Resmi, AS Aktifkan Klausul 'Snapback' Perjanjian Nuklir 2015
Jum'at, 21 Agustus 2020 - 02:35 WIB
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) secara kontroversial akan memulai proses di Dewan Keamanan (DK) PBB untuk mengembalikan sanksi internasional terhadap Iran yang dicabut berdasarkan kesekapatan nuklir 2015 atau klausul snapback.
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo akan mengajukan pengaduan yang menuduh Iran secara signifikan tidak mematuhi perjanjian nuklir 2015 dan memicu mekanisme sanksi "snapback". Setelah pengaduan diajukan, negara-negara lain di DK PBB memiliki waktu 30 hari untuk mengadopsi resolusi guna mencegah snapback. Namun, sebagai anggota tetap, AS akan dapat menggunakan hak vetonya.(Baca: AS Bersiap Pulihkan Seluruh Sanksi Terhadap Iran )
Pompeo menekankan bahwa di bawah resolusi Dewan Keamanan nomor 2231, yang mendukung kesepakatan nuklir, AS memiliki hak hukum untuk memicu klausul snapback.
"Ia memiliki seperangkat ketentuan, ia memiliki seperangkat hak dan kewajiban, dan kami akan sepenuhnya mematuhinya, dan kami berharap setiap negara di dunia akan memenuhi kewajibannya, termasuk setiap anggota P5," katanya seperti dilansir dari BBC, Jumat (21/8/2020).
Selain mempertahankan embargo senjata , sanksi yang tegas akan memaksa Iran untuk menangguhkan semua kegiatan yang terkait dengan pengayaan nuklir dan pemrosesan ulang, serta melarang impor apa pun yang dapat berkontribusi pada kegiatan tersebut atau pengembangan sistem pengiriman senjata nuklir.
Sanksi terhadap lusinan individu dan entitas juga akan diberlakukan kembali.(Baca: PBB Tolak Perpanjang Embargo Senjata Iran )
Namun, kekuatan dunia lain bersikeras AS tidak memiliki hak hukum untuk melakukannya. Pasalnya, AS telah keluar dari perjanjian itu dua tahun lalu.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengatakan bahwa hal itu tidak masuk akal, menambahkan bahwa pemerintah AS tidak memiliki dasar hukum untuk melakukannya.
Negara-negara Eropa juga mengatakan bahwa Presiden Trump memperjelas pada 2018 bahwa AS telah mengakhiri partisipasinya dalam kesepakatan nuklir dan menyerahkan hak apa pun.
Menteri Luar Negeri Mike Pompeo akan mengajukan pengaduan yang menuduh Iran secara signifikan tidak mematuhi perjanjian nuklir 2015 dan memicu mekanisme sanksi "snapback". Setelah pengaduan diajukan, negara-negara lain di DK PBB memiliki waktu 30 hari untuk mengadopsi resolusi guna mencegah snapback. Namun, sebagai anggota tetap, AS akan dapat menggunakan hak vetonya.(Baca: AS Bersiap Pulihkan Seluruh Sanksi Terhadap Iran )
Pompeo menekankan bahwa di bawah resolusi Dewan Keamanan nomor 2231, yang mendukung kesepakatan nuklir, AS memiliki hak hukum untuk memicu klausul snapback.
"Ia memiliki seperangkat ketentuan, ia memiliki seperangkat hak dan kewajiban, dan kami akan sepenuhnya mematuhinya, dan kami berharap setiap negara di dunia akan memenuhi kewajibannya, termasuk setiap anggota P5," katanya seperti dilansir dari BBC, Jumat (21/8/2020).
Selain mempertahankan embargo senjata , sanksi yang tegas akan memaksa Iran untuk menangguhkan semua kegiatan yang terkait dengan pengayaan nuklir dan pemrosesan ulang, serta melarang impor apa pun yang dapat berkontribusi pada kegiatan tersebut atau pengembangan sistem pengiriman senjata nuklir.
Sanksi terhadap lusinan individu dan entitas juga akan diberlakukan kembali.(Baca: PBB Tolak Perpanjang Embargo Senjata Iran )
Namun, kekuatan dunia lain bersikeras AS tidak memiliki hak hukum untuk melakukannya. Pasalnya, AS telah keluar dari perjanjian itu dua tahun lalu.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengatakan bahwa hal itu tidak masuk akal, menambahkan bahwa pemerintah AS tidak memiliki dasar hukum untuk melakukannya.
Negara-negara Eropa juga mengatakan bahwa Presiden Trump memperjelas pada 2018 bahwa AS telah mengakhiri partisipasinya dalam kesepakatan nuklir dan menyerahkan hak apa pun.
(ber)
tulis komentar anda