5 Negara BRICS yang Tidak Takut dengan Ancaman Donald Trump
Rabu, 04 Desember 2024 - 13:30 WIB
BEIJING - Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru-baru ini mengancam akan memberlakukan tarif 100% pada negara-negara BRICS jika mereka mencoba menggantikan dolar AS dengan mata uang lain dalam perdagangan internasional.
Namun, beberapa negara BRICS tampaknya tidak gentar dengan ancaman ini. Berikut adalah penjelasan mengenai sikap beberapa negara BRICS terhadap ancaman tersebut:
China, sebagai salah satu anggota utama BRICS, telah lama berusaha mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
Beijing telah memperkuat penggunaan yuan dalam perdagangan internasional dan telah menjalin kesepakatan dengan beberapa negara untuk menggunakan mata uang lokal dalam transaksi bilateral.
Selain itu, China memiliki ekonomi yang kuat dan cadangan devisa yang besar, yang memberikan mereka kepercayaan diri dalam menghadapi ancaman tarif dari Trump.
Rusia juga tidak gentar dengan ancaman Trump. Rusia telah menghadapi sanksi ekonomi dari Barat sejak aneksasi Krimea pada tahun 2014 dan telah berusaha mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan yang didominasi oleh AS.
Moskow telah meningkatkan penggunaan rubel dalam perdagangan internasional dan telah menjalin kerja sama dengan China untuk menggunakan yuan dan rubel dalam transaksi bilateral.
Namun, beberapa negara BRICS tampaknya tidak gentar dengan ancaman ini. Berikut adalah penjelasan mengenai sikap beberapa negara BRICS terhadap ancaman tersebut:
1. China
China, sebagai salah satu anggota utama BRICS, telah lama berusaha mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
Beijing telah memperkuat penggunaan yuan dalam perdagangan internasional dan telah menjalin kesepakatan dengan beberapa negara untuk menggunakan mata uang lokal dalam transaksi bilateral.
Selain itu, China memiliki ekonomi yang kuat dan cadangan devisa yang besar, yang memberikan mereka kepercayaan diri dalam menghadapi ancaman tarif dari Trump.
2. Rusia
Rusia juga tidak gentar dengan ancaman Trump. Rusia telah menghadapi sanksi ekonomi dari Barat sejak aneksasi Krimea pada tahun 2014 dan telah berusaha mengurangi ketergantungan pada sistem keuangan yang didominasi oleh AS.
Moskow telah meningkatkan penggunaan rubel dalam perdagangan internasional dan telah menjalin kerja sama dengan China untuk menggunakan yuan dan rubel dalam transaksi bilateral.
Lihat Juga :
tulis komentar anda