Kamboja Tolak Anggapan 'Negara Satelit China' meski Banyak Dibantu Beijing

Jum'at, 09 Oktober 2020 - 11:32 WIB
Para tentara Angkatan Laut Kamboja siaga di Pangkalan Angkatan Laut Ream. Foto/REUTERS/Samrang Pring
PHNOM PENH - Kamboja menolak anggapan asing sebagai "negara satelit China " meski telah menerima banyak bantuan dari Beijing.

Perdana Menteri Hun Sen mengatakan anggapan itu muncul setelah ada kekhawatiran pangkalan Angkatan Laut Kamboja telah diserahkan kepada militer China untuk digunakan secara eksklusif. Kekhawatiran yang disuarakan Pentagon itu bermula dari penghancuran fasilitas yang didanai Amerika Serikat di Pangkalan Angkatan Laut Ream pada bulan lalu.

Hun Sen mengatakan dia telah meminta Kementerian Luar Negeri untuk mengirim catatan diplomatik ke semua kedutaan asing untuk menjelaskan alasan dibalik pembongkaran fasilitas tersebut. (Baca: Kamboja Hancurkan Fasilitas Militer Buatan AS, Bantah Akan Digunakan China )



Menurut laporan Khmer Times, yang dilansir Jumat (9/10/2020), dia juga mengucapkan terima kasih kepada pemerintah China karena membantu membangun jalan, jembatan, dan infrastruktur lainnya di Kamboja.

"Tetapi beberapa, ketika mereka melihat China membantu membangun jalan kami melalui bantuan dan pinjaman yang tidak dapat dikembalikan, mereka menuduh Kamboja sebagai satelit bagi China," katanya.

"Saya ingin bertanya kembali kepada Anda jika China tidak membantu membangun jalan ini, siapa lagi yang akan datang untuk membangunnya?," ujarnya.

Dia mengatakan jika ada yang bisa membuktikan bahwa negara lain bisa melakukannya selain China, dia akan mundur. (Baca: Pentagon: China Lirik Indonesia Jadi Pangkalan Militernya )

Hun Sen menambahkan, meski beberapa jalan dan jembatan dibangun oleh Jepang dan Korea Selatan, China telah membangun ribuan kilometer jalan di negara tersebut.

Dalam menyangkal laporan bahwa China memiliki penggunaan eksklusif pangkalan Angkatan Laut Ream, dia mengatakan Kamboja telah mengizinkan kapal dari berbagai negara untuk menggunakan pelabuhan militer tersebut, meskipun mereka harus meminta izin sebelumnya karena pelabuhan tersebut untuk penggunaan militer, bukan pelabuhan barang.

"Negara mana pun bisa meminta izin untuk merapatkan kapal mereka untuk diisi bahan bakar atau mendarat untuk melakukan latihan dengan Kamboja atau melakukan pekerjaan lain dengan Kamboja. Kami menyambut mereka," katanya.

Juru bicara Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) Chad Roedemeier mengatakan dia kecewa karena otoritas militer Kamboja memilih untuk menghancurkan fasilitas keamanan laut yang baru berusia tujuh tahun.

Dia menggambarkan fasilitas itu sebagai tanda hubungan AS-Kamboja. (Baca juga: Media China Sentil Indonesia karena Menentang Klaim China di Laut China Selatan )

"Kami memiliki kekhawatiran bahwa penghancuran fasilitas itu mungkin terkait dengan rencana untuk menampung aset dan personel militer China di Pangkalan Angkatan Laut Ream," katanya.

"Kehadiran militer seperti itu akan berdampak negatif pada hubungan bilateral AS-Kamboja dan mengganggu serta mengguncang kawasan Indo-Pasifik."

"Kami akan menyambut baik dialog tentang kebutuhan Kamboja, dan untuk mengidentifikasi bagaimana kami dapat mendukung infrastruktur di Ream yang akan menguntungkan Kamboja yang merdeka dan semua negara yang mendukung Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka."

Pihak berwenang Kamboja mengatakan Markas Komando Taktis yang dihancurkan akan dipindahkan ke daerah Koh Preap, sekitar 30 km jauhnya.

"Lokasi baru ini akan memfasilitasi peningkatan efisiensi operasional melalui fasilitas docking-nya sendiri, menyederhanakan hubungan antar lembaga nasional terkait, memberikan kebebasan untuk perluasan infrastruktur lebih lanjut dan mendorong kerja sama dengan mitra internasional," kata pemerintah Kamboja.

The Phnom Penh Post melaporkan analis politik Lao Mong Hay mengatakan bahwa Perjanjian Perdamaian Paris 1991 dan konstitusi Kamboja menjamin netralitas Kamboja.

Konstitusi juga melarang pangkalan militer dan kehadiran pasukan asing di tanah Kamboja.

Dia mengatakan sudah sepantasnya bagi pemerintah dan ketua bersama Konferensi Internasional Paris tentang Kamboja termasuk Prancis dan Indonesia untuk membentuk komite netral tentang Kamboja.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More