Tak Mau Tergantung AS, Arab Saudi Perkuat Industri Pertahanan Dalam Negeri
Kamis, 04 Juli 2024 - 07:55 WIB
RIYADH - Industri Militer Arab Saudi (SAMI) mengatakan pada Kamis (4/7/2024) bahwa pihaknya menandatangani tiga nota kesepahaman (MOU) dengan perusahaan-perusahaan Turki untuk “mendukung lokalisasi industri pertahanan”.
Itu sebagai langkah Arab Saudi untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasokan senjata dan alat pertahanan lainnya dari Amerika Serikat.
Dalam sebuah pernyataan, SAMI mengatakan pihaknya setuju dengan pembuat drone Turki, Baykar, untuk “membangun kemampuan manufaktur” dan mengembangkan sistem untuk kendaraan udara tak berawak Baykar di Arab Saudi.
Mereka juga setuju dengan perusahaan kedirgantaraan dan pertahanan Turki Aselsan untuk menjajaki peluang pengembangan teknologi elektronik pertahanan di Kerajaan.
Selain itu, SAMI menandatangani perjanjian awal dengan Fergani Space Turki untuk “pengembangan teknologi baru di Kerajaan untuk melayani sektor luar angkasa global,” kata pernyataan itu.
Dalam pandangan Robert Czulda, pakar pertahanan dari Polandia, Putra Mahkota Mohammad bin Salman, penguasa de facto negara tersebut, Visi 2030 berupaya mengurangi ketergantungan Saudi pada AS. "Salah satu komponen strateginya adalah mengembangkan produksi senjata dalam negeri," katanya.
Sebagai negara dengan belanja militer terbesar kelima di dunia pada tahun 2022, menurut Stockholm International Peace Research Institute, Arab Saudi diperkirakan menghabiskan hampir USD70 miliar untuk senjata pada tahun 2023. Pada tahun 2018-2022, Arab Saudi adalah importir senjata terbesar kedua di dunia, 78% pembeliannya dari AS, yang menyumbang 19% ekspor senjata AS.
"Peningkatan produksi dalam negeri dimaksudkan untuk membangun basis industri Saudi sendiri dan mengurangi risiko yang terkait dengan pembelian senjata dari negara lain, yang memiliki sejarah mengaitkan penjualan dengan isu-isu lain," ungkap Czulda.
Misalnya, selama beberapa waktu, Jerman telah memblokir penjualan sekitar 200 tank Leopard 2A7 ke Arab Saudi, dengan alasan kekhawatiran hak asasi manusia dan perang yang dipimpin Saudi di Yaman.
Saudi juga menghadapi tantangan dalam memperoleh tambahan 48 pesawat tempur Eurofighter Typhoon. Hanya ketika Riyadh mendekati Prancis mengenai kemungkinan pembelian jet Rafale, barulah Jerman dilaporkan mencabut blokadenya. Pemerintahan Joe Biden selama dua tahun membatasi ekspor senjata ke Arab Saudi sampai ada gencatan senjata sementara dalam perang dengan Yaman.
"Membangun industri senjata sendiri akan memungkinkan Arab Saudi meningkatkan keamanannya di wilayah yang tidak stabil dan tidak dapat diprediksi," papar Czulda.
Itu sebagai langkah Arab Saudi untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasokan senjata dan alat pertahanan lainnya dari Amerika Serikat.
Dalam sebuah pernyataan, SAMI mengatakan pihaknya setuju dengan pembuat drone Turki, Baykar, untuk “membangun kemampuan manufaktur” dan mengembangkan sistem untuk kendaraan udara tak berawak Baykar di Arab Saudi.
Mereka juga setuju dengan perusahaan kedirgantaraan dan pertahanan Turki Aselsan untuk menjajaki peluang pengembangan teknologi elektronik pertahanan di Kerajaan.
Selain itu, SAMI menandatangani perjanjian awal dengan Fergani Space Turki untuk “pengembangan teknologi baru di Kerajaan untuk melayani sektor luar angkasa global,” kata pernyataan itu.
Baca Juga
Dalam pandangan Robert Czulda, pakar pertahanan dari Polandia, Putra Mahkota Mohammad bin Salman, penguasa de facto negara tersebut, Visi 2030 berupaya mengurangi ketergantungan Saudi pada AS. "Salah satu komponen strateginya adalah mengembangkan produksi senjata dalam negeri," katanya.
Sebagai negara dengan belanja militer terbesar kelima di dunia pada tahun 2022, menurut Stockholm International Peace Research Institute, Arab Saudi diperkirakan menghabiskan hampir USD70 miliar untuk senjata pada tahun 2023. Pada tahun 2018-2022, Arab Saudi adalah importir senjata terbesar kedua di dunia, 78% pembeliannya dari AS, yang menyumbang 19% ekspor senjata AS.
"Peningkatan produksi dalam negeri dimaksudkan untuk membangun basis industri Saudi sendiri dan mengurangi risiko yang terkait dengan pembelian senjata dari negara lain, yang memiliki sejarah mengaitkan penjualan dengan isu-isu lain," ungkap Czulda.
Misalnya, selama beberapa waktu, Jerman telah memblokir penjualan sekitar 200 tank Leopard 2A7 ke Arab Saudi, dengan alasan kekhawatiran hak asasi manusia dan perang yang dipimpin Saudi di Yaman.
Saudi juga menghadapi tantangan dalam memperoleh tambahan 48 pesawat tempur Eurofighter Typhoon. Hanya ketika Riyadh mendekati Prancis mengenai kemungkinan pembelian jet Rafale, barulah Jerman dilaporkan mencabut blokadenya. Pemerintahan Joe Biden selama dua tahun membatasi ekspor senjata ke Arab Saudi sampai ada gencatan senjata sementara dalam perang dengan Yaman.
"Membangun industri senjata sendiri akan memungkinkan Arab Saudi meningkatkan keamanannya di wilayah yang tidak stabil dan tidak dapat diprediksi," papar Czulda.
(ahm)
tulis komentar anda