Tersangka Kedua Serangan Pisau di Gereja Prancis Ditangkap
Jum'at, 30 Oktober 2020 - 22:56 WIB
PARIS - Otoritas keamanan Prancis menangkap tersangka kedua dalam serangan pisau di gereja Nice . Tiga orang tewas dalam serangan tersebut di mana salah satu korban dipenggal.
Dikutip dari AP, Jumat (30/10/2020), tersangka kedua yang ditahan adalah seorang pria berusia 47 tahun. Ia diyakini melakukan kontak dengan pelaku penyerangan pada malam sebelumnya, menurut seorang pejabat pengadilan yang menolak identitasnya diungkap.
Jaksa anti-terorisme Prancis mengatakan tersangka adalah seorang warga Tunisia yang lahir pada 1999 yang mencapai pulau Lampedusa di Italia, titik pendaratan utama bagi para migran yang menyeberang dengan perahu dari Afrika Utara, pada 20 September. Tidak jelas kapan dia tiba di Nice.
Pelaku penyerangan, Ibrahim Issaoui, terluka parah oleh polisi dan dirawat di rumah sakit.(Baca juga: Pelaku Penyerangan Gereja di Prancis Berhasil Ditangkap Hidup-hidup )
Dalam sebuah wawancara, dengan berlinang air mata, ibu Issaoui mengaku terkejut mendengar putranya berada di Prancis ketika ia menelepon saat tiba dan tidak tahu apa yang direncanakan oleh anaknya.
"Kau tidak tahu bahasa Prancis, kau tidak kenal siapa pun di sana, kau akan tinggal sendirian di sana, mengapa, mengapa kau pergi ke sana?" ujarnya memberitahu si anak melalui telepon.
Saudara Issaoui memberi tahu Al Arabiya bahwa ia memberi tahu keluarganya akan tidur di depan gereja, dan mengirimi mereka foto yang menunjukkan dirinya di katedral tempat serangan itu terjadi. Seorang tetangga memngatakan ia mengenal pelaku sebagai seorang mekanik dan melakukan pekerjaan serabutan. Pelaku tidak menunjukkan tanda-tanda radikalisasi.
Serangan itu adalah yang ketiga dalam waktu kurang dari dua bulan yang oleh pihak berwenang Prancis dikaitkan dengan ekstremis Muslim, termasuk pemenggalan kepala seorang guru yang telah menunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW di kelas setelah gambar-gambar itu diterbitkan ulang oleh majalah satir Charlie Hebdo.(Baca juga: Kartun Nabi Muhammad Jadi Bahan Diskusi, Guru di Prancis Dipenggal )
Gambar itu sangat menyinggung banyak umat Muslim, dan pengunjuk rasa membakar bendera Prancis, menginjak potret Macron atau menyerukan boikot produk Prancis pada demonstrasi Jumat di beberapa negara.
Pemerintah Prancis mengatakan bahwa 3.500 tentara cadangan akan bergabung dengan ribuan lainnya untuk melindungi sekolah dan situs keagamaan. Sekolah tetap buka selama penutupan nasional yang dimulai Jumat untuk membendung penyebaran virus, tetapi layanan keagamaan dibatalkan - kecuali hari Minggu ini untuk Hari Semua Orang Kudus.
Menteri Dalam Negeri Prancis mengatakan bahwa negara itu "berperang" dengan ekstremis Islam, dan anggota parlemen konservatif untuk wilayah Nice, Eric Ciotti, menyerukan "Guantanamo bergaya Prancis" untuk menahan tersangka teroris.
Banyak Muslim Prancis mengecam pembunuhan tersebut, sambil memperingatkan agar tidak menstigmatisasi mayoritas Muslim yang damai di negara itu.
Imam wilayah Nice, Otmane Aissaoui, mengecam serangan tersebut dengan mengatakan: "mengecam tindakan teror yang mengerikan, kebiadaban, kegilaan manusiawi yang menjerumuskan kita ke dalam kesedihan, keterkejutan, dan rasa sakit dan sekali lagi menempatkan Muslim Prancis dalam sorotan."
"Penyerang memukul saudara dan saudari yang berdoa kepada Tuhan mereka," katanya kepada The Associated Press.
"Seolah-olah masjid disentuh ... Saya sangat Kristen hari ini," tukasnya.
Dikutip dari AP, Jumat (30/10/2020), tersangka kedua yang ditahan adalah seorang pria berusia 47 tahun. Ia diyakini melakukan kontak dengan pelaku penyerangan pada malam sebelumnya, menurut seorang pejabat pengadilan yang menolak identitasnya diungkap.
Jaksa anti-terorisme Prancis mengatakan tersangka adalah seorang warga Tunisia yang lahir pada 1999 yang mencapai pulau Lampedusa di Italia, titik pendaratan utama bagi para migran yang menyeberang dengan perahu dari Afrika Utara, pada 20 September. Tidak jelas kapan dia tiba di Nice.
Pelaku penyerangan, Ibrahim Issaoui, terluka parah oleh polisi dan dirawat di rumah sakit.(Baca juga: Pelaku Penyerangan Gereja di Prancis Berhasil Ditangkap Hidup-hidup )
Dalam sebuah wawancara, dengan berlinang air mata, ibu Issaoui mengaku terkejut mendengar putranya berada di Prancis ketika ia menelepon saat tiba dan tidak tahu apa yang direncanakan oleh anaknya.
"Kau tidak tahu bahasa Prancis, kau tidak kenal siapa pun di sana, kau akan tinggal sendirian di sana, mengapa, mengapa kau pergi ke sana?" ujarnya memberitahu si anak melalui telepon.
Saudara Issaoui memberi tahu Al Arabiya bahwa ia memberi tahu keluarganya akan tidur di depan gereja, dan mengirimi mereka foto yang menunjukkan dirinya di katedral tempat serangan itu terjadi. Seorang tetangga memngatakan ia mengenal pelaku sebagai seorang mekanik dan melakukan pekerjaan serabutan. Pelaku tidak menunjukkan tanda-tanda radikalisasi.
Serangan itu adalah yang ketiga dalam waktu kurang dari dua bulan yang oleh pihak berwenang Prancis dikaitkan dengan ekstremis Muslim, termasuk pemenggalan kepala seorang guru yang telah menunjukkan karikatur Nabi Muhammad SAW di kelas setelah gambar-gambar itu diterbitkan ulang oleh majalah satir Charlie Hebdo.(Baca juga: Kartun Nabi Muhammad Jadi Bahan Diskusi, Guru di Prancis Dipenggal )
Gambar itu sangat menyinggung banyak umat Muslim, dan pengunjuk rasa membakar bendera Prancis, menginjak potret Macron atau menyerukan boikot produk Prancis pada demonstrasi Jumat di beberapa negara.
Pemerintah Prancis mengatakan bahwa 3.500 tentara cadangan akan bergabung dengan ribuan lainnya untuk melindungi sekolah dan situs keagamaan. Sekolah tetap buka selama penutupan nasional yang dimulai Jumat untuk membendung penyebaran virus, tetapi layanan keagamaan dibatalkan - kecuali hari Minggu ini untuk Hari Semua Orang Kudus.
Menteri Dalam Negeri Prancis mengatakan bahwa negara itu "berperang" dengan ekstremis Islam, dan anggota parlemen konservatif untuk wilayah Nice, Eric Ciotti, menyerukan "Guantanamo bergaya Prancis" untuk menahan tersangka teroris.
Banyak Muslim Prancis mengecam pembunuhan tersebut, sambil memperingatkan agar tidak menstigmatisasi mayoritas Muslim yang damai di negara itu.
Imam wilayah Nice, Otmane Aissaoui, mengecam serangan tersebut dengan mengatakan: "mengecam tindakan teror yang mengerikan, kebiadaban, kegilaan manusiawi yang menjerumuskan kita ke dalam kesedihan, keterkejutan, dan rasa sakit dan sekali lagi menempatkan Muslim Prancis dalam sorotan."
"Penyerang memukul saudara dan saudari yang berdoa kepada Tuhan mereka," katanya kepada The Associated Press.
"Seolah-olah masjid disentuh ... Saya sangat Kristen hari ini," tukasnya.
(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda