30 Negara NATO Cs Akan Kerahkan Tentara ke Ukraina, Rusia Anggap Hanya Gertakan
Selasa, 18 Maret 2025 - 06:11 WIB

Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer klaim lebih dari 30 negara NATO dan mitra akan bergabung dalam koalisi yang akan mengerahkan tentara ke Ukraina sebagai pasukan penjaga perdamaian. Foto/NATO
MOSKOW - Perdana Menteri (PM) Inggris Keir Starmer telah mengeklaim lebih dari 30 negara NATO dan mitra akan bergabung dalam koalisi yang akan mengerahkan tentara ke Ukraina sebagai “pasukan penjaga perdamaian”.
Seorang pejabat Rusia meremehkan klaim tersebut dengan menganggapnya sebagai gertakan semata.
Menurut Starmer puluhan negara tersebut ingin bergabung dalam apa yang dia sebut "koalisi yang bersedia". Pasukan dari koalisi itu akan dikerahkan ke Ukraina jika gencatan senjata antara Moskow dan Kyiv tercapai.
Tujuan pengerahan pasukan itu adalah untuk mencegah agresi apa pun dari Rusia di masa mendatang.
Namun, PM Starmer menekankan bahwa rencana koalisi itu hanya dapat dilanjutkan jika Amerika Serikat (AS) menawarkan jaminan keamanannya kepada Eropa—gagasan yang ditolak oleh Gedung Putih.
Presiden AS Donald Trump akan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Selasa (18/3/2025) saat dia mencoba membujuk pemimpin Kremlin tersebut untuk mendukung gencatan senjata selama 30 hari yang diusulkan Washington.
Meskipun Kremlin mengeklaim siap untuk perdamaian, mereka telah mengesampingkan kemungkinan menempatkan pasukan dari Eropa—atau anggota NATO—di Ukraina.
Vladimir Rogov, Ketua komisi Kamar Sipil Rusia—sebuah lembaga masyarakat sipil yang dibentuk oleh Putin—mengatakan kepada kantor berita TASS bahwa seluruh gagasan Starmer adalah sebuah "gertakan".
“Pernyataan tentang rincian operasional untuk memasukkan pasukan pendudukan ke wilayah pasca-Ukraina dari bibir Keir Starmer pada dasarnya adalah gertakan, karena dia langsung menetapkan bahwa hal ini hanya mungkin dilakukan dengan dukungan Amerika Serikat,” katanya.
“Saya yakin bahwa kemunculan pasukan Inggris, Jerman, Prancis, dan pasukan asing lainnya akan menjadikan mereka target prioritas bagi tentara kita, karena mereka tidak memiliki mandat hukum untuk beroperasi di wilayah ini,” paparnya.
Rogov juga mengatakan bahwa memasukkan kontingen negara ketiga ke Ukraina akan menjadi ilegal dan tidak sesuai dengan kepentingan keamanan.
Menjelang pembicaraan Trump dengan Putin, Rusia telah berulang kali mengeklaim terbuka untuk perdamaian dengan Ukraina.
Namun, disebutkan bahwa mereka hanya akan setuju untuk mengakhiri perang jika "akar penyebab" konflik tersebut ditangani.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Alexander Grushko juga mengesampingkan kemungkinan untuk membiarkan tentara dari sekutu Ukraina dikerahkan ke garis depan.
“Kami sama sekali tidak peduli dengan label apa kontingen NATO boleh dikerahkan di wilayah Ukraina: baik itu Uni Eropa, NATO, atau dalam kapasitas nasional,” ujarnya.
"Bagaimanapun, jika mereka muncul di sana, itu berarti mereka dikerahkan di zona konflik dengan segala konsekuensinya bagi kontingen ini sebagai pihak yang berkonflik,” paparnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional Rusia Dmitry Medevedev berkomentar lebih keras. Dia mengatakan kehadiran tentara NATO di Ukraina, meski itu sebagai “pasukan penjaga perdamaian” akan berarti perang habis-habisan antara Moskow dan blok Barat tersebut.
Namun, Keir Giles dari Chatham House telah meminta koalisi Starmer untuk masuk ke Ukraina sekarang, bahkan tanpa dukungan Trump, untuk benar-benar menghentikan perampasan tanah Ukraina lebih lanjut oleh Rusia.
Seorang pejabat Rusia meremehkan klaim tersebut dengan menganggapnya sebagai gertakan semata.
Menurut Starmer puluhan negara tersebut ingin bergabung dalam apa yang dia sebut "koalisi yang bersedia". Pasukan dari koalisi itu akan dikerahkan ke Ukraina jika gencatan senjata antara Moskow dan Kyiv tercapai.
Tujuan pengerahan pasukan itu adalah untuk mencegah agresi apa pun dari Rusia di masa mendatang.
Namun, PM Starmer menekankan bahwa rencana koalisi itu hanya dapat dilanjutkan jika Amerika Serikat (AS) menawarkan jaminan keamanannya kepada Eropa—gagasan yang ditolak oleh Gedung Putih.
Presiden AS Donald Trump akan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Selasa (18/3/2025) saat dia mencoba membujuk pemimpin Kremlin tersebut untuk mendukung gencatan senjata selama 30 hari yang diusulkan Washington.
Meskipun Kremlin mengeklaim siap untuk perdamaian, mereka telah mengesampingkan kemungkinan menempatkan pasukan dari Eropa—atau anggota NATO—di Ukraina.
Vladimir Rogov, Ketua komisi Kamar Sipil Rusia—sebuah lembaga masyarakat sipil yang dibentuk oleh Putin—mengatakan kepada kantor berita TASS bahwa seluruh gagasan Starmer adalah sebuah "gertakan".
“Pernyataan tentang rincian operasional untuk memasukkan pasukan pendudukan ke wilayah pasca-Ukraina dari bibir Keir Starmer pada dasarnya adalah gertakan, karena dia langsung menetapkan bahwa hal ini hanya mungkin dilakukan dengan dukungan Amerika Serikat,” katanya.
“Saya yakin bahwa kemunculan pasukan Inggris, Jerman, Prancis, dan pasukan asing lainnya akan menjadikan mereka target prioritas bagi tentara kita, karena mereka tidak memiliki mandat hukum untuk beroperasi di wilayah ini,” paparnya.
Rogov juga mengatakan bahwa memasukkan kontingen negara ketiga ke Ukraina akan menjadi ilegal dan tidak sesuai dengan kepentingan keamanan.
Menjelang pembicaraan Trump dengan Putin, Rusia telah berulang kali mengeklaim terbuka untuk perdamaian dengan Ukraina.
Namun, disebutkan bahwa mereka hanya akan setuju untuk mengakhiri perang jika "akar penyebab" konflik tersebut ditangani.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Alexander Grushko juga mengesampingkan kemungkinan untuk membiarkan tentara dari sekutu Ukraina dikerahkan ke garis depan.
“Kami sama sekali tidak peduli dengan label apa kontingen NATO boleh dikerahkan di wilayah Ukraina: baik itu Uni Eropa, NATO, atau dalam kapasitas nasional,” ujarnya.
"Bagaimanapun, jika mereka muncul di sana, itu berarti mereka dikerahkan di zona konflik dengan segala konsekuensinya bagi kontingen ini sebagai pihak yang berkonflik,” paparnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional Rusia Dmitry Medevedev berkomentar lebih keras. Dia mengatakan kehadiran tentara NATO di Ukraina, meski itu sebagai “pasukan penjaga perdamaian” akan berarti perang habis-habisan antara Moskow dan blok Barat tersebut.
Namun, Keir Giles dari Chatham House telah meminta koalisi Starmer untuk masuk ke Ukraina sekarang, bahkan tanpa dukungan Trump, untuk benar-benar menghentikan perampasan tanah Ukraina lebih lanjut oleh Rusia.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda