dengan bangga mengumumkan bahwa COVAX telah mendapatkan akses ke hampir 2 miliar dosis dari beberapa kandidat vaksin yang menjanjikan," ungkap Tedros. (Lihat Infografis: Hidup Mewah Putin, dengan Kekayaan Mencapai Rp3.066 T)
"Perjanjian yang belum pernah terjadi sebelumnya ini berarti bahwa semua 190 negara yang berpartisipasi dalam COVAX akan dapat mengakses vaksin untuk melindungi kelompok rentan dalam populasi mereka selama paruh pertama tahun depan," ujar dia. (Lihat Video: Oknum PNS dan Polisi Ditangkap terkait Aborsi Ilegal)
"Datangnya vaksin memberi kita semua sekilas cahaya di ujung terowongan," tutur Tedros.
"Tapi kita hanya akan benar-benar mengakhiri pandemi jika kita mengakhirinya di mana-mana pada waktu yang sama, yang berarti penting untuk memvaksinasi beberapa orang di semua negara, daripada semua orang di beberapa negara,” ungkap dia.
Dia menambahkan, "Selama hampir setahun terakhir, kami telah berbicara dengan para pemimpin dunia dan pengembang vaksin untuk memastikan bahwa begitu vaksin tersedia, mereka tersedia secara merata di semua negara."
COVAX melanjutkan pembicaraan dengan perusahaan farmasi besar untuk memasukkan mereka ke dalam program.
Perjanjian tersebut mencakup penandatanganan perjanjian pembelian di muka dengan perusahaan Anglo-Swedia AstraZeneca untuk 170 juta dosis vaksin buatan AstraZeneca/Oxford.
(sya)
tulis komentar anda