Situasi Memanas, Brasil Alami Krisis Politik di Tengah Pandemi

Selasa, 05 Mei 2020 - 09:30 WIB
Polisi menggunakan masker berdiri di depan Patung Christ the Redeemer di Rio de Janeiro, Brasil, kemarin. Foto/Reuters
RIO DE JANEIRO - Kongres dan pengadilan atas nama rakyat mengkritik keras Presiden Brasil Jair Bolsonaro, kemarin. Krisis politik itu terjadi menyusul meningkatnya jumlah pasien virus corona Covid-19 setelah dicabutnya status darurat nasional.

Situasi itu terus memanas sejak beberapa hari lalu. Sejauh ini, jumlah pasien Covid-19 di Brasil mencapai 101.147 orang, 7.025 lainnya tewas. Masyarakat Brasil mendesak pemerintah melindungi suku asli di pedalaman.

Pada waktu bersamaan, Bolsonaro menghadapi banyak polemik politik. Menteri Keadilan Sergio Moro mengundurkan diri pada akhir pekan lalu setelah menuduh Bolsonaro memecat Kepala Polisi Brasil untuk menutupi penyelidikan kasus sensitif.



Mahkamah Agung Brasil memblokade pengangkatan Kepala Polisi Brasil baru yang ditunjuk Bolsonaro hingga membuatnya geram. Moro bersama tokoh besar lainnya yang menentang korupsi menuduh Bolsonaro telah membangkitkan kembali praktik nepotisme.

Bolsonaro menyamakan Moro dengan Judas, pengkhianat Yesus. Saat ini, hubungan antara Bolsonaro dan anggota legislatif mulai kembali membaik. Bolsonaro sangat aktif mendekati tokoh-tokoh politik, terutama mantan aparat militer.

Pengunjuk rasa meminta Mahkamah Agung dan Kongres untuk ditutup dan menyerahkan pemerintahan kepada militer seperti pada 1964-1985. "Tentara berada di pihak rakyat. Kesabaran kami sudah habis," kata Bolsonaro, yang juga menghadiri unjuk rasa itu.

Selama unjuk rasa di Brasilia, Bolsonaro tidak meminta militer untuk mengambil alih kekuasaan. Saat ini, Kongres, Pengadilan, dan Media Massa memegang kekuasaan yang signifikan dan mendapat lebih banyak dukungan dari masyarakat.

Namun, para tokoh politik Brasil menilai partisipasi Bolsonaro dalam unjuk rasa itu tidak bertanggung jawab. Sebab, demonstrasi tersebut mendukung penuh kediktatoran militer. Bolsonaro juga dianggap melanggar peraturan social distancing di tengah wabah Covid-19.

Bolsonaro mengatakan Covid-19 hanyalah flu biasa. Dia juga mengatakan dampak ekonomi yang disebabkan lockdown akan lebih mematikan dibandingkan Covid-19 mengingat banyak perusahaan yang lumpuh.

Beberapa tokoh Brasil memperingatkan para penebang dan peternak dapat menularkan Covid-19 terhadap suku asli di pedalaman. Brasil telah menutup akses menuju tempat reservasi suku asli, begitu pun dengan petugas tambang.

Selama unjuk rasa pekan ini, sedikitnya tiga fotografer diserang pendemo. Bolsonaro menilai media massa telah menyebarkan berita palsu dan memelintir berbagai pernyataannya. (Muh Shamil)
(ysw)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More