Zelensky Tepis Klaim Putin soal Para Teroris Hendak Kabur ke Ukraina

Senin, 25 Maret 2024 - 07:41 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin klaim para teroris pembantai 137 orang di gedung konser Moskow ditangkap saat hendak kabur ke Ukraina. Namun, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky membantahnya. Foto/REUTERS
KYIV - Presiden Rusia Vladimir Putin mengeklaim para teroris yang membantai 137 orang di gedung konser Balai Kota Crocus ditangkap saat mencoba melarikan diri ke Ukraina.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan marah menepis klaim Putin.

Gedung tempat orang-orang bersenjata menembaki para penonton konser pada Jumat malam berlokasi di Krasnogorsk, pinggiran Moskow. Gedung itu telah menjadi reruntuhan yang menghitam dan membara pada hari Sabtu.



Zelensky mengatakan tuduhan Moskow sebagai upaya Putin dan para letnannya untuk mengalihkan kesalahan kepada Ukraina sambil memperlakukan rakyat mereka sendiri sebagai “barang yang bisa dibuang.”



“Mereka membakar kota-kota kami—dan mereka mencoba menyalahkan Ukraina,” katanya dalam sebuah pernyataan.

"Mereka menyiksa dan memperkosa warga kami—dan mereka menyalahkan mereka (warga Ukraina). Mereka mengusir ratusan ribu teroris mereka ke sini untuk melawan kami di tanah Ukraina, dan mereka tidak peduli dengan apa yang terjadi di negara mereka sendiri," lanjut Zelensky, seperti dikutip AFP, Senin (25/3/2024).

Pasukan Rusia telah menangkap 11 orang, termasuk empat tersangka teroris.

Afiliasi kelompok ISIS di Afghanistan mengaku bertanggung jawab atas penembakan massal yang mengerikan tersebut.

Putin tidak menyebut ISIS dalam pidatonya, dan Kyiv menuduhnya dan politisi Rusia lainnya secara keliru mengkaitkan Ukraina dengan serangan tersebut untuk memicu semangat perang Rusia di Ukraina, yang baru-baru ini memasuki tahun ketiga.

Pejabat intelijen AS membenarkan klaim afiliasi kelompok ISIS tersebut.

“ISIS bertanggung jawab penuh atas serangan ini. Tidak ada keterlibatan Ukraina sama sekali,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Adrienne Watson dalam sebuah pernyataan.

Menurut Watson, Amerika Serikat (AS) berbagi informasi dengan Rusia pada awal Maret tentang rencana serangan teroris di Moskow dan mengeluarkan peringatan publik kepada warga Amerika di Rusia.

Putin mengonfirmasi bahwa pihak berwenang menahan total 11 orang dalam serangan itu, yang juga melukai lebih dari 100 orang.

Dia menyebutnya sebagai “aksi teroris berdarah dan biadab” dan mengatakan pihak berwenang Rusia menangkap empat tersangka saat mereka mencoba melarikan diri ke Ukraina melalui “window” yang disiapkan untuk mereka di sisi perbatasan Ukraina.

Media Rusia menyiarkan video yang tampaknya menunjukkan penahanan dan interogasi para tersangka, termasuk seorang tersangka yang mengatakan kepada kamera bahwa dia didekati oleh asisten seorang pengkhotbah Islam yang tidak dikenal melalui aplikasi pesan dan dibayar untuk ikut serta dalam serangan tersebut.

Laporan berita Rusia mengidentifikasi orang-orang bersenjata itu sebagai warga negara Tajikistan, bekas republik Soviet di Asia Tengah yang mayoritas penduduknya Muslim dan berbatasan dengan Afghanistan.

Sekitar 1,5 juta warga Tajikistan telah bekerja di Rusia dan banyak yang memiliki kewarganegaraan Rusia.

Kementerian Luar Negeri Tajikistan, yang membantah laporan bahwa beberapa warga Tajikistan lainnya diduga terlibat dalam serangan itu, tidak segera menanggapi permintaan komentar mengenai penangkapan para tersangka.

Banyak kelompok garis keras Rusia menyerukan tindakan keras terhadap migran Tajikistan, namun Putin tampaknya menolak gagasan tersebut, dengan mengatakan: “Tidak ada kekuatan yang mampu menabur benih beracun berupa perselisihan, kepanikan atau perpecahan dalam masyarakat multi-etnis kita.”

Dia menyatakan hari Minggu sebagai hari berkabung dan mengatakan langkah-langkah keamanan tambahan diberlakukan di seluruh Rusia.

Jumlah korban tewas mencapai 137 orang, menjadikan serangan itu yang paling mematikan di Rusia dalam beberapa tahun terakhir. Pihak berwenang mengatakan jumlah korban masih bisa bertambah.

Serangan tersebut merupakan hal yang sangat memalukan bagi Putin dan terjadi hanya beberapa hari setelah dia memperkuat kekuasaannya di negara tersebut selama enam tahun berikutnya dalam pemungutan suara pemilihan presiden.

Beberapa komentator di media sosial Rusia mempertanyakan bagaimana pihak berwenang, yang tanpa henti menekan aktivitas oposisi dan memberangus media independen, gagal mencegah serangan tersebut meskipun ada peringatan dari AS.

Serangan itu terjadi dua minggu setelah Kedutaan Besar AS di Moskow mengeluarkan pemberitahuan yang mendesak warga Amerika untuk menghindari tempat-tempat keramaian mengingat rencana “dalam waktu dekat” oleh para ekstremis untuk menargetkan pertemuan besar di Moskow, termasuk konser.

Beberapa kedutaan negara Barat lainnya mengulangi peringatan tersebut. Awal pekan ini, Putin mengecam peringatan tersebut sebagai upaya untuk mengintimidasi warga Rusia.
(mas)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More