Pemerintah AS Antisipasi Kerusuhan dan Serangan Siber Saat Pilpres
Rabu, 04 November 2020 - 11:15 WIB
WASHINGTON - Pemilu Amerika Serikat (AS) dibayangi ketidakpastian dan dihantui kekerasan sipil. Itu dikarenakan persaingan antar calon presiden sangat ketat. Ancaman saling klaim kemenangan dan kecurangan pemilu menjadi kekhawatiran yang terjadi padasebagian warga AS.
Pemilu tersebut juga dilaksanakan di saat krisis dan ketidakpastian melanda negara tersebut, mulai dari resesi ekonomi akibat pandemic korona hingga melemahnya posisi geopolitik Washington karena ditingal mitra koalisinya. Di dalam negeri, isu ketidakadilan sosial, rasisme yang sistemik, berbagai demonstrasi ketidakpuasan terhadap pemerintah hingga ketegangan antar kelompok di AS yang semakin kuat.
Berbagai isu yang dimainkan pada pemilu AS juga menunjukkan adanya permainan untuk memunculkan ketidakpastian. Tema kampanye pemilu AS Donald Trump meragukan integritas pemilu dan memperingatkan pengacara setelah pemilu selesai menjadikan kekhawatiran tersendiri. Upaya Trump meragukan proses demokrasi menunjukkan bahwa dia terus bermanuver untuk mengamankan periode kedua. (Baca: Biaya Operasional Pendidikan Terlambat Cair, Ada Apa?)
Langkah hukum Partai Republik sudah ditunjukkan setelah meminta pengadilan di Texas untuk mengabaikan 127.000 tempat pemungutan suara drive thru di wilayah penting yang ditolak hakim. Upaya mengabaikan validitas surat suara melalui pengiriman pos juga menjadi strategi Trump.
Kekhawatiran paling berat adalah upaya Trump untuk mendeklarasikan kemenangan sebelum seluruh surat suara dihitung. Trump dan Joe Biden dari Partai Demokrat juga fokus untuk berperang total di negara bagian yang menjadi petarungan penting. Itu bisa mendorong munculnya kekisruhan dan kebingungan setelah proses pemilu selesai. Apalagi ditambah dengan antusiasme pemungutan suara diri dan pengiriman surat suara melalui pos.
“Yang menjadi perhatian saya adalah ketika Trump mencoba mendeklarasikan kemenangan lebih awal padahal banyak surat suara yang belum dihitung,” kata Gubernur Michigan, Gretchen Whitmen, dari Partai Demokat. “Diperlukan waktu yang cukup panjang untuk menghitung semua surat suara,” paparnya.
Ketika kandidat mendeklarasikan kemenangan, tidak berarti pemilu memang berakhir. Tapi, langkah tersebut bisa memicu realitas politik palsu yang bisa memunculkan gugatan hukum. Trump sendiri sudah menyatakan bahwa pemilu kali ini akan berakhir di Mahkamah Agung. Itu menjadikan dia mengajukan hakim agung Amy Coney Barret sebelum pemilu untuk memperkuat kehadiran dan mayoritas konservatif di Mahkamah Agung. (Baca juga: Kenali dan Jangan Remehkan Gejala Long Covid)
Partai Demokrat juga sangat optimistis dengan kemenangan untuk mengumpulkan lebih dari 270 suara electoral untuk memenangkan Gedung Putih. “Kita sangat percaya diri,” kata penasehat senior Biden, Anita Dunn. Biden berharap bisa menang di negara bagian seperti Arizona, Florida, Georgia dan North Carolina.
Pemilu tersebut juga dilaksanakan di saat krisis dan ketidakpastian melanda negara tersebut, mulai dari resesi ekonomi akibat pandemic korona hingga melemahnya posisi geopolitik Washington karena ditingal mitra koalisinya. Di dalam negeri, isu ketidakadilan sosial, rasisme yang sistemik, berbagai demonstrasi ketidakpuasan terhadap pemerintah hingga ketegangan antar kelompok di AS yang semakin kuat.
Berbagai isu yang dimainkan pada pemilu AS juga menunjukkan adanya permainan untuk memunculkan ketidakpastian. Tema kampanye pemilu AS Donald Trump meragukan integritas pemilu dan memperingatkan pengacara setelah pemilu selesai menjadikan kekhawatiran tersendiri. Upaya Trump meragukan proses demokrasi menunjukkan bahwa dia terus bermanuver untuk mengamankan periode kedua. (Baca: Biaya Operasional Pendidikan Terlambat Cair, Ada Apa?)
Langkah hukum Partai Republik sudah ditunjukkan setelah meminta pengadilan di Texas untuk mengabaikan 127.000 tempat pemungutan suara drive thru di wilayah penting yang ditolak hakim. Upaya mengabaikan validitas surat suara melalui pengiriman pos juga menjadi strategi Trump.
Kekhawatiran paling berat adalah upaya Trump untuk mendeklarasikan kemenangan sebelum seluruh surat suara dihitung. Trump dan Joe Biden dari Partai Demokrat juga fokus untuk berperang total di negara bagian yang menjadi petarungan penting. Itu bisa mendorong munculnya kekisruhan dan kebingungan setelah proses pemilu selesai. Apalagi ditambah dengan antusiasme pemungutan suara diri dan pengiriman surat suara melalui pos.
“Yang menjadi perhatian saya adalah ketika Trump mencoba mendeklarasikan kemenangan lebih awal padahal banyak surat suara yang belum dihitung,” kata Gubernur Michigan, Gretchen Whitmen, dari Partai Demokat. “Diperlukan waktu yang cukup panjang untuk menghitung semua surat suara,” paparnya.
Ketika kandidat mendeklarasikan kemenangan, tidak berarti pemilu memang berakhir. Tapi, langkah tersebut bisa memicu realitas politik palsu yang bisa memunculkan gugatan hukum. Trump sendiri sudah menyatakan bahwa pemilu kali ini akan berakhir di Mahkamah Agung. Itu menjadikan dia mengajukan hakim agung Amy Coney Barret sebelum pemilu untuk memperkuat kehadiran dan mayoritas konservatif di Mahkamah Agung. (Baca juga: Kenali dan Jangan Remehkan Gejala Long Covid)
Partai Demokrat juga sangat optimistis dengan kemenangan untuk mengumpulkan lebih dari 270 suara electoral untuk memenangkan Gedung Putih. “Kita sangat percaya diri,” kata penasehat senior Biden, Anita Dunn. Biden berharap bisa menang di negara bagian seperti Arizona, Florida, Georgia dan North Carolina.
Lihat Juga :
tulis komentar anda