Suku Terasing Amazon Mengakses Internet Berkat Elon Musk, tapi Malah Kecanduan Pornografi
Selasa, 11 Juni 2024 - 09:28 WIB
Awalnya, internet digembar-gemborkan sebagai hal yang positif bagi suku terpencil yang dapat dengan cepat menghubungi pihak berwenang untuk mendapatkan bantuan dalam keadaan darurat, termasuk kemungkinan gigitan ular yang mematikan.
“Ini sudah menyelamatkan banyak nyawa,” kata Enoque Marubo (40), anggota suku setempat.
Anggota suku juga dapat berbagi sumber daya pendidikan dengan suku Amazon lainnya dan terhubung dengan teman dan keluarga yang kini tinggal di tempat lain.
Hal ini juga membuka banyak kemungkinan bagi Marubo muda, yang beberapa di antaranya tidak mampu mengonseptualisasikan apa yang ada di luar lingkungan sekitar mereka.
Seorang remaja mengatakan kepada The New York Times bahwa dia sekarang bermimpi untuk berkeliling dunia, sementara remaja lainnya mengatakan dia bercita-cita menjadi seorang dokter gigi di São Paulo.
Namun, Enoque juga mengeluhkan kerugian yang signifikan.
“Itu sangat mengubah rutinitas sehingga merugikan,” katanya, yang dilansir Selasa (11/6/2024). “Di desa, jika Anda tidak berburu, memancing, dan menanam, Anda tidak akan makan.”
“Beberapa anak muda mempertahankan tradisi kami,” imbuh TamaSay Marubo (42). “Yang lain hanya ingin menghabiskan sepanjang sore dengan ponsel mereka.”
Masyarakat suku menjadi sangat kecanduan sehingga para pemimpin Marubo, karena takut bahwa sejarah dan budaya—yang diturunkan secara lisan—akan hilang selamanya, mereka kini membatasi akses internet selama dua jam setiap pagi, lima jam setiap malam, dan sepanjang hari pada hari Minggu.
Namun para orang tua masih khawatir bahwa kerusakan sudah terjadi.
“Ini sudah menyelamatkan banyak nyawa,” kata Enoque Marubo (40), anggota suku setempat.
Anggota suku juga dapat berbagi sumber daya pendidikan dengan suku Amazon lainnya dan terhubung dengan teman dan keluarga yang kini tinggal di tempat lain.
Hal ini juga membuka banyak kemungkinan bagi Marubo muda, yang beberapa di antaranya tidak mampu mengonseptualisasikan apa yang ada di luar lingkungan sekitar mereka.
Seorang remaja mengatakan kepada The New York Times bahwa dia sekarang bermimpi untuk berkeliling dunia, sementara remaja lainnya mengatakan dia bercita-cita menjadi seorang dokter gigi di São Paulo.
Namun, Enoque juga mengeluhkan kerugian yang signifikan.
“Itu sangat mengubah rutinitas sehingga merugikan,” katanya, yang dilansir Selasa (11/6/2024). “Di desa, jika Anda tidak berburu, memancing, dan menanam, Anda tidak akan makan.”
“Beberapa anak muda mempertahankan tradisi kami,” imbuh TamaSay Marubo (42). “Yang lain hanya ingin menghabiskan sepanjang sore dengan ponsel mereka.”
Masyarakat suku menjadi sangat kecanduan sehingga para pemimpin Marubo, karena takut bahwa sejarah dan budaya—yang diturunkan secara lisan—akan hilang selamanya, mereka kini membatasi akses internet selama dua jam setiap pagi, lima jam setiap malam, dan sepanjang hari pada hari Minggu.
Namun para orang tua masih khawatir bahwa kerusakan sudah terjadi.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
tulis komentar anda