Pemerintah AS Antisipasi Kerusuhan dan Serangan Siber Saat Pilpres

Rabu, 04 November 2020 - 11:15 WIB
Sementara di tengah ketidakpastian itu juga dihantui ancaman kekerasan. Bukan hanya Washington, pusat bisnis di Portland yang pernah menjadi lokasi unjuk rasa antirasisme juga memilih tutup. "Yang paling mengkhawatirkan bagi saya adalah bentrokan bersenjata antara kelompok-kelompok yang berlawanan," sebut Agen Khusus FBI Portland, Renn Cannon. Cannon mengatakan, situasi berbahaya bisa saja terjadi di mana aksi kekerasan yang tragis. Kantor FBI juga mengerahkan sumber daya manusianya untuk memantau tindak kejahatan pemilu termasuk penindasan para pemilih hingga penipuan dan ancaman dunia maya dari pelaku asing.

Hal yang sama juga berlaku di Washington dan New York. Pihak berwenang dan para pedagang di beberapa kota, termasuk New York dan Washington DC di sekitar Gedung Putih, telah menutupi etalase toko untuk mencegah potensi kerusakan dan penjarahan jika kekerasan terkait pemilu merebak. (Baca juga: Infeksi Virus Corona di Eropa Capai 11 Juta)

Pengusaha pun meminta agar setelah pemilu suasana bisa berlangsung tenang dan aman. Mereka khawatir hasil pemilu tidak diakui salah satu calon sehingga kerusuhan dan ketegangan bisa saja terjadi dan berimbas besar pada bisnis.

Pendiri Facebook Mark Zuckerberg mengatakan potensi kerusuhan sipil akan menjadi ujian bagi jejaringan sosial. Untuk itu,perlunya upaya menjaga misinformasi dan tekanan terhadap pemilih di jejaring sosial untuk menghindari desepsi dan pelanggaran seperti empat tahun lalu.

“Saya khawatir bangsa ini terpecah dan hasil pemilu memerlukan waktu beberapa hari atau pekan untuk diumumkan sehingga memunculkan resiko kerusuhan sipil,” kata Zuckerberg.

Banyak perusahaan AS memilih mempertahankan netralitas politik untuk menghindari konflik antar pegawai dan perbedaan pandangan politik. “Pemilu kali ini sangat sulit bagi perusahaan untuk memposisikan diri,” kata peneliti risiko dari Control Risks, Alison Wood. (Lihat videonya: Pilpres Bagi Diaspora Indonesia di Amerika Serikat)

Banyak perusahaan AS khawatir dengan polarisasi yang menjadi tema politik sehingga bisa membakar konflik di jalanan. “Banyak perusahaan telah melaksanakan mitigasi dengan mengizinkan karyawan bekerja di rumah,”ujar Wood. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More