Kebijakan Timur Tengah Obama Mungkin Kembali 'Hidup' di Masa Pemerintahan Biden
Selasa, 24 November 2020 - 02:30 WIB
(Baca: Biden Akan Umumkan Kabinet Pertamanya pada Selasa )
Kahl, yang menjabat sebagai direktur di Kementerian Pertahanan AS yang mengurusi masalah Timur Tengah dari 2009 sampai akhir 2011, sebagian besar dianggap sebagai arsitek tanggapan Pentagon terhadap "Arab Spring" di awal 2010-an dan kemudian dibajak oleh kelompok teroris, seperti Ikhwanul Muslimin, al-Qaeda, dan kemudian ISIS di beberapa negara Arab.
Menanggapi kritik Partai Republik terhadap strategi Obama di Timur Tengah dan Afrika Utara, Kahl bersikeras pada tahun 2012 bahwa pemberontakan militan pada akhirnya akan digantikan oleh aliansi antara "Islamis moderat" dan partai-partai Arab sekuler, sesuatu yang belum pernah terjadi, hampir satu dekade setelah peristiwa awal.
Dia juga dikenal sebagai pengkritik utama Trump, khususnya terkait kebijakan Timur Tengah. Dia mengecam Trump atas keputusannya untuk segera menarik diri dari Suriah setelah kekalahan teroris Daesh. Menurut Kahl, tujuan Washington di Republik Arab tidak terbatas untuk menggagalkan ancaman teror.
(Baca: Iran: Biden Bisa Cabut Sanksi dengan Tiga Perintah Eksekutif )
Sebaliknya, mantan Penasihat Keamanan Nasional AS itu memuji rencana Biden untuk mempertahankan kontingen militer terbatas di Timur Tengah dan Afghanistan.
Namun, menurut Kadi, situasi di Timur Tengah dan sekitarnya telah berubah secara dramatis selama beberapa tahun terakhir. Selain itu, Suriah bukan lagi negara yang runtuh seperti lima tahun lalu.
"Jika (Kahl) benar-benar ingin memiliki 'keterlibatan progresif' dengan rakyat Suriah, ia kemudian harus mendukung gagasan menarik diri dari Suriah tanpa syarat karena Amerika tidak memiliki bisnis di Suriah atau legitimasi kehadirannya," tegasnya.
Kahl, yang menjabat sebagai direktur di Kementerian Pertahanan AS yang mengurusi masalah Timur Tengah dari 2009 sampai akhir 2011, sebagian besar dianggap sebagai arsitek tanggapan Pentagon terhadap "Arab Spring" di awal 2010-an dan kemudian dibajak oleh kelompok teroris, seperti Ikhwanul Muslimin, al-Qaeda, dan kemudian ISIS di beberapa negara Arab.
Menanggapi kritik Partai Republik terhadap strategi Obama di Timur Tengah dan Afrika Utara, Kahl bersikeras pada tahun 2012 bahwa pemberontakan militan pada akhirnya akan digantikan oleh aliansi antara "Islamis moderat" dan partai-partai Arab sekuler, sesuatu yang belum pernah terjadi, hampir satu dekade setelah peristiwa awal.
Dia juga dikenal sebagai pengkritik utama Trump, khususnya terkait kebijakan Timur Tengah. Dia mengecam Trump atas keputusannya untuk segera menarik diri dari Suriah setelah kekalahan teroris Daesh. Menurut Kahl, tujuan Washington di Republik Arab tidak terbatas untuk menggagalkan ancaman teror.
(Baca: Iran: Biden Bisa Cabut Sanksi dengan Tiga Perintah Eksekutif )
Sebaliknya, mantan Penasihat Keamanan Nasional AS itu memuji rencana Biden untuk mempertahankan kontingen militer terbatas di Timur Tengah dan Afghanistan.
Namun, menurut Kadi, situasi di Timur Tengah dan sekitarnya telah berubah secara dramatis selama beberapa tahun terakhir. Selain itu, Suriah bukan lagi negara yang runtuh seperti lima tahun lalu.
"Jika (Kahl) benar-benar ingin memiliki 'keterlibatan progresif' dengan rakyat Suriah, ia kemudian harus mendukung gagasan menarik diri dari Suriah tanpa syarat karena Amerika tidak memiliki bisnis di Suriah atau legitimasi kehadirannya," tegasnya.
(esn)
tulis komentar anda