Pakar Sebut Serangan Siber Disponsori Negara Terus Alami Peningkatan

Senin, 24 Agustus 2020 - 04:05 WIB
Ilustrasi
MOSKOW - Eugene Kaspersky, CEO perusahaan keamanan siber Kaspersky menuturkan, serangan dunia maya yang disponsori negara telah meningkat di seluruh dunia. Tetapi, dia menuturkan, negara-negara memilih untuk tetap diam tentang ancaman yang mereka hadapi.

Laporan serangan dunia maya negara telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Dalam satu contoh awal tahun ini di bulan Juni, Perdana Menteri Australia, Scott Morrison mengatakan bahwa aktor dunia maya canggih berbasis negara telah menargetkan pemerintah negara lain. Sementara itu, Amerika Serikat (AS) secara teratur menuduh China melakukan taktik perang siber negara.

(Baca: Atasi Serangan Siber, Menkominfo Dorong Penyelesaian RUU PDP )



“Saya khawatir ada banyak insiden, insiden dunia maya, yang sedang terjadi dan negara-negara hanya diam. Mereka tidak membicarakan hal ini,” kata Kaspersky, seperti dilansir Al Arabiya.

Kaspersky mencatat bahwa serangan dunia maya, baik kriminal maupun yang disponsori negara, telah tumbuh secara eksponensial dalam kecanggihan dan volume selama dua dekade terakhir.

“Kecanggihan serangan dunia maya terus berkembang sepanjang waktu. Setiap hari, kami mengumpulkan lebih dari 300 ribu aplikasi berbahaya baru, 300 ribu aplikasi baru yang tidak pernah kami lihat sebelumnya, setiap hari,” jelasnya.

"Sementara itu, pemerintah telah turun ke dunia maya untuk melakukan operasi klandestin - seringkali lebih lama dari yang disadari komentator sebelumnya. Serangan yang disponsori negara bukanlah hal baru, karena itu telah terjadi sejak awal 2000-an dan kami tidak menyadarinya. Kami mengira itu hanya malware dan kemudian kampanye spionase ini menjadi semakin rumit," sambungnya.

Dia menuturkan, melacak kampanye ini merupakan sebuah tantangan dan seringkali sulit bagi pakar keamanan untuk menemukan sumber serangan. Para ahli sering dibiarkan mencari "sidik jari" dunia maya yang dapat membantu mengidentifikasi penyerang, contohnya mungkin waktu serangan, yang dapat membantu menunjukkan di zona waktu mana penyerang beroperasi atau bahasa yang digunakan dalam pengkodean serangan.

“Spionase siber kebanyakan berbicara tiga bahasa. Bahasa Inggris asli, beberapa dari zona Atlantik, bahasa Rusia asli, yang tidak terlalu aktif selama musim liburan di Rusia dan bahasa China yang disederhanakan, yang biasanya tidak aktif selama minggu-minggu liburan di China," jelas Kaspersky.

Pemerintah, jelasnya, cenderung merahasiakan kemampuan perang siber mereka, jika mereka perlu mengungkapkannya dalam perang siber di masa depan, yang sebagian merupakan alasan mengapa serangan siber biasanya tetap diam-diam.

(Baca: Musim Akun Sosmed Dibajak, Waspada Jika Email Tak Dikenal Masuk )

"Itu sangat rahasia. Kami tidak memiliki akses apa pun ke data ini hanya karena ada perbedaan antara senjata kinetik tradisional dan senjata dunia maya bahwa senjata dunia maya hanya senjata sekali pakai karena jika Anda mendemonstrasikannya, semua orang akan menambal sistem mereka. Ini tidak seperti jenis senapan mesin yang bisa digunakan selama beberapa dekade," ungkapnya.

Semakin banyak bagian dunia yang bergantung pada teknologi, termasuk infrastruktur publik yang penting seperti jaringan listrik atau transportasi. Ancaman serangan siber berpotensi melanda hampir setiap aspek kehidupan modern, dan dengan negara-negara yang terlibat dalam peperangan yang sedang berlangsung, ancamannya semakin dekat daripada sebelumnya.

Tahun lalu, Venezuela mengalami pemadaman berulang-ulang dan belum dapat dijelaskan, dengan jaringan listrik mati selama berhari-hari. Kaspersky memiliki jawaban sederhana untuk menjelaskan cara memeriksa serangan seperti ini.

"Pertanyaan pertama saya ketika hal seperti ini terjadi adalah apakah ada laporan tentang asap dan api?' Jika tidak, maka itu adalah serangan siber," tukasnya.
(esn)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More