'Normalisasi Siluman' Arab Saudi-Israel Dibalik Kesepakatan Bahrain
Minggu, 13 September 2020 - 15:36 WIB
Media pemerintah Saudi tidak membahas masalah tersebut dalam pembacaan seruannya, hanya mengutip suara raja yang menyuarakan dukungan untuk solusi yang "langgeng dan adil" untuk masalah Palestina.(Baca: Raja Salman kepada Trump: Saudi Bersedia Capai Solusi Permanen untuk Palestina )
Arab Saudi, rumah bagi situs-situs paling suci umat Islam, tidak mungkin segera membuat kesepakatan serupa dengan Israel. Pasalnya, jika Arab Saudi melakukannya tanpa resolusi terhadap masalah Palestina akan dilihat sebagai pengkhianatan dan merusak citranya sebagai pemimpin dunia Muslim.
Dan para analis mengatakan Arab Saudi tidak merasakan kebutuhan mendesak setelah membina hubungan rahasia dengan Israel, yang dipandangnya sebagai benteng melawan musuh regionalnya Iran, bahkan ketika mereka menyuarakan dukungan yang teguh untuk negara Palestina merdeka.
Awal bulan ini, Arab Saudi setuju untuk mengizinkan penerbangan UEA ke Israel melewati wilayahnya, sebagai tanda konkret lain dari kerja sama kerajaan dengan negara Yahudi tersebut.(Baca: Saudi Izinkan Semua Negara Terbang di Atas Langitnya, Termasuk Israel )
"Ini yang saya sebut 'normalisasi alternatif'," kata Ryan Bohl, dari lembaga think tank geopolitik AS Stratfor, kepada AFP.
"Meskipun Saudi akan tetap lebih lambat di jalur ini, jelas kerajaan terbuka untuk normalisasi dan akan mengeksplorasi pertumbuhan dalam hubungan melalui hubungan yang semakin publik, meskipun kemungkinan tidak langsung," terangnya.
Terlepas dari sikap publiknya, media Arab Saudi yang pro-pemerintah telah berulang kali menguji reaksi publik dengan menerbitkan laporan yang menganjurkan hubungan lebih dekat dengan Israel.
Awal bulan ini, seorang pengkhotbah di kota suci Makkah memicu badai media sosial ketika video khotbahnya muncul yang menunjukkan dia berbicara tentang apa yang dia sebut penjangkauan Nabi Muhammad kepada orang-orang dari agama lain, terutama Yahudi.
Khotbah Abdulrahman al-Sudais, yang menimbulkan kontroversi di masa lalu atas pandangan anti-Semitnya, ditafsirkan oleh banyak orang sebagai seruan untuk normalisasi hubungan dengan Israel.
"Riyadh akan menjajaki hubungan tidak langsung dengan Israel sampai publik Saudi lebih siap untuk perubahan strategis yang lebih dalam," kata Bohl.
Arab Saudi, rumah bagi situs-situs paling suci umat Islam, tidak mungkin segera membuat kesepakatan serupa dengan Israel. Pasalnya, jika Arab Saudi melakukannya tanpa resolusi terhadap masalah Palestina akan dilihat sebagai pengkhianatan dan merusak citranya sebagai pemimpin dunia Muslim.
Dan para analis mengatakan Arab Saudi tidak merasakan kebutuhan mendesak setelah membina hubungan rahasia dengan Israel, yang dipandangnya sebagai benteng melawan musuh regionalnya Iran, bahkan ketika mereka menyuarakan dukungan yang teguh untuk negara Palestina merdeka.
Awal bulan ini, Arab Saudi setuju untuk mengizinkan penerbangan UEA ke Israel melewati wilayahnya, sebagai tanda konkret lain dari kerja sama kerajaan dengan negara Yahudi tersebut.(Baca: Saudi Izinkan Semua Negara Terbang di Atas Langitnya, Termasuk Israel )
"Ini yang saya sebut 'normalisasi alternatif'," kata Ryan Bohl, dari lembaga think tank geopolitik AS Stratfor, kepada AFP.
"Meskipun Saudi akan tetap lebih lambat di jalur ini, jelas kerajaan terbuka untuk normalisasi dan akan mengeksplorasi pertumbuhan dalam hubungan melalui hubungan yang semakin publik, meskipun kemungkinan tidak langsung," terangnya.
Terlepas dari sikap publiknya, media Arab Saudi yang pro-pemerintah telah berulang kali menguji reaksi publik dengan menerbitkan laporan yang menganjurkan hubungan lebih dekat dengan Israel.
Awal bulan ini, seorang pengkhotbah di kota suci Makkah memicu badai media sosial ketika video khotbahnya muncul yang menunjukkan dia berbicara tentang apa yang dia sebut penjangkauan Nabi Muhammad kepada orang-orang dari agama lain, terutama Yahudi.
Khotbah Abdulrahman al-Sudais, yang menimbulkan kontroversi di masa lalu atas pandangan anti-Semitnya, ditafsirkan oleh banyak orang sebagai seruan untuk normalisasi hubungan dengan Israel.
"Riyadh akan menjajaki hubungan tidak langsung dengan Israel sampai publik Saudi lebih siap untuk perubahan strategis yang lebih dalam," kata Bohl.
Lihat Juga :
tulis komentar anda