Kim Jong-un Dilaporkan Mengeksekusi 30 Pejabat Korut karena Tak Becus Urus Banjir
Kamis, 05 September 2024 - 07:36 WIB
PYONGYANG - Kim Jong-un, pemimpin Korea Utara (Korut), dilaporkan telah memerintahkan eksekusi sebanyak 30 pejabat pemerintah. Alasannya, mereka dianggap tak becus mengurus masalah banjir yang melanda wilayah utara negara itu pada akhir Juli.
Para pejabat yang bertanggung jawab atas wilayah yang dilanda banjir diduga didakwa melakukan korupsi dan melalaikan tugas sebelum dijatuhi hukuman mati.
Menurut laporan stasiun televisi (TV) Chosun Korea Selatan—mengutip seorang pejabat pemerintah Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya—, eksekusi tersebut terjadi bulan lalu setelah banjir merenggut nyawa ribuan orang dan membuat lebih dari 15.000 orang mengungsi di Provinsi Chagang.
Laporan tersebut, yang dikutip NDTV, Kamis (5/9/2024), menunjukkan bahwa jumlah korban tewas di daerah yang paling parah dilanda banjir bisa mencapai 4.000 orang.
Badan Intelijen Nasional Korea Selatan menyatakan bahwa mereka memantau situasi dengan saksama setelah menerima informasi intelijen terkait perkembangan tersebut.
Namun, badan tersebut menolak memberikan rincian lebih lanjut.
Kementerian Unifikasi Korea Selatan, yang menangani hubungan dengan Korea Utara, juga menahan diri untuk tidak mengomentari masalah tersebut.
Selama pertemuan darurat partai pada akhir Juli, Kim Jong-un berjanji untuk menghukum dengan tegas mereka yang telah "sangat mengabaikan" tugas mereka dan dianggap bertanggung jawab atas jatuhnya korban.
Sementara media pemerintah Korea Utara menyebarkan foto-foto Kim Jong-un yang mengawasi upaya penyelamatan, mereka tidak melaporkan adanya kematian akibat bencana tersebut.
Banjir tersebut menyebabkan kerusakan parah pada rumah, jalan, jalur kereta api, dan lahan pertanian di kota Sinuiju dan daerah sekitar Uiju.
Menurut media pemerintah Korea Utara, KCNA, sekitar 5.000 orang diselamatkan dari daerah yang terkena dampak.
TV Chosun melaporkan bahwa kerusakan akibat banjir bahkan lebih parah di Provinsi Chagang, yang berbatasan dengan China dan merupakan rumah bagi hulu dan tengah Sungai Yalu. Beberapa jasad ditemukan selama pekerjaan pembersihan tanah setelah permukaan air surut.
Meskipun eksekusi yang dilaporkan belum diverifikasi secara independen, hal itu sejalan dengan sejarah hukuman berat Kim Jong-un atas apa yang dianggapnya sebagai kegagalan.
Sebelum pandemi Covid-19, Korea Utara diketahui melakukan rata-rata 10 eksekusi publik per tahun.
Masyarakat internasional telah lama mengkritik Korea Utara atas pelanggaran hak asasi manusianya, termasuk penggunaan eksekusi publik sebagai sarana untuk mempertahankan kendali atas penduduk.
Para pejabat yang bertanggung jawab atas wilayah yang dilanda banjir diduga didakwa melakukan korupsi dan melalaikan tugas sebelum dijatuhi hukuman mati.
Menurut laporan stasiun televisi (TV) Chosun Korea Selatan—mengutip seorang pejabat pemerintah Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya—, eksekusi tersebut terjadi bulan lalu setelah banjir merenggut nyawa ribuan orang dan membuat lebih dari 15.000 orang mengungsi di Provinsi Chagang.
Laporan tersebut, yang dikutip NDTV, Kamis (5/9/2024), menunjukkan bahwa jumlah korban tewas di daerah yang paling parah dilanda banjir bisa mencapai 4.000 orang.
Badan Intelijen Nasional Korea Selatan menyatakan bahwa mereka memantau situasi dengan saksama setelah menerima informasi intelijen terkait perkembangan tersebut.
Namun, badan tersebut menolak memberikan rincian lebih lanjut.
Kementerian Unifikasi Korea Selatan, yang menangani hubungan dengan Korea Utara, juga menahan diri untuk tidak mengomentari masalah tersebut.
Selama pertemuan darurat partai pada akhir Juli, Kim Jong-un berjanji untuk menghukum dengan tegas mereka yang telah "sangat mengabaikan" tugas mereka dan dianggap bertanggung jawab atas jatuhnya korban.
Sementara media pemerintah Korea Utara menyebarkan foto-foto Kim Jong-un yang mengawasi upaya penyelamatan, mereka tidak melaporkan adanya kematian akibat bencana tersebut.
Banjir tersebut menyebabkan kerusakan parah pada rumah, jalan, jalur kereta api, dan lahan pertanian di kota Sinuiju dan daerah sekitar Uiju.
Menurut media pemerintah Korea Utara, KCNA, sekitar 5.000 orang diselamatkan dari daerah yang terkena dampak.
TV Chosun melaporkan bahwa kerusakan akibat banjir bahkan lebih parah di Provinsi Chagang, yang berbatasan dengan China dan merupakan rumah bagi hulu dan tengah Sungai Yalu. Beberapa jasad ditemukan selama pekerjaan pembersihan tanah setelah permukaan air surut.
Meskipun eksekusi yang dilaporkan belum diverifikasi secara independen, hal itu sejalan dengan sejarah hukuman berat Kim Jong-un atas apa yang dianggapnya sebagai kegagalan.
Sebelum pandemi Covid-19, Korea Utara diketahui melakukan rata-rata 10 eksekusi publik per tahun.
Masyarakat internasional telah lama mengkritik Korea Utara atas pelanggaran hak asasi manusianya, termasuk penggunaan eksekusi publik sebagai sarana untuk mempertahankan kendali atas penduduk.
(mas)
tulis komentar anda