Perubahan Iklim, Anak-anak Portugal Seret 33 Negara Eropa ke Meja Hijau
Kamis, 03 September 2020 - 22:39 WIB
LISBON - Enam aktivis muda Portugal meluncurkan kasus hak asasi manusia Eropa terhadap 33 negara dalam upaya hukum terbaru untuk memaksa pemerintah meningkatkan perjuangannya melawan perubahan iklim .
Para aktivis muda itu mengajukan tuntutan, meminta Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa untuk meminta pertanggungjawaban negara atas upaya mereka yang diduga tidak memadai untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Para aktivis Portugis berpendapat bahwa kegagalan menangani perubahan iklim merupakan ancaman bagi kesejahteraan fisik dan mental mereka, melanggar hak mereka untuk hidup dan menghormati keluarga mereka.
Aksi mereka ini didukung oleh Global Legal Action Network, sebuah organisasi nirlaba internasional yang menentang pelanggaran hak asasi manusia, dan tim yang terdiri dari lima pengacara London. Negara-negara yang disebutkan dalam pengaduan tersebut termasuk 27 negara anggota Uni Eropa ditambah Inggris, Swiss, Norwegia, Rusia, Turki, dan Ukraina.(Baca juga: Perubahan Iklim Cairkan Gletser Bhutan, 'Tsunami di Langit' Bisa Kapan Saja )
Enam aktivis muda asal Portugis memiliki rentang usia antara 12 dan 21. Empat dari mereka tinggal di Portugal tengah, di mana kebakaran hutan yang sebagian disebabkan oleh perubahan iklim menewaskan lebih dari 100 orang pada tahun 2017 lalu. Dua lainnya tinggal di Lisbon, sebuah kota pesisir Atlantik yang terancam oleh kenaikan ketinggian air laut.
Jika para aktivis muda itu memenangkan kasus mereka di pengadilan Strasbourg, Prancis, negara-negara tersebut secara hukum akan terikat untuk mengurangi emisi sejalan dengan persyaratan kesepakatan iklim Paris 2015. Mereka juga harus menangani peran mereka dalam emisi luar negeri, termasuk oleh perusahaan multinasionalnya.
"Kami melihat kasus ini mendukung perjanjian Paris," kata Gerry Liston, dari Jaringan Tindakan Hukum Global, dalam konferensi pers online seperti dilansir dari CNBC, Kamis (3/9/2020).
Para ilmuwan mengatakan emisi gas rumah kaca buatan manusia seperti karbon dioksida harus berakhir paling lambat tahun 2050 untuk menghindari peningkatan suhu global melampaui ambang batas kenaikan 1,5 derajat Celcius yang ditetapkan dalam kesepakatan iklim Paris.(Baca juga: Thunberg: Dunia Harus Robek Sistem Lama untuk Atasi Perubahan Iklim )
Kasus Portugis serupa dengan kasus yang dibawa ke Belanda oleh kelompok lingkungan Urgenda atas nama 900 warga Belanda yang prihatin tentang kelambanan pemerintah terhadap perubahan iklim.
Penggugat berpendapat bahwa perlindungan dari dampak perubahan iklim yang berpotensi merusak adalah hak asasi manusia dan pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi warganya. Pada bulan Desember, Mahkamah Agung di Den Haag memutuskan mendukung mereka.
Selain itu, 16 anak, termasuk remaja aktivis iklim Swedia Greta Thunberg, tahun lalu mengajukan pengaduan ke Komite Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memprotes kurangnya tindakan pemerintah terhadap krisis iklim.
Para aktivis muda itu mengajukan tuntutan, meminta Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa untuk meminta pertanggungjawaban negara atas upaya mereka yang diduga tidak memadai untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Para aktivis Portugis berpendapat bahwa kegagalan menangani perubahan iklim merupakan ancaman bagi kesejahteraan fisik dan mental mereka, melanggar hak mereka untuk hidup dan menghormati keluarga mereka.
Aksi mereka ini didukung oleh Global Legal Action Network, sebuah organisasi nirlaba internasional yang menentang pelanggaran hak asasi manusia, dan tim yang terdiri dari lima pengacara London. Negara-negara yang disebutkan dalam pengaduan tersebut termasuk 27 negara anggota Uni Eropa ditambah Inggris, Swiss, Norwegia, Rusia, Turki, dan Ukraina.(Baca juga: Perubahan Iklim Cairkan Gletser Bhutan, 'Tsunami di Langit' Bisa Kapan Saja )
Enam aktivis muda asal Portugis memiliki rentang usia antara 12 dan 21. Empat dari mereka tinggal di Portugal tengah, di mana kebakaran hutan yang sebagian disebabkan oleh perubahan iklim menewaskan lebih dari 100 orang pada tahun 2017 lalu. Dua lainnya tinggal di Lisbon, sebuah kota pesisir Atlantik yang terancam oleh kenaikan ketinggian air laut.
Jika para aktivis muda itu memenangkan kasus mereka di pengadilan Strasbourg, Prancis, negara-negara tersebut secara hukum akan terikat untuk mengurangi emisi sejalan dengan persyaratan kesepakatan iklim Paris 2015. Mereka juga harus menangani peran mereka dalam emisi luar negeri, termasuk oleh perusahaan multinasionalnya.
"Kami melihat kasus ini mendukung perjanjian Paris," kata Gerry Liston, dari Jaringan Tindakan Hukum Global, dalam konferensi pers online seperti dilansir dari CNBC, Kamis (3/9/2020).
Para ilmuwan mengatakan emisi gas rumah kaca buatan manusia seperti karbon dioksida harus berakhir paling lambat tahun 2050 untuk menghindari peningkatan suhu global melampaui ambang batas kenaikan 1,5 derajat Celcius yang ditetapkan dalam kesepakatan iklim Paris.(Baca juga: Thunberg: Dunia Harus Robek Sistem Lama untuk Atasi Perubahan Iklim )
Kasus Portugis serupa dengan kasus yang dibawa ke Belanda oleh kelompok lingkungan Urgenda atas nama 900 warga Belanda yang prihatin tentang kelambanan pemerintah terhadap perubahan iklim.
Penggugat berpendapat bahwa perlindungan dari dampak perubahan iklim yang berpotensi merusak adalah hak asasi manusia dan pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi warganya. Pada bulan Desember, Mahkamah Agung di Den Haag memutuskan mendukung mereka.
Selain itu, 16 anak, termasuk remaja aktivis iklim Swedia Greta Thunberg, tahun lalu mengajukan pengaduan ke Komite Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memprotes kurangnya tindakan pemerintah terhadap krisis iklim.
(ber)
tulis komentar anda