Bidik China, Parlemen Eropa Rancang UU Larangan Produk Kerja Paksa
Selasa, 12 Maret 2024 - 16:52 WIB
Terkait negara-negara lain, Inggris dan Kanada dengan cepat menyesuaikan diri dengan sikap keras AS dalam perdagangan dengan Xinjiang, Brussels, dan sebagian besar negara anggota UE juga mengikuti langkah tersebut. Mereka melakukan itu alih-alih memprioritaskan perjanjian investasi komprehensif dengan China, yang negosiasinya telah selesai pada 2020. Pakta investasi tersebut belum berlaku.
Sementara itu, Kepala Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk telah meminta China menerapkan rekomendasi untuk mengubah UU yang melanggar hak-hak dasar, termasuk di wilayah Xinjiang dan Tibet. Human Rights Watch (HRW) dan organisasi masyarakat sipil lainnya telah menyuarakan protes mereka terhadap China mengenai masalah kerja paksa di Xinjiang.
Badan-badan terkemuka di AS telah menyarankan bahwa usulan peraturan kerja paksa Uni Eropa dapat memberi insentif dan memfasilitasi pencegahan, mitigasi, dan remediasi yang kuat terhadap kerja paksa dalam rantai pasokan.
Sementara itu, pejabat tinggi Partai Komunis China (CCP) di Xinjiang mengatakan bahwa Islam "tidak dapat dihindari" untuk menjadi lebih “China” di wilayah barat laut negara tersebut yang mayoritas penduduknya Muslim, di mana Beijing dituduh telah melanggar hak asasi manusia.
"Semua orang tahu bahwa Islam di Xinjiang perlu disinisasi. Ini adalah tren yang tidak bisa dihindari," kata ketua partai regional Ma Xingrui.
Presiden China Xi Jinping selama ini telah menganjurkan "Sinisisasi" agama, termasuk Islam, Buddha, dan Kristen. Analisis lembaga pemikir Australia memperkirakan bahwa sejak tahun 2017, lebih dari dua pertiga masjid di Xinjiang mengalami kerusakan atau hancur total.
Namun, semua perhatian tertuju pada Komisi Eropa mengenai bentuk dari undang-undang praktik kerja paksa ini.
Pertanyaan lain adalah, apakah aturan terbaru UE dalam melarang barang-barang impor yang dibuat dengan menggunakan kerja paksa akan lebih lemah dibandingkan undang-undang AS yang ada saat ini? Dan kapan aturan terbaru ini bisa diterapkan? Apakah dalam waktu dekat, atau masih jauh di masa mendatang.
Sementara itu, Kepala Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk telah meminta China menerapkan rekomendasi untuk mengubah UU yang melanggar hak-hak dasar, termasuk di wilayah Xinjiang dan Tibet. Human Rights Watch (HRW) dan organisasi masyarakat sipil lainnya telah menyuarakan protes mereka terhadap China mengenai masalah kerja paksa di Xinjiang.
Implementasi Aturan Baru
Badan-badan terkemuka di AS telah menyarankan bahwa usulan peraturan kerja paksa Uni Eropa dapat memberi insentif dan memfasilitasi pencegahan, mitigasi, dan remediasi yang kuat terhadap kerja paksa dalam rantai pasokan.
Sementara itu, pejabat tinggi Partai Komunis China (CCP) di Xinjiang mengatakan bahwa Islam "tidak dapat dihindari" untuk menjadi lebih “China” di wilayah barat laut negara tersebut yang mayoritas penduduknya Muslim, di mana Beijing dituduh telah melanggar hak asasi manusia.
"Semua orang tahu bahwa Islam di Xinjiang perlu disinisasi. Ini adalah tren yang tidak bisa dihindari," kata ketua partai regional Ma Xingrui.
Presiden China Xi Jinping selama ini telah menganjurkan "Sinisisasi" agama, termasuk Islam, Buddha, dan Kristen. Analisis lembaga pemikir Australia memperkirakan bahwa sejak tahun 2017, lebih dari dua pertiga masjid di Xinjiang mengalami kerusakan atau hancur total.
Namun, semua perhatian tertuju pada Komisi Eropa mengenai bentuk dari undang-undang praktik kerja paksa ini.
Pertanyaan lain adalah, apakah aturan terbaru UE dalam melarang barang-barang impor yang dibuat dengan menggunakan kerja paksa akan lebih lemah dibandingkan undang-undang AS yang ada saat ini? Dan kapan aturan terbaru ini bisa diterapkan? Apakah dalam waktu dekat, atau masih jauh di masa mendatang.
(mas)
tulis komentar anda