Pakar: Janji Trump Capai Kesepakatan dengan Korut Jika Kembali Terpilih Sulit Tercapai
Minggu, 23 Agustus 2020 - 19:41 WIB
WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dalam beberapa pekan terakhir telah mengklaim lebih dari sekali bahwa jika dia terpilih kembali, dia akan membuat kesepakatan dengan Pyongyang dengan sangat cepat. Tetapi, para pakar AS mengenai Asia dan Semenanjung Korea mengatakan, pernyataan seperti itu tidak masuk akal.
Para pakar mengatakan, kesepakatan seperti itu sangat tidak mungkin dan terutama ditujukan pada pemilihan November. "Trump sama sekali tidak mencapai kesepakatan dengan Korea Utara (Korut)," ucap pakar dari Brookings Institution, Michael O'Hanlon.
Douglas Paal, wakil presiden untuk studi di Carnegie Endowment for International Peace mengungkap pernyataan yang hampir senada.
(Baca: Rekaman Suara Adik Trump: Presiden Trump Kejam dan Pembohong )
"Saya pikir Trump terlibat dalam pemikiran magis, berharap bahwa doa ketangguhannya terhadap Pyongyang, diikuti oleh pertemuan puncak dan tidak ada konflik, akan meyakinkan para pemilih bahwa dia melakukan pekerjaan dengan baik. Faktanya benar-benar sebaliknya," ucapnya, seperti dilansir Xinhua.
Mereka mengatakan, DPRK mengawasi dengan cermat proses pemilihan AS. Dengan Trump tertinggal dalam jajak pendapat, Pyongyang enggan datang ke meja perundingan.
Troy Stangarone, dari Institut Ekonomi Korea nirlaba yang berbasis di Washington, mengatakan bahwa Korut memahami politik pemilihan di AS dengan baik dan tidak mungkin ingin bernegosiasi dengan pemerintahan Trump dengan presiden yang tertinggal dalam jajak pendapat, mencatat bahwa Trump tertinggal melawan saingannya Joe Biden.
Mantan analis CIA dan analis kebijakan RAND Corporation, Soo Kim, mengatakan, tujuan Trump tampaknya bukan tentang menangani kekhawatiran AS dan regional tentang kemampuan nuklir yang berkembang di Korut. "Melainkan lebih banyak tentang mengamankan kesepakatan untuk tujuan demonstrasi," ujarya.
Trump dan pemimpin Korut telah terlibat pembicaraan langsung sebanyak tiga kali sejak 2018. Namun pembicaraan terhenti sejak pertemuan kedua mereka, yang berlangsung pada Februari 2019.
(Baca: Ketua DPR AS Kecam Trump karena Klaim FDA Tunda Vaksin Covid-19 )
Beberapa ahli yakin Korut sedang menunggu sampai pemilihan umum AS selesai. Ini karena kebijakan AS terhadap Pyongyang dapat berubah jika Joe Biden terpilih sebagai presiden pada November.
Jenna Gibson, pakar Semenanjung Korea di Universitas Chicago, mengatakan bahwa Korut selalu siap untuk kembali ke meja perundingan, untuk kesepakatan yang tepat.
"Mereka punya banyak waktu di dunia, dan saya yakin mereka akan sangat senang bertemu dengan Trump lagi kapan pun jika dia menawarkan insentif yang cukup besar.Sebuah perjanjian damai penuh, misalnya, bisa lebih dari cukup untuk memicu pembicaraan serius lagi," katanya.
"Tetapi bahkan jika mereka berhasil mengadakan pertemuan tingkat tinggi lagi. Saya memiliki keraguan serius tentang kemampuan untuk mencapai kesepakatan penuh di penghujung hari, mengingat seberapa jauh jarak kedua belah pihak," tukasnya.
Para pakar mengatakan, kesepakatan seperti itu sangat tidak mungkin dan terutama ditujukan pada pemilihan November. "Trump sama sekali tidak mencapai kesepakatan dengan Korea Utara (Korut)," ucap pakar dari Brookings Institution, Michael O'Hanlon.
Douglas Paal, wakil presiden untuk studi di Carnegie Endowment for International Peace mengungkap pernyataan yang hampir senada.
(Baca: Rekaman Suara Adik Trump: Presiden Trump Kejam dan Pembohong )
"Saya pikir Trump terlibat dalam pemikiran magis, berharap bahwa doa ketangguhannya terhadap Pyongyang, diikuti oleh pertemuan puncak dan tidak ada konflik, akan meyakinkan para pemilih bahwa dia melakukan pekerjaan dengan baik. Faktanya benar-benar sebaliknya," ucapnya, seperti dilansir Xinhua.
Mereka mengatakan, DPRK mengawasi dengan cermat proses pemilihan AS. Dengan Trump tertinggal dalam jajak pendapat, Pyongyang enggan datang ke meja perundingan.
Troy Stangarone, dari Institut Ekonomi Korea nirlaba yang berbasis di Washington, mengatakan bahwa Korut memahami politik pemilihan di AS dengan baik dan tidak mungkin ingin bernegosiasi dengan pemerintahan Trump dengan presiden yang tertinggal dalam jajak pendapat, mencatat bahwa Trump tertinggal melawan saingannya Joe Biden.
Mantan analis CIA dan analis kebijakan RAND Corporation, Soo Kim, mengatakan, tujuan Trump tampaknya bukan tentang menangani kekhawatiran AS dan regional tentang kemampuan nuklir yang berkembang di Korut. "Melainkan lebih banyak tentang mengamankan kesepakatan untuk tujuan demonstrasi," ujarya.
Trump dan pemimpin Korut telah terlibat pembicaraan langsung sebanyak tiga kali sejak 2018. Namun pembicaraan terhenti sejak pertemuan kedua mereka, yang berlangsung pada Februari 2019.
(Baca: Ketua DPR AS Kecam Trump karena Klaim FDA Tunda Vaksin Covid-19 )
Beberapa ahli yakin Korut sedang menunggu sampai pemilihan umum AS selesai. Ini karena kebijakan AS terhadap Pyongyang dapat berubah jika Joe Biden terpilih sebagai presiden pada November.
Jenna Gibson, pakar Semenanjung Korea di Universitas Chicago, mengatakan bahwa Korut selalu siap untuk kembali ke meja perundingan, untuk kesepakatan yang tepat.
"Mereka punya banyak waktu di dunia, dan saya yakin mereka akan sangat senang bertemu dengan Trump lagi kapan pun jika dia menawarkan insentif yang cukup besar.Sebuah perjanjian damai penuh, misalnya, bisa lebih dari cukup untuk memicu pembicaraan serius lagi," katanya.
"Tetapi bahkan jika mereka berhasil mengadakan pertemuan tingkat tinggi lagi. Saya memiliki keraguan serius tentang kemampuan untuk mencapai kesepakatan penuh di penghujung hari, mengingat seberapa jauh jarak kedua belah pihak," tukasnya.
(esn)
tulis komentar anda