China Hadapi Berbagai Tantangan Perihal Klaim Seluruh Laut China Selatan

Jum'at, 12 April 2024 - 16:08 WIB
Namun, AS dan sekutunya khawatir akan konsekuensi mengabaikan pendekatan China terhadap jalur perairan internasional yang penting ini. Mereka khawatir bahwa klaim Beijing yang terang-terangan dan melanggar hukum atas seluruh Laut China Selatan dapat mengancam kebebasan navigasi dan jalur komunikasi laut (SLOCs) yang penting bagi jalur perdagangan maritim dan pergerakan pasukan Angkatan Laut. Setiap tahun, diperkirakan perdagangan internasional senilai USD5 triliun melewati Laut China Selatan.

Selama beberapa tahun terakhir, Angkatan Laut, Coast Guard, dan milisi maritim China telah berulang kali mengganggu Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) masing-masing di Laut China Selatan yang disengketakan. Dipersenjatai dengan kapal-kapal militer yang lebih besar dan lebih berat, Coast Guard China telah melakukan kunjungan yang lebih sering dan invasif ke ZEE ini. Langkah-langkah ini lebih sering mengakibatkan pertemuan dekat dengan Angkatan Laut negara-negara Asia Tenggara.

Pada 2021, kapal Coast Guard Indonesia dan kapal Coast Guard China saling membayangi selama berbulan-bulan di dekat Laut Natuna di Laut China Selatan tempat Indonesia melakukan latihan eksplorasi minyak. Indonesia menyatakan, berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), Laut Natuna Utara yang terletak di ujung selatan Laut China Selatan merupakan bagian dari ZEE-nya.

Pada Desember 2022, Indonesia harus mengerahkan kapal perang ke Laut Natuna Utara untuk memantau kapal Coast Guard China yang aktif di wilayah tersebut. Indonesia, yang bukan pihak dalam sengketa Laut China Selatan, mempunyai kepentingan strategis dan ekonomi karena ZEE-nya tumpang tindih dengan beberapa negara Asia Tenggara serta ”sembilan garis putus-putus” China.

Filipina, yang membenarkan latihan gabungan udara dan laut besar-besaran dengan Amerika Serikat, Jepang, dan Australia di Laut China Selatan pada 7 April, terus-menerus menghadapi gangguan dari Coast Guard dan milisi maritim China di ZEE-nya. Hanya dua hari menjelang latihan militer gabungan dengan sekutunya, Manila melaporkan kapal penangkap ikannya diganggu oleh kapal Coast Guard China yang menggunakan meriam air untuk menghalangi pergerakan mereka di laut.

Sebelumnya, pada bulan Maret, Coast Guard Filipina menuduh Coast Guard China melakukan “tindakan sembrono dan ilegal” di Laut China Selatan setelah Coast Guard tersebut menabrak kapal China, yang mengakibatkan kerusakan struktural kecil pada kapal tersebut. Masih di bulan yang sama, Manila melakukan protes keras setelah dua kapal Coast Guard China menyemprotkan meriam air ke kapal pasokan yang dioperasikan Angkatan Laut Filipina di dekat Second Thomas Shoal yang disengketakan di Laut China Selatan. Insiden tersebut mengakibatkan awak Angkatan Laut Filipina terluka dan kapal mereka rusak parah di Laut China Selatan.

Ketegangan Filipina-China



Permusuhan antara Manila dan Beijing terkait Laut China Selatan meningkat sejak tahun lalu. Hingga Oktober 2023, menurut Kementerian Luar Negeri Filipina, Manila telah mengajukan protes diplomatik sebanyak 55 kali terhadap Beijing terkait pelecehan terus-menerus yang dilakukan Angkatan Laut dan Coast Guard China terhadap Coast Guard Filipina di Laut China Selatan.

Vietnam juga sering menjadi sasaran intimidasi China di Laut China Selatan yang disengketakan dan diakui sebagai Laut Timur oleh Hanoi. Pada April 2020, Hanoi mengajukan protes kepada Beijing setelah kapal Coast Guard China bertabrakan dan menenggelamkan kapal nelayan Vietnam di Kepulauan Paracel di Laut China Selatan. Vietnam harus membatalkan proyek minyak besar di Laut China Selatan untuk kedua kalinya pada 2018 menyusul tekanan dari China. Pada tahun 1974, China menginvasi Pulau Paracel di Laut China Selatan, yang diklaim Vietnam sebagai miliknya sejak abad ke-17.

Tahun lalu, Malaysia menolak “peta standar” edisi terbaru China yang mengeklaim hampir seluruh Laut China Selatan, termasuk wilayah yang terletak di lepas pantai pulau Borneo. "Malaysia tidak mengakui klaim China di Laut China Selatan sebagaimana dituangkan dalam peta standar China edisi 2023 yang meluas hingga wilayah maritim Malaysia," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Malaysia pada 31 Agustus 2023.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More