Sederet Tanda Tanya soal Iran Tak Kunjung Serang Israel

Jum'at, 09 Agustus 2024 - 12:53 WIB
Iran tak kunjung serang Israel sebagai pembalasan atas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh telah memunculkan sederet pertanyaan. Foto/EPA
TEHERAN - Iran telah mengancam akan menyerang Israel sebagai balas dendam atas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran pada 31 Juli lalu. Namun sejauh ini tak ada tanda-tanda serangan balas dendam itu akan dimulai.

Israel tidak mengaku maupun menyangkal perannya dalam pembunuhan Haniyeh. Namun laporan Washington Post menyebut rezim Zionis telah memberitahu Washington soal pembunuhan Haniyeh setelah kejadian, yang membuat Gedung Putih marah.

Tertundanya respons Teheran terhadap Tel Aviv telah memuncukan sederet tanda tanya.



Sumber intelijen Amerika Serikat (AS) mengatakan pembalasan militer Teheran terhadap Israel telah memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan.



Meskipun penilaian awal memperkirakan serangan awal minggu ini, informasi terbaru mengatakan pembalasan apa pun sekarang dapat ditunda, menurut laporan Al Arabiya, Jumat (9/8/2024).

Diyakini bahwa Iran menunggu hingga setelah pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) hari Rabu di Jeddah sebelum mengambil tindakan apa pun.

Pejabat Menteri Luar Negeri Iran Ali Bagheri-Kani telah melakukan perjalanan ke Jeddah, Arab Saudi, memimpin delegasi untuk menghadiri pertemuan luar biasa Komite Eksekutif Menteri Luar Negeri OKI. Pertemuan tersebut membahas implikasi pembunuhan Haniyeh di Teheran.

Kani meminta negara-negara Muslim untuk mendukung hak Iran dalam membela diri terhadap "tindakan agresi".

Arab Saudi mendukung posisi Iran, dengan mengatakan pembunuhan itu merupakan "pelanggaran terang-terangan" terhadap kedaulatan Iran.

Iran telah menyalahkan Israel dan AS atas pembunuhan Haniyeh dan telah bersumpah untuk "membalas dendam" atas darahnya, namun pembalasan itu tak kunjung dilakukan.

Pejabat Gedung Putih mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka yakin upaya Presiden Joe Biden untuk mencegah perang di Timur Tengah "mungkin membuahkan hasil".

"Dan Iran mungkin mempertimbangkan kembali rencana untuk pembalasan besar-besaran," kata pejabat tersebut, yang dikutip Washington Post.



"Respons Iran menjadi rumit karena kebingungan atas keadaan kematian Haniyeh. Teheran awalnya mengeklaim bahwa dia terbunuh oleh rudal Israel, yang menuntut respons Iran yang serupa. Namun, para pejabat mengatakan bahwa Teheran telah menyimpulkan secara pribadi bahwa dia malah terbunuh oleh bom tersembunyi, yang mungkin memicu respons yang berbeda," lanjut laporan Washington Post.

Teheran mungkin juga akan dicegah oleh unjuk kekuatan AS minggu ini, dan komunikasi rahasia Gedung Putih disampaikan melalui kedutaan Swiss di Teheran dan misi Iran di PBB, imbuh laporan tersebut.

"Iran memahami dengan jelas bahwa AS tidak goyah dalam membela kepentingan kami, mitra kami, dan rakyat kami. Kami telah memindahkan sejumlah besar aset militer ke kawasan itu untuk menggarisbawahi prinsip itu," kata seorang pejabat senior pemerintah Biden kepada David Ignatius dariWashington Post.

Dalam perkembangan lain, raksasa maskapai penerbangan Jerman Lufthansa mengumumkan pada hari Rabu bahwa mereka akan menghindari penggunaan wilayah udara Iran dan Irak hingga 13 Agustus, memperpanjang keputusan sebelumnya karena ketegangan yang tinggi di Timur Tengah.

Selain itu, Lufthansa telah memperpanjang penangguhan layanannya ke Tel Aviv, Teheran, Beirut, Amman, dan Erbil hingga tanggal yang sama.

Reaksi Regional dan Internasional



Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdel-Aty menyampaikan kekhawatiran tentang stabilitas regional dalam panggilan telepon dengan Bagheri-Kani.

Mesir telah menginstruksikan semua pesawatnya untuk menghindari wilayah udara Iran selama tiga jam pada Kamis pagi, di tengah kekhawatiran akan serangan balasan Iran terhadap Israel.

Amerika Serikat dan Australia telah mengecam perilaku Iran yang tidak stabil, termasuk dukungannya terhadap proksi bersenjata dan mitra militan.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd J. Austin III, bersama dengan mitranya dari Australia, mengecam ancaman terhadap pelayaran dan kebebasan navigasi di Teluk Persia, Laut Merah, dan Teluk Aden, dengan menekankan perlunya mempertahankan hak dan kebebasan navigasi.

Menteri Luar Negeri Swiss Ignazio Cassis juga menyoroti dedikasi Swiss untuk memprioritaskan pengendalian diri selama panggilan telepon dengan Bagheri-Kani, dengan menekankan perlunya moderasi dan diplomasi.

Meskipun tidak ada tindakan segera, pejabat Iran terus mempertahankan retorika mereka yang kuat. Presiden Masoud Pezeshkian menuduh Israel memicu konflik melalui "tindakan kriminal dan teroris di Gaza dan pembunuhan Ismail Haniyeh" selama panggilan telepon dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada hari Rabu.

Dia mengkritik AS dan negara-negara Barat karena "mendukung tindakan tersebut alih-alih mengutuknya," dengan menyatakan bahwa mereka telah membantu "melakukan kejahatan, genosida, dan terorisme."

Pezeshkian mendesak gencatan senjata, menekankan bahwa Iran berkomitmen untuk perdamaian dan membela kepentingannya di bawah hukum internasional.

Panglima Militer Iran Abdolrahim Mousavi pada hari Rabu mengeluarkan peringatan kepada Israel, dengan menegaskan bahwa tindakan mereka tidak akan dibiarkan begitu saja.

"Kejahatan dan pembunuhan oleh rezim Zionis ini tidak akan dibiarkan begitu saja dan akan menerima tanggapan yang pasti dan tegas," katanya.

Dalam percakapan telepon dengan Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy, Bagheri-Kani juga mengkritik negara-negara Eropa atas sikap pasif mereka terhadap pembunuhan Haniyeh, dengan menganggap AS, Inggris, dan Prancis bertanggung jawab atas apa yang ia gambarkan sebagai tindakan satu-satunya "entitas jahat" di wilayah tersebut.
(mas)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More