Saharjo, Penyelamat Hutan Indonesia yang Tak Gentar dengan Ancaman Pembunuhan
Sabtu, 12 September 2020 - 15:44 WIB
Saat menangani kasus pengadilan, ada banyak tantangan yang harus dia tangani. Misalnya, tersangka akan selalu berusaha membela diri dengan mencari alasan.
Saharo mengatakan neberapa orang berpendapat bahwa lahan yang terbakar tidak “rusak” karena masih ada rumput yang tumbuh di atasnya.
“Tapi pernahkah terlintas dalam pikiran mereka bahwa lahan gambut yang terbakar membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk dipulihkan?," paparnya.
"Selain itu, selama kebakaran, emisi gas rumah kaca dilepaskan.... jadi itu tidak benar."
Pada 2015, Indonesia harus menghadapi kebakaran terbesar dalam hampir 20 tahun yang menghanguskan sekitar 2,6 juta hektare lahan. Profesor Saharjo dan timnya bekerja sama dengan universitas Amerika yang didanai oleh NASA untuk meneliti kebakaran lahan gambut.
Mereka menggunakan detektor khusus yang diimpor dari Amerika Serikat untuk mengambil sampel lahan gambut yang terbakar di provinsi Kalimantan Tengah.
Menurutnya, detektor itu hanya ada satu di seluruh dunia, dan bahkan telah digunakan di Mars.
“Untuk pertama kalinya di dunia, sampel yang kami ambil menunjukkan ada 90 jenis gas dalam asap. Ini diterbitkan dalam jurnal internasional pada tahun 2016," katanya.
“Sayangnya lebih dari 50 jenis gas di sana beracun,” lanjut Saharjo.
Artinya, semakin lama membiarkan api menyala, durasi orang terpapar bahan kimia beracun semakin lama dan ini mengancam kesehatan masyarakat.
Saharo mengatakan neberapa orang berpendapat bahwa lahan yang terbakar tidak “rusak” karena masih ada rumput yang tumbuh di atasnya.
“Tapi pernahkah terlintas dalam pikiran mereka bahwa lahan gambut yang terbakar membutuhkan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk dipulihkan?," paparnya.
"Selain itu, selama kebakaran, emisi gas rumah kaca dilepaskan.... jadi itu tidak benar."
Pada 2015, Indonesia harus menghadapi kebakaran terbesar dalam hampir 20 tahun yang menghanguskan sekitar 2,6 juta hektare lahan. Profesor Saharjo dan timnya bekerja sama dengan universitas Amerika yang didanai oleh NASA untuk meneliti kebakaran lahan gambut.
Mereka menggunakan detektor khusus yang diimpor dari Amerika Serikat untuk mengambil sampel lahan gambut yang terbakar di provinsi Kalimantan Tengah.
Menurutnya, detektor itu hanya ada satu di seluruh dunia, dan bahkan telah digunakan di Mars.
“Untuk pertama kalinya di dunia, sampel yang kami ambil menunjukkan ada 90 jenis gas dalam asap. Ini diterbitkan dalam jurnal internasional pada tahun 2016," katanya.
“Sayangnya lebih dari 50 jenis gas di sana beracun,” lanjut Saharjo.
Artinya, semakin lama membiarkan api menyala, durasi orang terpapar bahan kimia beracun semakin lama dan ini mengancam kesehatan masyarakat.
Lihat Juga :
tulis komentar anda