3 Alasan Tajikistan Melarang Hijab, Salah Satunya Mewajibkan Penggunaan Pakaian Tradisional

Rabu, 26 Juni 2024 - 21:55 WIB
Melansir Euro News, di Tajikistan, pemerintahan yang dipimpin oleh presiden seumur hidup Emomali Rahmon telah lama mengincar apa yang mereka gambarkan sebagai ekstremisme.

Setelah perjanjian damai untuk mengakhiri perang saudara selama lima tahun pada tahun 1997, Rahmon – yang telah berkuasa sejak tahun 1994 – pertama kali menemukan cara untuk hidup berdampingan dengan oposisi Partai Kebangkitan Islam Tajikistan (TIRP), yang diberikan serangkaian konsesi.

Menurut perjanjian yang ditengahi PBB, perwakilan TIRP yang pro-Syariah akan berbagi 30% pemerintahan, dan TIRP diakui sebagai partai politik pasca-Soviet pertama di Asia Tengah yang didirikan berdasarkan nilai-nilai Islam.

Namun, Rahmon berhasil menyingkirkan TIRP dari kekuasaan meskipun partai tersebut seiring berjalannya waktu menjadi lebih sekuler. Pada tahun 2015, ia kemudian berhasil menutup TIRP dan menetapkannya sebagai organisasi teroris setelah partai tersebut diduga ikut serta dalam upaya kudeta yang gagal, yang menewaskan Jenderal Abdulhalim Nazarzoda, seorang birokrat penting pemerintah.

2. Mengidentikkan Jilbab dengan Ekstremis



Foto/UN Women

Sementara itu, ia mengalihkan perhatiannya pada apa yang pemerintahnya gambarkan sebagai pengaruh “ekstremis” di kalangan warga.

Setelah pertama kali melarang jilbab di lembaga-lembaga publik, termasuk universitas dan gedung pemerintah, pada tahun 2009, rezim di Dushanbe mendorong sejumlah peraturan formal dan informal yang dimaksudkan untuk mencegah negara-negara tetangga memberikan pengaruh tetapi juga memperkuat kendali mereka atas negara tersebut.

Meskipun tidak ada batasan hukum mengenai janggut di Tajikistan, beberapa laporan menyatakan bahwa penegak hukum telah mencukur paksa pria yang berjanggut lebat, yang dipandang sebagai tanda potensial dari pandangan agama ekstremis seseorang.

Undang-Undang Tanggung Jawab Orang Tua, yang mulai berlaku pada tahun 2011, memberikan sanksi kepada orang tua yang menyekolahkan anaknya ke pendidikan agama di luar negeri, sedangkan menurut undang-undang yang sama, anak di bawah 18 tahun dilarang memasuki tempat ibadah tanpa izin.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More