Oposisi Seoul: Intelijen Tunjukkan Korut Perintahkan Bakar Jasad Pejabat Korsel
Selasa, 29 September 2020 - 16:26 WIB
SEOUL - Seorang pemimpin oposisi Korea Selatan (Korsel) mengatakan militer Seoul telah memverifikasi bahwa pasukan Korea Utara (Korut) memang membakar jasad seorang pejabat pemerintah Korea Selatan yang mereka tembak pekan lalu.
Pemimpin oposisi dari Partai People Power, Joo Ho-young, mengatakan kementerian Pertahanan Nasional menggunakan "intelijen khusus" untuk menentukan bahwa rezim Pyongyang memerintahkan agar jasad pejabat perikanan tersebut disiram bahan bakar dan dibakar. (Baca: Korut Tembak Mati Pejabat Korsel, Jasadnya Dibakar )
"Ini bukan apa yang dinilai oleh Kementerian Pertahanan sendiri, tapi apa yang didengarnya secara akurat," kata Joo kepada media lokal, Selasa (29/9/2020) yang dilansir Russia Today.
Dia menuduh Partai Demokrat yang berkuasa di Korsel lebih menerima cerita peristiwa versi Pyonyang daripada mendengarkan militer negara mereka sendiri.
Korban, yang bekerja untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan Korea Selatan, hilang saat memeriksa perairan dekat perbatasan antara dua negara yang bermusuhan. Pejabat tersebut dilaporkan melompat dari kapalnya dan hanyut ke perairan Korea Utara, dan dilaporkan membelot ke Korea Utara.
Korban ditembak oleh tentara Korea Utara saat dia berusaha melarikan diri ketika diinterogasi. (Baca: Langka, Kim Jong-un Minta Maaf kepada Korsel )
Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengatakan pada hari Kamis bahwa tubuh pejabat tersebut, serta perangkat pelampungnya, telah dibakar, tetapi tidak memberikan rincian tentang bagaimana mencapai kesimpulan tersebut.
Namun, rezim Pyongyang yang diperintah Kim Jong-un membantah telah membakar jasad pejabat Korea Korea Selatan. Rezim Kim hanya mengakui bahwa tentaranya membakar perangkat apung sebagai bagian dari tindakan pencegahan penyebaran virus corona baru (Covid-19).
Pada hari Senin, Korea Selatan memperluas pencarian jenazah pejabat tersebut. Sedikitnya enam pesawat dan 45 kapal ikut serta dalam operasi tersebut. Pyongyang menuduh Seoul menggunakan pencarian sebagai dalih untuk memasuki perairan teritorialnya dan mengatakan bahwa pihaknya melakukan pencarian sendiri untuk menemukan jenazah pejabat tersebut.
"Intrusi dapat menyebabkan eskalasi ketegangan di kawasan ini," kata pemerintah Korea Utara melalui medianya kemarin.
Insiden itu menyebabkan permintaan maaf yang langka dari pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, yang mengatakan pembunuhan itu seharusnya tidak terjadi. Seoul telah mendesak Pyongyang untuk menyelidiki lebih lanjut masalah tersebut dan menyarankan kemungkinan penyelidikan bersama. (Baca juga: Trump Klaim Kim Jong-un Tunjukkan Kepala Paman usai Mengeksekusinya )
Kedua Korea menandatangani kesepakatan pada 2018 yang menyerukan kerja sama ekonomi yang lebih erat dan perbatasan yang tidak terlalu termiliterisasi. Perjanjian penting itu diikuti dengan pembicaraan denuklirisasi tahun 2019. Namun, negosiasi ini gagal setelah Korea Utara menolak rencana AS yang akan mencabut sanksi dengan imbalan pelucutan senjata nuklir.
Dalam beberapa bulan terakhir, upaya rekonsiliasi memburuk antara Seoul dan Pyongyang. Pada bulan Juni, Korea Utara meledakkan kantor penghubung antar-Korea yang terletak di wilayahnya, setelah Korea Utara menuduh Seoul tidak berbuat cukup untuk menghentikan para pembelot menyelundupkan selebaran dan literatur anti-pemerintah lainnya melintasi perbatasan.
Pemimpin oposisi dari Partai People Power, Joo Ho-young, mengatakan kementerian Pertahanan Nasional menggunakan "intelijen khusus" untuk menentukan bahwa rezim Pyongyang memerintahkan agar jasad pejabat perikanan tersebut disiram bahan bakar dan dibakar. (Baca: Korut Tembak Mati Pejabat Korsel, Jasadnya Dibakar )
"Ini bukan apa yang dinilai oleh Kementerian Pertahanan sendiri, tapi apa yang didengarnya secara akurat," kata Joo kepada media lokal, Selasa (29/9/2020) yang dilansir Russia Today.
Dia menuduh Partai Demokrat yang berkuasa di Korsel lebih menerima cerita peristiwa versi Pyonyang daripada mendengarkan militer negara mereka sendiri.
Korban, yang bekerja untuk Kementerian Kelautan dan Perikanan Korea Selatan, hilang saat memeriksa perairan dekat perbatasan antara dua negara yang bermusuhan. Pejabat tersebut dilaporkan melompat dari kapalnya dan hanyut ke perairan Korea Utara, dan dilaporkan membelot ke Korea Utara.
Korban ditembak oleh tentara Korea Utara saat dia berusaha melarikan diri ketika diinterogasi. (Baca: Langka, Kim Jong-un Minta Maaf kepada Korsel )
Kementerian Pertahanan Korea Selatan mengatakan pada hari Kamis bahwa tubuh pejabat tersebut, serta perangkat pelampungnya, telah dibakar, tetapi tidak memberikan rincian tentang bagaimana mencapai kesimpulan tersebut.
Namun, rezim Pyongyang yang diperintah Kim Jong-un membantah telah membakar jasad pejabat Korea Korea Selatan. Rezim Kim hanya mengakui bahwa tentaranya membakar perangkat apung sebagai bagian dari tindakan pencegahan penyebaran virus corona baru (Covid-19).
Pada hari Senin, Korea Selatan memperluas pencarian jenazah pejabat tersebut. Sedikitnya enam pesawat dan 45 kapal ikut serta dalam operasi tersebut. Pyongyang menuduh Seoul menggunakan pencarian sebagai dalih untuk memasuki perairan teritorialnya dan mengatakan bahwa pihaknya melakukan pencarian sendiri untuk menemukan jenazah pejabat tersebut.
"Intrusi dapat menyebabkan eskalasi ketegangan di kawasan ini," kata pemerintah Korea Utara melalui medianya kemarin.
Insiden itu menyebabkan permintaan maaf yang langka dari pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, yang mengatakan pembunuhan itu seharusnya tidak terjadi. Seoul telah mendesak Pyongyang untuk menyelidiki lebih lanjut masalah tersebut dan menyarankan kemungkinan penyelidikan bersama. (Baca juga: Trump Klaim Kim Jong-un Tunjukkan Kepala Paman usai Mengeksekusinya )
Kedua Korea menandatangani kesepakatan pada 2018 yang menyerukan kerja sama ekonomi yang lebih erat dan perbatasan yang tidak terlalu termiliterisasi. Perjanjian penting itu diikuti dengan pembicaraan denuklirisasi tahun 2019. Namun, negosiasi ini gagal setelah Korea Utara menolak rencana AS yang akan mencabut sanksi dengan imbalan pelucutan senjata nuklir.
Dalam beberapa bulan terakhir, upaya rekonsiliasi memburuk antara Seoul dan Pyongyang. Pada bulan Juni, Korea Utara meledakkan kantor penghubung antar-Korea yang terletak di wilayahnya, setelah Korea Utara menuduh Seoul tidak berbuat cukup untuk menghentikan para pembelot menyelundupkan selebaran dan literatur anti-pemerintah lainnya melintasi perbatasan.
(min)
tulis komentar anda