China Dituduh Copot Gambar Yesus di Gereja, Diganti dengan Xi Jinping
Minggu, 06 Oktober 2024 - 11:44 WIB
Umat Kristen di China telah melaporkan peningkatan pengawasan, dengan tuan tanah komersial menolak untuk menyewakan tempat kepada gereja-gereja yang tidak disetujui karena tekanan dari pihak berwenang. Anak-anak juga dilarang keras untuk mengikuti pendidikan agama, dengan negara secara agresif menegakkan aturan-aturan tersebut.
Beberapa umat Kristen, seperti pemilik pabrik Wu Lixin, telah meninggalkan China karena pelecehan dari pihak berwenang. Wu menceritakan bahwa dia dipanggil untuk diinterogasi oleh polisi dan menghadapi penggerebekan yang sering terjadi pada pertemuan keagamaan. Putranya bahkan menghadapi diskriminasi di tempat kerja karena keyakinan mereka.
Polisi telah mengganggu banyak kegiatan gereja, dari upacara pembaptisan hingga pertemuan rutin, dan memaksa umat Kristen untuk mengadopsi praktik-praktik rahasia seperti bertemu di hotel atau kedai teh. Meskipun ada upaya-upaya ini, banyak umat Kristen terpaksa berhenti beraktvitas atau meninggalkan negara itu.
Para pemimpin dan anggota gereja secara teratur dipantau dan dilecehkan, dengan polisi memutus aliran listrik untuk pertemuan dan mengakhiri kontrak sewa. Orang tua khususnya menghadapi kesulitan karena mereka dilarang mengajarkan agama mereka kepada anak-anak mereka.
Pemerintah China membantah tuduhan tersebut, dengan mengeklaim laporan USCIRF mendistorsi fakta dan bahwa negara tersebut melindungi kebebasan beragama.
China bersikeras bahwa kebijakan keagamaannya sah dan menjamin kebebasan beragama bagi semua warga negara.
Beberapa umat Kristen, seperti pemilik pabrik Wu Lixin, telah meninggalkan China karena pelecehan dari pihak berwenang. Wu menceritakan bahwa dia dipanggil untuk diinterogasi oleh polisi dan menghadapi penggerebekan yang sering terjadi pada pertemuan keagamaan. Putranya bahkan menghadapi diskriminasi di tempat kerja karena keyakinan mereka.
Polisi telah mengganggu banyak kegiatan gereja, dari upacara pembaptisan hingga pertemuan rutin, dan memaksa umat Kristen untuk mengadopsi praktik-praktik rahasia seperti bertemu di hotel atau kedai teh. Meskipun ada upaya-upaya ini, banyak umat Kristen terpaksa berhenti beraktvitas atau meninggalkan negara itu.
Para pemimpin dan anggota gereja secara teratur dipantau dan dilecehkan, dengan polisi memutus aliran listrik untuk pertemuan dan mengakhiri kontrak sewa. Orang tua khususnya menghadapi kesulitan karena mereka dilarang mengajarkan agama mereka kepada anak-anak mereka.
Pemerintah China membantah tuduhan tersebut, dengan mengeklaim laporan USCIRF mendistorsi fakta dan bahwa negara tersebut melindungi kebebasan beragama.
China bersikeras bahwa kebijakan keagamaannya sah dan menjamin kebebasan beragama bagi semua warga negara.
(mas)
tulis komentar anda