Rusia Ancam Kerahkan Senjata Nuklir untuk Merespons Penempatan Rudal AS di Jerman
Jum'at, 19 Juli 2024 - 07:28 WIB
MOSKOW - Rusia mengancam akan mengerahkan senjata nuklir baru sebagai respons terhadap keputusan Amerika Serikat (AS) untuk menempatkan rudal jarak jauh di Jerman mulai 2026 mendatang.
Ancaman itu dilontarkan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov pada hari Kamis.
“Saya tidak mengesampingkan opsi apa pun,” kata Ryabkov seperti dikutip dari Interfax, Jumat (19/7/2024).
“Mempertimbangkan kemampuan gabungan negara-negara anggota NATO, kita harus mengkalibrasi respons kita tanpa pemeriksaan internal dalam hal apa, di mana dan kapan akan dikerahkan,” lanjut Ryabkov, menggambarkan preferensi Moskow terhadap “opsi seluas mungkin".
Gedung Putih mengumumkan pada pertemuan puncak NATO pekan lalu bahwa mereka akan secara berkala menempatkan rudal jarak jauh termasuk SM-6, rudal jelajah Tomahawk, dan rudal hipersonik yang sedang dikembangkan di Jerman mulai tahun 2026 untuk bertindak sebagai pencegah.
Moskow mengkritik langkah tersebut dan menuduh Washington mengambil langkah menuju Perang Dingin yang baru.
Kremlin memperingatkan pada akhir pekan lalu bahwa penempatan rudal jarak jauh Amerika di Jerman dapat membuat ibu kota Eropa menjadi sasaran rudal Rusia.
Menanggapi peringatan Kremlin, juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan: "AS dan NATO tidak menginginkan konflik militer dengan Rusia...namun tindakan militer apa pun yang ditujukan terhadap Sekutu NATO akan memicu respons yang luar biasa.”
Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius kemudian mengatakan bahwa rencana penempatan senjata AS merupakan respons terhadap rudal balistik jarak pendek Iskander Rusia yang ditempatkan di wilayah barat Kaliningrad, yang terjepit di antara anggota NATO; Polandia dan Lithuania, dan terputus dari wilayah Rusia lainnya.
Ryabkov mengatakan, "Moskow akan mengambil langkah-langkah kompensasi dengan cara yang kami anggap paling dapat diterima jika pejabat Jerman membenarkan eskalasi tindakan mereka dengan dalih bahwa kami memiliki sesuatu di wilayah ini.”
“Kaliningrad tidak terkecuali dalam hal tekad mutlak kami untuk melakukan segala hal yang diperlukan untuk menyingkirkan mereka yang mungkin menyembunyikan niat agresif dan mencoba memprovokasi kami untuk mengambil langkah-langkah tertentu yang tidak diinginkan oleh siapa pun dan penuh dengan komplikasi lebih lanjut,” imbuh diplomat Rusia tersebut.
Pengerahan senjata Amerika tersebut akan menandai kembalinya rudal jelajah AS ke Jerman setelah absen selama 20 tahun.
Pengerahan rudal balistik Pershing oleh AS di Jerman Barat pada puncak Perang Dingin pada tahun 1980-an memicu demonstrasi yang meluas, dengan ratusan ribu orang melakukan protes.
Washington terus menempatkan rudal selama reunifikasi Jerman hingga tahun 1990-an. Namun setelah berakhirnya Perang Dingin, Amerika Serikat secara signifikan mengurangi jumlah rudal yang ditempatkan di Eropa seiring dengan berkurangnya ancaman dari Moskow.
Kini negara-negara NATO—yang dipelopori oleh Amerika Serikat—telah memperkuat pertahanan mereka di Eropa setelah invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina.
Ancaman itu dilontarkan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov pada hari Kamis.
“Saya tidak mengesampingkan opsi apa pun,” kata Ryabkov seperti dikutip dari Interfax, Jumat (19/7/2024).
“Mempertimbangkan kemampuan gabungan negara-negara anggota NATO, kita harus mengkalibrasi respons kita tanpa pemeriksaan internal dalam hal apa, di mana dan kapan akan dikerahkan,” lanjut Ryabkov, menggambarkan preferensi Moskow terhadap “opsi seluas mungkin".
Gedung Putih mengumumkan pada pertemuan puncak NATO pekan lalu bahwa mereka akan secara berkala menempatkan rudal jarak jauh termasuk SM-6, rudal jelajah Tomahawk, dan rudal hipersonik yang sedang dikembangkan di Jerman mulai tahun 2026 untuk bertindak sebagai pencegah.
Moskow mengkritik langkah tersebut dan menuduh Washington mengambil langkah menuju Perang Dingin yang baru.
Kremlin memperingatkan pada akhir pekan lalu bahwa penempatan rudal jarak jauh Amerika di Jerman dapat membuat ibu kota Eropa menjadi sasaran rudal Rusia.
Menanggapi peringatan Kremlin, juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan: "AS dan NATO tidak menginginkan konflik militer dengan Rusia...namun tindakan militer apa pun yang ditujukan terhadap Sekutu NATO akan memicu respons yang luar biasa.”
Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius kemudian mengatakan bahwa rencana penempatan senjata AS merupakan respons terhadap rudal balistik jarak pendek Iskander Rusia yang ditempatkan di wilayah barat Kaliningrad, yang terjepit di antara anggota NATO; Polandia dan Lithuania, dan terputus dari wilayah Rusia lainnya.
Ryabkov mengatakan, "Moskow akan mengambil langkah-langkah kompensasi dengan cara yang kami anggap paling dapat diterima jika pejabat Jerman membenarkan eskalasi tindakan mereka dengan dalih bahwa kami memiliki sesuatu di wilayah ini.”
“Kaliningrad tidak terkecuali dalam hal tekad mutlak kami untuk melakukan segala hal yang diperlukan untuk menyingkirkan mereka yang mungkin menyembunyikan niat agresif dan mencoba memprovokasi kami untuk mengambil langkah-langkah tertentu yang tidak diinginkan oleh siapa pun dan penuh dengan komplikasi lebih lanjut,” imbuh diplomat Rusia tersebut.
Pengerahan senjata Amerika tersebut akan menandai kembalinya rudal jelajah AS ke Jerman setelah absen selama 20 tahun.
Pengerahan rudal balistik Pershing oleh AS di Jerman Barat pada puncak Perang Dingin pada tahun 1980-an memicu demonstrasi yang meluas, dengan ratusan ribu orang melakukan protes.
Washington terus menempatkan rudal selama reunifikasi Jerman hingga tahun 1990-an. Namun setelah berakhirnya Perang Dingin, Amerika Serikat secara signifikan mengurangi jumlah rudal yang ditempatkan di Eropa seiring dengan berkurangnya ancaman dari Moskow.
Kini negara-negara NATO—yang dipelopori oleh Amerika Serikat—telah memperkuat pertahanan mereka di Eropa setelah invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina.
(mas)
tulis komentar anda