Tak Lakukan Lockdown, Swedia Capai Kekebalan Imunitas pada Mei
Senin, 04 Mei 2020 - 09:02 WIB
STOCKHOLM - Swedia menjadi negara Eropa yang menempuh kebijakan berbeda dibandingkan lainnya. Stockholm menerapkan prinsip kekebalan kelompok dan tidak menerapkan lockdown atau isolasi wilayah.
Duta Besar Swedia untuk Amerika Serikat (AS) Karin Ulrika Olofsdotter mengklaim bahwa Stockhold akan bisa mencapai kekebalan kelompok pada Mei mendatang. “30% penduduk Stockholm sudah mencapat tingkat kekebalan,” kata Olofsdotter kepada National Public Radio (NPR).
Padahal, virus corona telah menginfeksi lebih dari tiga juta orang di seluruh dunia. “Kita bisa mencapai kekebalan imunitas di Stockholm pada awal bulan mendatang,” kata Olofsdotter.
Kekebalan imunitas terjadi ketika sekelompok orang dengan prosentase yang cukup memiliki imunitas terhadap virus, baik melalui infeksi atau vaksinasi. Nanti, kekebalan kelompok bisa menyebar ke seluruh kelompok.
Olofsdotter mengungkapkan, pemerintah melaksanakan banyak penelitian dan pengujian untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai imunitas. Dia juga menjelaskan, Pemerintah Swedia siap mengubah kebijakan jika situasi memungkinkan. “Tapi, saat ini tidak ada rencana untuk mengubah arah kebijakan,” katanya.
Swedia memang berbeda dengan negara tetangganya, seperti Denmark dan Norwegia yang memberlakukan isolasi wilayah yang ketat. Sekolah, restoran dan pusat perbelanjaan di Swedia masih buka dan pemerintah hanya menghimbau untuk menjaga jarak dan melarang pertemuan lebih dari 50 orang. Namun, sebagian besar sekolah dan universitas melaksanakan pembelajaran online. “Pendekatan kita menekankan pada keberlanjutan,” kata pakar epidemiologi Anders Tegnell yang memimpin penanganan Covid-19.
Apa kelebihan dengan kebijakan kekebalan imunitas kelompok? “Ekonomi Swedia bisa lebih cepat pulih setelah pandemi berhasil dikendalikan,” kata Olofsdotter.
Jumlah kasus Covid-19 di Denmark mencapai 9.065 kasus dengan sekitar 427 kematian dengan 5,8 juta penduduknya. Jika dibandingkan negara tetangga, Denmark cukup sukses. Di Norwegia yang memberlakukan isolasi wilayah memiliki 7.599 kasus dan 206 kematian. Di Finlandia yang juga memberlakukan lockdown memiliki 4.695 kasus dan 193 kematian. Baik Denmark dan Finlandia telah memberlakukan pelonggaran isolasi wilayah dan mengizinkan anak-anak bersekolah kembali.
Tapi tak semua pihak setuju dengan kebijakan yang diterapkan Denmark. Pada 28 Maret lalu, sebuah petisi yang ditandatangani 2.000 peneliti Swedia, termasuk Carl-Henrik Heldin, ketua Nobel Foundation, menyerukan Pemerintah Denmark membelakukan langkah yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yakni isolasi wilayah.
Dalam pandangan Jan Albert, profesor di Karolinska Institutet, mengatakan Swedia tidak memiliki banyak kematian dibandingkan negara Eropa lainnya hingga kini. “Itu mungkin karena kita tidak memberlakukan isolasi wilayah yang ketat dan tidak menerapkannya dengan penegakan hukum,” katanya kepada CNN. Dia menyakini, kebanyakan ilmuwan Swedia relatif diam karena kekebalan imunitas sebenarnya bisa bekerja.
“Apa strategi yang dilakukan negara lain?” tanya Albert. “Kekebalan komunitas hanya salah satu strategi hingga vaksin bisa ditemukan,” katanya. (Andika H Mustaqim)
Duta Besar Swedia untuk Amerika Serikat (AS) Karin Ulrika Olofsdotter mengklaim bahwa Stockhold akan bisa mencapai kekebalan kelompok pada Mei mendatang. “30% penduduk Stockholm sudah mencapat tingkat kekebalan,” kata Olofsdotter kepada National Public Radio (NPR).
Padahal, virus corona telah menginfeksi lebih dari tiga juta orang di seluruh dunia. “Kita bisa mencapai kekebalan imunitas di Stockholm pada awal bulan mendatang,” kata Olofsdotter.
Kekebalan imunitas terjadi ketika sekelompok orang dengan prosentase yang cukup memiliki imunitas terhadap virus, baik melalui infeksi atau vaksinasi. Nanti, kekebalan kelompok bisa menyebar ke seluruh kelompok.
Olofsdotter mengungkapkan, pemerintah melaksanakan banyak penelitian dan pengujian untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai imunitas. Dia juga menjelaskan, Pemerintah Swedia siap mengubah kebijakan jika situasi memungkinkan. “Tapi, saat ini tidak ada rencana untuk mengubah arah kebijakan,” katanya.
Swedia memang berbeda dengan negara tetangganya, seperti Denmark dan Norwegia yang memberlakukan isolasi wilayah yang ketat. Sekolah, restoran dan pusat perbelanjaan di Swedia masih buka dan pemerintah hanya menghimbau untuk menjaga jarak dan melarang pertemuan lebih dari 50 orang. Namun, sebagian besar sekolah dan universitas melaksanakan pembelajaran online. “Pendekatan kita menekankan pada keberlanjutan,” kata pakar epidemiologi Anders Tegnell yang memimpin penanganan Covid-19.
Apa kelebihan dengan kebijakan kekebalan imunitas kelompok? “Ekonomi Swedia bisa lebih cepat pulih setelah pandemi berhasil dikendalikan,” kata Olofsdotter.
Jumlah kasus Covid-19 di Denmark mencapai 9.065 kasus dengan sekitar 427 kematian dengan 5,8 juta penduduknya. Jika dibandingkan negara tetangga, Denmark cukup sukses. Di Norwegia yang memberlakukan isolasi wilayah memiliki 7.599 kasus dan 206 kematian. Di Finlandia yang juga memberlakukan lockdown memiliki 4.695 kasus dan 193 kematian. Baik Denmark dan Finlandia telah memberlakukan pelonggaran isolasi wilayah dan mengizinkan anak-anak bersekolah kembali.
Tapi tak semua pihak setuju dengan kebijakan yang diterapkan Denmark. Pada 28 Maret lalu, sebuah petisi yang ditandatangani 2.000 peneliti Swedia, termasuk Carl-Henrik Heldin, ketua Nobel Foundation, menyerukan Pemerintah Denmark membelakukan langkah yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yakni isolasi wilayah.
Dalam pandangan Jan Albert, profesor di Karolinska Institutet, mengatakan Swedia tidak memiliki banyak kematian dibandingkan negara Eropa lainnya hingga kini. “Itu mungkin karena kita tidak memberlakukan isolasi wilayah yang ketat dan tidak menerapkannya dengan penegakan hukum,” katanya kepada CNN. Dia menyakini, kebanyakan ilmuwan Swedia relatif diam karena kekebalan imunitas sebenarnya bisa bekerja.
“Apa strategi yang dilakukan negara lain?” tanya Albert. “Kekebalan komunitas hanya salah satu strategi hingga vaksin bisa ditemukan,” katanya. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
tulis komentar anda