Negara-negara Arab Takut Diserang Iran Jika Bantu Israel, Kini Minta Tolong AS
Jum'at, 11 Oktober 2024 - 19:03 WIB
TEHERAN - Beberapa negara Arab di Teluk Persia telah melobi Amerika Serikat (AS) untuk menahan Israel agar tidak menyerang fasilitas minyak Iran, karena khawatir Teheran akan membalas dendam dengan menyerang produksi minyak mereka dan mengganggu pasar global.
Perkembangan itu dilaporkan Reuters. Iran menyerang Israel dengan rentetan rudal pada 1 Oktober, yang disebutnya sebagai respons atas pembunuhan para pemimpin Hamas dan Hizbullah.
Israel telah bersumpah untuk memberikan "respons yang kuat" setelah berkoordinasi dengan AS.
Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA) dilaporkan telah memberi tahu Washington bahwa mereka tidak akan mengizinkan jet Israel menggunakan wilayah udara mereka untuk melakukan serangan, Reuters melaporkan, mengutip tiga sumber yang dekat dengan pemerintah mereka.
"Iran telah menyatakan: 'jika negara-negara Teluk membuka wilayah udara mereka untuk Israel, itu akan menjadi tindakan perang'," ungkap kantor berita itu mengutip Ali Shihabi, analis Arab Saudi yang dekat dengan istana kerajaan, seperti yang dikatakan.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) dilaporkan membahas potensi serangan Israel dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Abbas Araqchi pada Rabu, menurut sumber di kedua belah pihak.
Dua pejabat Iran mengonfirmasi kepada kantor berita tersebut bahwa Teheran telah memperingatkan Riyadh agar tidak membantu Israel, dengan mengatakan Teheran tidak dapat menjamin keamanan fasilitas minyak Arab Saudi dalam skenario seperti itu.
Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, dan UEA sangat ingin meredakan situasi, menurut sumber-sumber Teluk kepada Reuters.
"Kita akan berada di tengah-tengah perang rudal," ungkap salah satu sumber Teluk. "Ada kekhawatiran serius, terutama jika serangan Israel menargetkan instalasi minyak Iran."
Sumber Teluk lainnya yakin bahwa AS "tidak akan membiarkan perang minyak meluas," karena hal ini akan berdampak negatif pada peluang Wakil Presiden Kamala Harris untuk memenangkan pemilu presiden pada bulan November.
"Jika harga minyak melonjak hingga USD120 per barel, hal itu akan merugikan ekonomi AS dan peluang Harris dalam pemilihan," papar sumber tersebut.
Harga minyak mentah Brent berada pada USD78,10 per barel pada hari Rabu.
Gedung Putih menolak mengomentari masalah tersebut kepada Reuters, tetapi mengonfirmasi Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara melalui telepon pada Rabu tentang potensi serangan tersebut.
Arab Saudi, Qatar, dan UEA telah memberi tahu Israel bahwa penggunaan wilayah udara mereka "tidak mungkin dan tidak diperlukan secara strategis," Reuters mengutip pernyataan tiga sumbernya di Teluk.
Itu membuat Netanyahu memiliki pilihan untuk mengirim jet tempur melewati Yordania dan Irak, atau melalui Laut Merah dan di sekitar Semenanjung Arab, menggunakan kemampuan pengisian bahan bakar di udara.
Teheran telah mengancam melalui saluran diplomatik rahasia untuk menyerang sekutu AS di Teluk Persia dan Timur Tengah jika wilayah darat atau wilayah udara mereka digunakan untuk menyerang Iran, The Wall Street Journal melaporkan, mengutip pejabat Arab.
Teheran telah mengirimkan peringatan terkait ke Yordania, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Qatar, menurut laporan itu pada hari Kamis.
Pihak berwenang negara-negara ini dilaporkan telah memberi tahu pemerintahan Presiden AS Joe Biden bahwa mereka tidak ingin memberikan infrastruktur militer atau wilayah udara mereka kepada Amerika Serikat dan Israel untuk tindakan agresif apa pun terhadap Iran.
Pekan lalu, Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran mengatakan, "Jika terjadi intervensi langsung oleh negara-negara yang mendukung Israel, termasuk Amerika Serikat, dan agresinya terhadap Iran, pangkalan dan kepentingan mereka di Timur Tengah akan secara bersamaan menghadapi serangan yang kuat."
Pada hari Kamis, Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melakukan panggilan telepon untuk membahas rencana serangan Israel terhadap Iran.
Menurut media AS, kesenjangan telah "menyempit" antara apa yang ingin dilakukan Israel dan apa yang Amerika bersedia biarkan mereka lakukan.
Perkembangan itu dilaporkan Reuters. Iran menyerang Israel dengan rentetan rudal pada 1 Oktober, yang disebutnya sebagai respons atas pembunuhan para pemimpin Hamas dan Hizbullah.
Israel telah bersumpah untuk memberikan "respons yang kuat" setelah berkoordinasi dengan AS.
Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA) dilaporkan telah memberi tahu Washington bahwa mereka tidak akan mengizinkan jet Israel menggunakan wilayah udara mereka untuk melakukan serangan, Reuters melaporkan, mengutip tiga sumber yang dekat dengan pemerintah mereka.
"Iran telah menyatakan: 'jika negara-negara Teluk membuka wilayah udara mereka untuk Israel, itu akan menjadi tindakan perang'," ungkap kantor berita itu mengutip Ali Shihabi, analis Arab Saudi yang dekat dengan istana kerajaan, seperti yang dikatakan.
Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) dilaporkan membahas potensi serangan Israel dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Abbas Araqchi pada Rabu, menurut sumber di kedua belah pihak.
Dua pejabat Iran mengonfirmasi kepada kantor berita tersebut bahwa Teheran telah memperingatkan Riyadh agar tidak membantu Israel, dengan mengatakan Teheran tidak dapat menjamin keamanan fasilitas minyak Arab Saudi dalam skenario seperti itu.
Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, dan UEA sangat ingin meredakan situasi, menurut sumber-sumber Teluk kepada Reuters.
"Kita akan berada di tengah-tengah perang rudal," ungkap salah satu sumber Teluk. "Ada kekhawatiran serius, terutama jika serangan Israel menargetkan instalasi minyak Iran."
Sumber Teluk lainnya yakin bahwa AS "tidak akan membiarkan perang minyak meluas," karena hal ini akan berdampak negatif pada peluang Wakil Presiden Kamala Harris untuk memenangkan pemilu presiden pada bulan November.
"Jika harga minyak melonjak hingga USD120 per barel, hal itu akan merugikan ekonomi AS dan peluang Harris dalam pemilihan," papar sumber tersebut.
Harga minyak mentah Brent berada pada USD78,10 per barel pada hari Rabu.
Gedung Putih menolak mengomentari masalah tersebut kepada Reuters, tetapi mengonfirmasi Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berbicara melalui telepon pada Rabu tentang potensi serangan tersebut.
Arab Saudi, Qatar, dan UEA telah memberi tahu Israel bahwa penggunaan wilayah udara mereka "tidak mungkin dan tidak diperlukan secara strategis," Reuters mengutip pernyataan tiga sumbernya di Teluk.
Itu membuat Netanyahu memiliki pilihan untuk mengirim jet tempur melewati Yordania dan Irak, atau melalui Laut Merah dan di sekitar Semenanjung Arab, menggunakan kemampuan pengisian bahan bakar di udara.
Teheran telah mengancam melalui saluran diplomatik rahasia untuk menyerang sekutu AS di Teluk Persia dan Timur Tengah jika wilayah darat atau wilayah udara mereka digunakan untuk menyerang Iran, The Wall Street Journal melaporkan, mengutip pejabat Arab.
Teheran telah mengirimkan peringatan terkait ke Yordania, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Qatar, menurut laporan itu pada hari Kamis.
Pihak berwenang negara-negara ini dilaporkan telah memberi tahu pemerintahan Presiden AS Joe Biden bahwa mereka tidak ingin memberikan infrastruktur militer atau wilayah udara mereka kepada Amerika Serikat dan Israel untuk tindakan agresif apa pun terhadap Iran.
Pekan lalu, Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran mengatakan, "Jika terjadi intervensi langsung oleh negara-negara yang mendukung Israel, termasuk Amerika Serikat, dan agresinya terhadap Iran, pangkalan dan kepentingan mereka di Timur Tengah akan secara bersamaan menghadapi serangan yang kuat."
Pada hari Kamis, Biden dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melakukan panggilan telepon untuk membahas rencana serangan Israel terhadap Iran.
Menurut media AS, kesenjangan telah "menyempit" antara apa yang ingin dilakukan Israel dan apa yang Amerika bersedia biarkan mereka lakukan.
(sya)
tulis komentar anda