Prancis Desak Israel Mundur dari Dataran Tinggi Golan Suriah
Kamis, 12 Desember 2024 - 20:30 WIB
PARIS - Prancis mendesak Israel mundur dari Dataran Tinggi Golan Suriah. Desakan itu diungkap dalam pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri Prancis, dilansir Anadolu Agency.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengingatkan, "Sebagaimana dinyatakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), setiap pengerahan militer di zona pemisahan antara Israel dan Suriah merupakan pelanggaran terhadap Perjanjian Pelepasan 1974, yang harus dihormati oleh para penandatangannya, Israel dan Suriah."
"Prancis menyerukan Israel untuk mundur dari zona tersebut dan menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Suriah," ungkap pernyataan itu juga.
Kementerian tersebut menegaskan kembali "dukungan penuh" Paris kepada Pasukan Pengamat Pelepasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDOF) di Golan.
Israel telah memperluas pendudukannya atas Dataran Tinggi Golan Suriah pekan ini dengan merebut zona penyangga demiliterisasi yang diawasi PBB, beberapa jam setelah jatuhnya rezim Bashar Al-Assad.
Assad melarikan diri dari Suriah ke Rusia, tempat dia diberi suaka setelah kelompok anti-rezim merebut ibu kota, Damaskus, pada hari Minggu, yang mengakhiri kekuasaan Partai Baath yang telah berkuasa sejak tahun 1963.
Tak lama setelah itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan runtuhnya perjanjian pelepasan yang dipantau PBB, yang menetapkan zona penyangga antara Israel dan Suriah.
Militer Israel menguasai puncak Gunung Hermon di sisi perbatasan Suriah, dan beberapa lokasi lainnya.
Rezim Zionis juga melancarkan puluhan serangan udara terhadap pangkalan militer, stasiun pertahanan udara, dan markas intelijen serta depot rudal jarak jauh dan pendek, serta persediaan senjata tidak konvensional di seluruh Suriah.
Israel mengklaim tindakan militernya di dalam wilayah Suriah bersifat defensif "untuk mencegah ancaman apa pun."
Perjanjian Pelepasan ditandatangani pada tanggal 31 Mei 1974 antara Suriah dan Israel di hadapan perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, bekas Uni Soviet (sekarang Rusia), dan Amerika Serikat (AS).
Perjanjian tersebut menetapkan penarikan Israel dari semua wilayah yang didudukinya selama perang 1973 serta wilayah seluas sekitar 25 kilometer persegi (9,6 mil persegi) yang mencakup Quneitra dan lokasi lainnya.
Perjanjian tersebut menetapkan perbatasan saat ini antara Israel dan Suriah beserta pengaturan militer yang menyertainya, yang menciptakan dua garis pemisah, Israel (biru) dan Suriah (merah) dengan zona penyangga di antara keduanya.
Perjanjian tersebut dipantau oleh United Nations Disengagement Observer Force (UNDOF) yang ditugaskan mempertahankan gencatan senjata antara Israel dan Suriah setelah Perang Timur Tengah 1973.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengingatkan, "Sebagaimana dinyatakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), setiap pengerahan militer di zona pemisahan antara Israel dan Suriah merupakan pelanggaran terhadap Perjanjian Pelepasan 1974, yang harus dihormati oleh para penandatangannya, Israel dan Suriah."
"Prancis menyerukan Israel untuk mundur dari zona tersebut dan menghormati kedaulatan dan integritas teritorial Suriah," ungkap pernyataan itu juga.
Kementerian tersebut menegaskan kembali "dukungan penuh" Paris kepada Pasukan Pengamat Pelepasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDOF) di Golan.
Israel telah memperluas pendudukannya atas Dataran Tinggi Golan Suriah pekan ini dengan merebut zona penyangga demiliterisasi yang diawasi PBB, beberapa jam setelah jatuhnya rezim Bashar Al-Assad.
Assad melarikan diri dari Suriah ke Rusia, tempat dia diberi suaka setelah kelompok anti-rezim merebut ibu kota, Damaskus, pada hari Minggu, yang mengakhiri kekuasaan Partai Baath yang telah berkuasa sejak tahun 1963.
Tak lama setelah itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan runtuhnya perjanjian pelepasan yang dipantau PBB, yang menetapkan zona penyangga antara Israel dan Suriah.
Militer Israel menguasai puncak Gunung Hermon di sisi perbatasan Suriah, dan beberapa lokasi lainnya.
Rezim Zionis juga melancarkan puluhan serangan udara terhadap pangkalan militer, stasiun pertahanan udara, dan markas intelijen serta depot rudal jarak jauh dan pendek, serta persediaan senjata tidak konvensional di seluruh Suriah.
Israel mengklaim tindakan militernya di dalam wilayah Suriah bersifat defensif "untuk mencegah ancaman apa pun."
Perjanjian Pelepasan ditandatangani pada tanggal 31 Mei 1974 antara Suriah dan Israel di hadapan perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, bekas Uni Soviet (sekarang Rusia), dan Amerika Serikat (AS).
Perjanjian tersebut menetapkan penarikan Israel dari semua wilayah yang didudukinya selama perang 1973 serta wilayah seluas sekitar 25 kilometer persegi (9,6 mil persegi) yang mencakup Quneitra dan lokasi lainnya.
Perjanjian tersebut menetapkan perbatasan saat ini antara Israel dan Suriah beserta pengaturan militer yang menyertainya, yang menciptakan dua garis pemisah, Israel (biru) dan Suriah (merah) dengan zona penyangga di antara keduanya.
Perjanjian tersebut dipantau oleh United Nations Disengagement Observer Force (UNDOF) yang ditugaskan mempertahankan gencatan senjata antara Israel dan Suriah setelah Perang Timur Tengah 1973.
Baca Juga
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda