PBB dan UE Kecam Aksi Pembongkaran Israel di Tepi Barat
Jum'at, 06 November 2020 - 14:23 WIB
NEW YORK - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa (UE) mengecam pembongkaran militer Israel di Tepi Barat yang mengakibatkan 73 warga Palestina , termasuk 41 anak-anak, kehilangan tempat tinggal.
PBB menggambarkan pembongkaran di desa Khirbet Humsa sebagai insiden pemindahan paksa terbesar dalam lebih dari empat tahun.
Seorang pengamat dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan militer Israel juga menghancurkan dua panel surya dan menyita sebuah traktor serta kendaraan pribadi.
Yvonne Helle, seorang pejabat senior Program Pembangunan PBB di wilayah Palestina, mengkritik alasan Koordinator Kegiatan Pemerintah Israel di Wilayah (COGAT) untuk menghancurkan bangunan, beberapa di antaranya telah disumbangkan sebagai bantuan kemanusiaan.
"Kurangnya izin bangunan yang dikeluarkan Israel biasanya disebut sebagai alasan, meskipun, karena rezim perencanaan yang restriktif dan diskriminatif, warga Palestina hampir tidak pernah bisa mendapatkan izin tersebut. Pembongkaran adalah cara utama untuk menciptakan lingkungan yang dirancang untuk memaksa orang Palestina untuk tinggalkan rumah mereka," ucap Helle seperti dikutip dari CNN, Jumat (6/11/2020).
Menurut PBB, Israel telah melakukan penghancuran luas di Tepi Barat dan Yerusalem Timur pada tahun 2020, menyebabkan 869 warga Palestina kehilangan tempat tinggal, mewakili jumlah pembongkaran terbesar sejak 2016.(Baca juga: Israel Dilaporkan Larang Pejabat Palestina Masuki Al-Aqsa )
"Saya mengingatkan semua pihak bahwa penghancuran besar-besaran properti dan pemindahan paksa orang-orang yang dilindungi di wilayah pendudukan merupakan pelanggaran berat dari Konvensi Jenewa Keempat. Sambil memastikan bahwa komunitas kemanusiaan siap mendukung semua orang yang telah terlantar atau terkena dampak lainnya. Saya dengan tegas mengulangi seruan kami kepada Israel untuk segera menghentikan pembongkaran yang melanggar hukum," seru Helle.
Kecaman juga datang dari UE.
"Perkembangan seperti itu merupakan penghalang menuju solusi dua negara," kata seorang juru bicara UE dalam sebuah pernyataan.
"UE mengulangi seruannya pada Israel untuk menghentikan semua penghancuran seperti itu, termasuk bangunan yang didanai UE, khususnya mengingat dampak kemanusiaan dari pandemi virus Corona saat ini," katanya.
COGAT, yang mengelola Tepi Barat yang diduduki, mengatakan tujuh tenda dan delapan kandang hancur karena dibangun secara ilegal di zona tembak di Lembah Jordan.
"Kami akan mencatat bahwa penegakan dilakukan sesuai dengan otoritas dan prosedur, dan tunduk pada pertimbangan operasional," kata COGAT dalam sebuah pernyataan.
Harbi Abu Al-Kabsh, seorang warga Palestina berusia 47 tahun, mengatakan penduduk desa tidak diberi peringatan tentang pembongkaran yang akan datang.
"Mereka tidak pernah memberi tahu kami bahwa mereka akan membongkar sampai kami melihat mereka datang dengan buldoser," katanya kepada CNN.
"Mereka bahkan tidak memberi kami kesempatan untuk mengambil properti kami," imbuhnya.(Baca juga: Bela Normalisasi Arab-Israel, Pompeo: Itu Menguntungkan Palestina Juga )
Al-Kabsh berjanji untuk membangun kembali rumahnya di tempat yang sama, meskipun bertahun-tahun terjadi pertempuran hukum atas nasib komunitasnya, dan tantangan langsung dari awal hujan musim dingin.
"Istri sepupu saya melahirkan dua hari lalu dan dia bersama bayinya di luar di bawah hujan. Saya sekarang membeli beberapa penutup hujan untuk melindungi anak-anak," katanya.
PBB menggambarkan pembongkaran di desa Khirbet Humsa sebagai insiden pemindahan paksa terbesar dalam lebih dari empat tahun.
Seorang pengamat dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan militer Israel juga menghancurkan dua panel surya dan menyita sebuah traktor serta kendaraan pribadi.
Yvonne Helle, seorang pejabat senior Program Pembangunan PBB di wilayah Palestina, mengkritik alasan Koordinator Kegiatan Pemerintah Israel di Wilayah (COGAT) untuk menghancurkan bangunan, beberapa di antaranya telah disumbangkan sebagai bantuan kemanusiaan.
"Kurangnya izin bangunan yang dikeluarkan Israel biasanya disebut sebagai alasan, meskipun, karena rezim perencanaan yang restriktif dan diskriminatif, warga Palestina hampir tidak pernah bisa mendapatkan izin tersebut. Pembongkaran adalah cara utama untuk menciptakan lingkungan yang dirancang untuk memaksa orang Palestina untuk tinggalkan rumah mereka," ucap Helle seperti dikutip dari CNN, Jumat (6/11/2020).
Menurut PBB, Israel telah melakukan penghancuran luas di Tepi Barat dan Yerusalem Timur pada tahun 2020, menyebabkan 869 warga Palestina kehilangan tempat tinggal, mewakili jumlah pembongkaran terbesar sejak 2016.(Baca juga: Israel Dilaporkan Larang Pejabat Palestina Masuki Al-Aqsa )
"Saya mengingatkan semua pihak bahwa penghancuran besar-besaran properti dan pemindahan paksa orang-orang yang dilindungi di wilayah pendudukan merupakan pelanggaran berat dari Konvensi Jenewa Keempat. Sambil memastikan bahwa komunitas kemanusiaan siap mendukung semua orang yang telah terlantar atau terkena dampak lainnya. Saya dengan tegas mengulangi seruan kami kepada Israel untuk segera menghentikan pembongkaran yang melanggar hukum," seru Helle.
Kecaman juga datang dari UE.
"Perkembangan seperti itu merupakan penghalang menuju solusi dua negara," kata seorang juru bicara UE dalam sebuah pernyataan.
"UE mengulangi seruannya pada Israel untuk menghentikan semua penghancuran seperti itu, termasuk bangunan yang didanai UE, khususnya mengingat dampak kemanusiaan dari pandemi virus Corona saat ini," katanya.
COGAT, yang mengelola Tepi Barat yang diduduki, mengatakan tujuh tenda dan delapan kandang hancur karena dibangun secara ilegal di zona tembak di Lembah Jordan.
"Kami akan mencatat bahwa penegakan dilakukan sesuai dengan otoritas dan prosedur, dan tunduk pada pertimbangan operasional," kata COGAT dalam sebuah pernyataan.
Harbi Abu Al-Kabsh, seorang warga Palestina berusia 47 tahun, mengatakan penduduk desa tidak diberi peringatan tentang pembongkaran yang akan datang.
"Mereka tidak pernah memberi tahu kami bahwa mereka akan membongkar sampai kami melihat mereka datang dengan buldoser," katanya kepada CNN.
"Mereka bahkan tidak memberi kami kesempatan untuk mengambil properti kami," imbuhnya.(Baca juga: Bela Normalisasi Arab-Israel, Pompeo: Itu Menguntungkan Palestina Juga )
Al-Kabsh berjanji untuk membangun kembali rumahnya di tempat yang sama, meskipun bertahun-tahun terjadi pertempuran hukum atas nasib komunitasnya, dan tantangan langsung dari awal hujan musim dingin.
"Istri sepupu saya melahirkan dua hari lalu dan dia bersama bayinya di luar di bawah hujan. Saya sekarang membeli beberapa penutup hujan untuk melindungi anak-anak," katanya.
(ber)
tulis komentar anda