Buru Mineral Langka, China Jelajahi Palung dan Antariksa
Rabu, 02 Desember 2020 - 07:23 WIB
Harian People’s Daily, media yang menjadi corong Partai Komunis China , menyebutkan eksplorasi laut dalam itu sangat penting untuk memahami peta strategis internasional. (Baca juga: Covid-19 Bisa Sebabkan Gigi Penderita Tanggal)
“Sebagai contoh, Jepang telah menemukan sumber daya alam langka di Samudra Pasifik di mana itu memiliki cadangan 1.000 kali lebih banyak dibandingkan di tanah,” demikian tulis People’s Daily.
Mereka menyebutkan, lautan menjadi tatanan baru dunia. “Jika kita mengeksplorasi dunia ini, pihak lain akan mengeksplorasinya,” ungkap media tersebut.
China memang kerap berburu rare earth (tanah jarang) yang disebut sebagai hal paling esensial untuk produk berteknologi tinggi seperti sistem radar dan misil. Beijing memang berusaha mengusai dan mendominasi tanah jarang tersebut. Pada Juli lalu, Pemerintah China meningkatkan kuota untuk meningkatkan penambahan rare earth sebanyak 140.000 ton.
Melansir China Daily, pengusaha China juga berinvestasi di perusahaan rare earth di Greenland seiring dengan peningkatan ekonomi di kawasan Artik tersebut. Tapi, kompetisi untuk perebutan rare earth juga terjadi di seluruh dunia. (Baca juga: Moeldoko Ungkap Sulitnya Menumpas Kelompok MIT Pimpinan Ali Kalora)
Pada 2018, para peneliti Jepang menjadi pengubah permainan setelah menemukan pulau kecil bernama Minamitori di Samudra Pasifik. Di pulau tersebut mengandung jutaan ton rare earth yang sangat bernilai di dekat lumpur laut dalam. Pada tahun yang sama, Reuters melaporkan, India menyiapkan USD1 miliar untuk pencarian sumber daya di bawah laut untuk menemukan rare earth atau mineral yang bisa diekstrak.
Melansir Forbes, China memang kini makin mendominasi dalam penambangan mineral dan tambang tanah jarang. Untuk produksi tanah jarang, China sudah menguasai hampir 90%. "Risiko itu mulai terkuak sejak Presiden China Xi Jinping pada tahun lalu," kata Pini Althaus, CEO USA Rare Earth.
Saat itu, Xi berkunjung ke fasilitas rare earth yang dimiliki China dan melarang ekspor produk tersebut ke Amerika Serikat (AS). "Padahal, militer AS bergantung kepada rare earth yang diolah China untuk pesawat tempur dan Tomahawk," ujarnya. (Baca juga: Penawaran Surat Utang Negara Capai Rp94,3 Triliun)
Dalam pandangan pakar Asia dari Universitas Miami, AS, June Teufel Dreyer, China merupakan ancaman serius bagi AS dan Uni Eropa dalam penguasaan rare earth. "China telah memonopoli produksi rare earth sehingga ada motivasi untuk memaksimalkan keuntungan," ucapnya.
Berambisi Kuasai Antariksa
“Sebagai contoh, Jepang telah menemukan sumber daya alam langka di Samudra Pasifik di mana itu memiliki cadangan 1.000 kali lebih banyak dibandingkan di tanah,” demikian tulis People’s Daily.
Mereka menyebutkan, lautan menjadi tatanan baru dunia. “Jika kita mengeksplorasi dunia ini, pihak lain akan mengeksplorasinya,” ungkap media tersebut.
China memang kerap berburu rare earth (tanah jarang) yang disebut sebagai hal paling esensial untuk produk berteknologi tinggi seperti sistem radar dan misil. Beijing memang berusaha mengusai dan mendominasi tanah jarang tersebut. Pada Juli lalu, Pemerintah China meningkatkan kuota untuk meningkatkan penambahan rare earth sebanyak 140.000 ton.
Melansir China Daily, pengusaha China juga berinvestasi di perusahaan rare earth di Greenland seiring dengan peningkatan ekonomi di kawasan Artik tersebut. Tapi, kompetisi untuk perebutan rare earth juga terjadi di seluruh dunia. (Baca juga: Moeldoko Ungkap Sulitnya Menumpas Kelompok MIT Pimpinan Ali Kalora)
Pada 2018, para peneliti Jepang menjadi pengubah permainan setelah menemukan pulau kecil bernama Minamitori di Samudra Pasifik. Di pulau tersebut mengandung jutaan ton rare earth yang sangat bernilai di dekat lumpur laut dalam. Pada tahun yang sama, Reuters melaporkan, India menyiapkan USD1 miliar untuk pencarian sumber daya di bawah laut untuk menemukan rare earth atau mineral yang bisa diekstrak.
Melansir Forbes, China memang kini makin mendominasi dalam penambangan mineral dan tambang tanah jarang. Untuk produksi tanah jarang, China sudah menguasai hampir 90%. "Risiko itu mulai terkuak sejak Presiden China Xi Jinping pada tahun lalu," kata Pini Althaus, CEO USA Rare Earth.
Saat itu, Xi berkunjung ke fasilitas rare earth yang dimiliki China dan melarang ekspor produk tersebut ke Amerika Serikat (AS). "Padahal, militer AS bergantung kepada rare earth yang diolah China untuk pesawat tempur dan Tomahawk," ujarnya. (Baca juga: Penawaran Surat Utang Negara Capai Rp94,3 Triliun)
Dalam pandangan pakar Asia dari Universitas Miami, AS, June Teufel Dreyer, China merupakan ancaman serius bagi AS dan Uni Eropa dalam penguasaan rare earth. "China telah memonopoli produksi rare earth sehingga ada motivasi untuk memaksimalkan keuntungan," ucapnya.
Berambisi Kuasai Antariksa
tulis komentar anda