4 Negara Anti-Islam di Dunia
Rabu, 13 Maret 2024 - 21:21 WIB
Foto/Reuters
Austria mengalami 1.324 insiden rasisme anti-Muslim dan Islamofobia pada 2022. Menurut Laporan Rasisme Anti-Muslim tahun 2022 yang dirilis oleh Pusat Dokumentasi dan Konseling Muslim Austria, sebagian besar serangan terjadi pada platform digital.
Laporan tersebut mengatakan 15,2% dari mereka yang menjadi sasaran rasisme anti-Muslim, serangan verbal dan fisik adalah laki-laki, sementara lebih dari dua kali lipatnya, yaitu 40,2%, adalah perempuan.
Angka tersebut juga menunjukkan bahwa dari serangan online, 92% merupakan ujaran kebencian terhadap Islam dan Muslim, sementara 5% merupakan hasutan.
Meskipun 81,6% serangan dilakukan di platform online, 38,9% di antaranya terjadi di berbagai bidang kehidupan sosial di Austria, tempat tinggal sekitar 700.000 Muslim.
Ibu kota Wina merupakan kota dengan jumlah insiden rasis terbesar, yakni 112 kasus, kata laporan tersebut, seraya menekankan bahwa catatan ini hanya mencerminkan sebagian dari total serangan.
Berbicara kepada Anadolu, Selime Ture dari pusat dokumentasi dan konseling mengatakan bahwa rasisme anti-Muslim menjadi “normal” di Austria. Dia mengatakan beberapa “studi akademis” yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang bias memainkan peran penting dalam tren peningkatan ini. Ture menambahkan bahwa pengakuan terhadap masalah Islamofobia sangat diperlukan, karena hal ini tidak ada dalam politik Austria.
Foto/Reuters
Denmark menjadi perhaian karena menjadi lokasi tempat pembakaran Alquran. Apalagi, aksi pembakaran Alquran yang pernah dilakukan Rasmus Paludan di luar masjid dan Kedutaan Besar Turki di Stockholm justru mendapatkan perlindungan polisi, provokator sayap kanan, yang terkenal karena pandangan Islamofobianya.
Austria mengalami 1.324 insiden rasisme anti-Muslim dan Islamofobia pada 2022. Menurut Laporan Rasisme Anti-Muslim tahun 2022 yang dirilis oleh Pusat Dokumentasi dan Konseling Muslim Austria, sebagian besar serangan terjadi pada platform digital.
Laporan tersebut mengatakan 15,2% dari mereka yang menjadi sasaran rasisme anti-Muslim, serangan verbal dan fisik adalah laki-laki, sementara lebih dari dua kali lipatnya, yaitu 40,2%, adalah perempuan.
Angka tersebut juga menunjukkan bahwa dari serangan online, 92% merupakan ujaran kebencian terhadap Islam dan Muslim, sementara 5% merupakan hasutan.
Meskipun 81,6% serangan dilakukan di platform online, 38,9% di antaranya terjadi di berbagai bidang kehidupan sosial di Austria, tempat tinggal sekitar 700.000 Muslim.
Ibu kota Wina merupakan kota dengan jumlah insiden rasis terbesar, yakni 112 kasus, kata laporan tersebut, seraya menekankan bahwa catatan ini hanya mencerminkan sebagian dari total serangan.
Berbicara kepada Anadolu, Selime Ture dari pusat dokumentasi dan konseling mengatakan bahwa rasisme anti-Muslim menjadi “normal” di Austria. Dia mengatakan beberapa “studi akademis” yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang bias memainkan peran penting dalam tren peningkatan ini. Ture menambahkan bahwa pengakuan terhadap masalah Islamofobia sangat diperlukan, karena hal ini tidak ada dalam politik Austria.
3. Denmark
Foto/Reuters
Denmark menjadi perhaian karena menjadi lokasi tempat pembakaran Alquran. Apalagi, aksi pembakaran Alquran yang pernah dilakukan Rasmus Paludan di luar masjid dan Kedutaan Besar Turki di Stockholm justru mendapatkan perlindungan polisi, provokator sayap kanan, yang terkenal karena pandangan Islamofobianya.
tulis komentar anda