Dilema Arab Saudi, Bela Siapa Jika Iran-Israel Perang Habis-habisan?

Minggu, 25 Agustus 2024 - 10:22 WIB
Hal ini mengingatkan semua pihak tentang bagaimana Saudi telah menanggung ancaman serius dari pemberontak Houthi yang didukung Iran sejak 2015 (lebih dari 430 rudal balistik dan 851 pesawat nirawak bersenjata).

Hubungan kompleks Presiden Biden dengan MBS dari Arab Saudi semakin memperumit situasi, mengguncang jaminan keamanan. Serangan oleh rudal dan pesawat nirawak Houthi yang dipasok Iran terhadap fasilitas energi utama Saudi pada tahun 2019 dan 2021 menandai titik balik.

Penarikan baterai rudal Patriot AS berikutnya pada tahun 2021 memperburuk perasaan ditinggalkan dan kurangnya komitmen AS, seperti yang diungkapkan oleh Pangeran Turki Al-Faisal kepada CNBC: “Tidak menunjukkan niat Amerika yang dinyatakan untuk membantu Arab Saudi mempertahankan diri dari musuh eksternal.”

Baru-baru ini, Arab Saudi mengambil langkah mundur dari perselisihan dengan Iran, langkah menuju normalisasi dengan Israel, dan langkah lainnya menuju pakta keamanan dengan AS sebelum pemilihan presiden Amerika pada bulan November.

Namun, pecahnya perang Hamas-Israel telah menghentikan kemajuan di bidang-bidang tersebut. Salah satu alasannya adalah upaya Arab Saudi untuk menyeimbangkan keharusan moral dengan pertimbangan strategis.

Secara tradisional, Arab Saudi adalah pendukung perjuangan Palestina. Secara moral dan populer, Arab Saudi jua merasa tidak dapat menerima persekutuannya dengan Israel—yang menduduki wilayah Palestina dan baru-baru ini menewaskan 34.000 orang di Gaza—dalam melawan Iran, terutama di saat perang.

Namun, meskipun telah bekerja sama secara diam-diam dengan Israel, Arab Saudi secara resmi terjebak dalam teka-teki “ayam atau telur”. Haruskah solusi untuk masalah Palestina datang sebelum menormalisasi hubungan dengan Israel, atau sebaliknya?

Netralitas Arab Saudi Tidak Menentu



Dalam lanskap regional multipolar di mana Iran dan Israel—keduanya musuh Arab—, terlibat dalam konflik yang berkepanjangan, Arab Saudi dapat dikatakan akan memperoleh keuntungan strategis dalam keseimbangan kekuatan regional. Perlu dicatat bahwa permusuhan Arab-Israel sudah ada sebelum permusuhan Iran dan belum terselesaikan sejak 1948.

Saudi mungkin menganggap diri mereka beruntung karena telah dengan hati-hati menjalin “gencatan senjata” dengan Iran dan menghindari normalisasi formal dengan Israel, yang akan memberikan penyangga strategis jika terjadi perang. Sikap ini memungkinkan mereka untuk mempertahankan netralitas, siap untuk menengahi, atau setidaknya mengirim pesan yang menenangkan kepada Iran jika perlu.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More