Siapa Riken Yamamoto? Arsitek Jepang yang Menang Pritzker 2024

Rabu, 06 Maret 2024 - 22:22 WIB

4. Keliling Dunia untuk Mencari Inspirasi

Yamamoto merefleksikan lanskap arsitektur Jepang pada awal tahun 1970-an, masa yang didominasi oleh popularitas arsitektur modernis dan ketidaktertarikan pada gaya vernakular negara lain.

Didorong oleh ketertarikannya pada tema ini, ia memanfaatkan kesempatan untuk memulai perjalanan internasional selama tahun-tahun penting dalam karirnya, dipandu oleh mentornya, Hiroshi Hara. Bersama-sama, pada tahun 1972, mereka memulai perjalanan transformatif menelusuri garis pantai Mediterania. Perjalanan mereka membawa mereka melewati Perancis, Spanyol, Maroko, Aljazair, Tunisia, Italia, Yunani, dan Türkiye, membenamkan diri dalam kekayaan budaya dan nuansa masyarakat. Dua tahun kemudian, penjelajahan mereka berlanjut, kali ini dari jalanan Los Angeles yang ramai hingga lanskap dinamis di Meksiko, Guatemala, Kosta Rika, Kolombia, dan terakhir, Peru.

Setiap destinasi menawarkan wawasan unik mengenai interaksi antara ranah publik dan privat, yang berpuncak pada realisasi mendalam bagi Yamamoto: bahwa konsep "ambang batas" yang menggambarkan ruang-ruang ini bersifat universal, melampaui batas-batas geografis dan konteks budaya. Seperti yang ia nyatakan dengan fasih, “Saya menyadari bahwa sistem arsitektur di masa lalu adalah agar kita dapat menemukan budaya kita... Penampilan desa-desa berbeda, namun dunia mereka sangat mirip.”

5. DIkenal sebagai Profesor

Arsitek Jepang memiliki latar belakang akademis yang kaya. Perjalanannya dimulai dengan meraih gelar sarjana dari Universitas Nihon pada tahun 1968, disusul dengan gelar master dari Universitas Seni, Fakultas Arsitektur di Tokyo pada tahun 1971.

Bertransisi ke dunia akademis, ia menjabat sebagai Profesor di Departemen Arsitektur Universitas Kogakuin. dari tahun 2002 hingga 2007. Selain itu, ia mengajar di Sekolah Pascasarjana Arsitektur Universitas Nasional Yokohama dan Sekolah Pascasarjana Teknik di Universitas Nihon. Dari tahun 2018 hingga 2022, beliau menjabat sebagai Presiden di Universitas Seni & Desain Nagoya Zokei dan sejak tahun 2022 beliau mengajar di Universitas Seni Tokyo sebagai Profesor Tamu.

6. Fokus dan Komunal dan Kolektif

Yamamoto menonjol di antara para arsitek Jepang yang menentang prevalensi rumah keluarga tunggal, dan malah menganjurkan desain perumahan yang memprioritaskan elemen komunal dan kolektif. Dalam pandangannya, homogenisasi unit perumahan telah berkontribusi pada homogenisasi keluarga yang tinggal di dalamnya, menjadikan perumahan sebagai alat untuk penyesuaian dan pengondisian sosial.

Sebagai tindakan pencegahan, ia mengusulkan sebuah "model kawasan komunitas", yang membayangkan struktur yang mengintegrasikan unit hunian dengan beragam fasilitas penting, mendorong kehidupan antargenerasi dan memfasilitasi berbagai gaya hidup komunal.

7. Tertarik dengan Arsitektur Vernakular

Melansir archdaily, dalam perjalanan globalnya yang luas, Riken Yamamoto mendapati dirinya sangat tertarik pada arsitektur vernakular, yang kemudian berkembang menjadi ketertarikan mendalam pada desain modernis.

Pertemuan perdananya dengan arsitektur Amerika terjadi di kota Chicago yang dinamis, di mana ia memberi kuliah kepada para mahasiswa dan membenamkan dirinya dalam tatanan perkotaan khas yang dibentuk setelah Kebakaran Besar. Di dalam dinding Gedung Auditorium Louis Sullivan yang ikonis itulah Yamamoto menemukan sintesis transformatif kemewahan abad ke-19 dan tontonan kontemporer, sebuah momen yang meninggalkan jejak tak terhapuskan pada etos arsitekturalnya.

Pengalaman penting ini terjadi sekitar usia 40 tahun, yang menandakan tonggak penting dalam lintasan profesionalnya. Merefleksikan kunjungan berikutnya ke Neue Nationalgalerie di Berlin oleh Mies van der Rohe, dan membandingkannya dengan kontribusi Mies pada cakrawala Chicago, Yamamoto melihat dikotomi mendalam antara kepekaan organik Sullivan dan kesederhanaan Mies, yang memperkaya pemahamannya tentang manifestasi multifaset modernisme.

8. Memiliki Misi Sosial yang Tinggi

Pada tahun 2011 ia juga mendirikan HOME-FOR-ALL, sebuah organisasi relawan, bersama Toyo Ito dan Kazuyo Sejima bekerja sama dengan arsitek muda untuk membantu membuat perbedaan dan membangun rumah komunitas di daerah bencana bagi mereka yang kehilangan rumah atau pekerjaan di lokasi bencana.

Gempa Bumi Besar di Jepang Timur pada tanggal 11 Maret 2011. Sejak terjadinya bencana, beban operasional pengelolaan rumah-rumah tersebut semakin berat. Oleh karena itu, organisasi tersebut memutuskan untuk membentuk payung tunggal NPO HOME-FOR-ALL untuk mendukung setiap proyek.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More