Harga Minyak Terjun Bebas, Trump Kirim Ancaman ke Arab Saudi

Kamis, 30 April 2020 - 22:42 WIB
Kantor media pemerintah Arab Saudi tidak menanggapi permintaan komentar. Sementara seorang pejabat Saudi yang meminta tidak disebutkan namanya menekankan bahwa perjanjian tersebut mewakili kehendak semua negara dalam apa yang disebut kelompok negara-negara penghasil minyak OPEC+, yang mencakup negara anggota OPEC plus koalisi yang dipimpin oleh Rusia.

"Arab Saudi, Amerika Serikat dan Rusia telah memainkan peran penting dalam perjanjian pemotongan minyak OPEC+, tetapi tanpa kerja sama dari 23 negara yang mengambil bagian dalam perjanjian, itu tidak akan terjadi," kata pejabat Saudi, yang menolak untuk mengomentari diskusi antara para pemimpin AS dan Saudi.

Untuk diketahui, seminggu sebelum panggilan telepon Trump dengan MBS, Senator Republik AS Kevin Cramer dan Dan Sullivan telah memperkenalkan undang-undang untuk menarik semua pasukan AS, rudal Patriot, dan sistem pertahanan anti-rudal dari Arab Saudi kecuali kerjaan di teluk Arab itu memangkas produksi minyak. Dukungan atas langkah itu mendapatkan momentum di tengah kemarahan Kongres AS atas perang harga minyak Saudi-Rusia yang tidak tepat waktu. Saudi telah membuka keran pada April, melepaskan banjir minyak mentah ke pasokan global setelah Rusia menolak untuk memperdalam pengurangan produksi sejalan dengan pakta pasokan OPEC sebelumnya.

Cramer mengatakan kepada Reuters bahwa ia berbicara kepada Trump tentang undang-undang untuk menarik perlindungan militer AS dari Arab Saudi pada 30 Maret, tiga hari sebelum presiden AS itu berbicara dengan Putra Mahkota MBS.

Ditanya apakah Trump mengatakan kepada Arab Saudi bahwa negara itu bisa kehilangan dukungan militer AS, Menteri Energi AS Dan Brouillette mengatakan kepada Reuters bahwa presiden memiliki hak untuk menggunakan setiap alat untuk melindungi produsen AS, termasuk dukungan AS untuk kebutuhan pertahanan Arab Saudi.

Pada tanggal 12 April, di bawah tekanan dari Trump, negara-negara penghasil minyak terbesar di dunia di luar Amerika Serikat menyetujui pengurangan produksi terbesar yang pernah dinegosiasikan. OPEC, Rusia dan produsen sekutu lainnya memangkas produksi sebesar 9,7 juta barel per hari (bph), atau sekitar 10% dari output global. Setengah volume itu berasal dari pemotongan masing-masing 2,5 juta barel per hari oleh Arab Saudi dan Rusia, yang anggarannya bergantung pada pendapatan minyak dan gas yang tinggi.

Meskipun ada kesepakatan untuk memotong sepersepuluh produksi global, harga minyak terus turun ke posisi terendah bersejarah. Minyak berjangka AS turun di bawah $ 0 minggu lalu karena penjual membayar pembeli untuk menghindari pengiriman minyak yang mereka tidak punya tempat untuk menyimpan. Brent futures, patokan minyak global, turun menuju $ 15 per barel - tingkat yang tidak terlihat sejak jatuhnya harga minyak 1999 - dari setinggi $ 70 pada awal tahun.

Kesepakatan untuk pemangkasan pasokan pada akhirnya dapat mendorong harga, karena pemerintah di seluruh dunia mulai membuka ekonomi mereka dan permintaan bahan bakar meningkat dengan meningkatnya perjalanan. Apa pun dampaknya, negosiasi menandai tampilan luar biasa dari pengaruh A.S. terhadap output minyak global.

Ancaman untuk menghentikan aliansi strategi selama 75 tahun menjadi kampanye tekanan AS yang berujung pada kesepakatan penting global untuk memangkas pasokan minyak karena anjloknya harga minyak akibat pandemi virus Corona. Ini belum pernah terjadi sebelumnya dan menjadi kemenangan diplomatik Gedung Putih.

Arab Saudi sangat bergantung pada AS untuk persenjataan dan perlindungan terhadap rival regional seperti Iran. Namun kerentanan kerajaan itu terungkap akhir tahun lalu dalam serangan oleh 18 pesawat tak berawak dan tiga rudal terhadap fasilitas minyak utamanya. Washington menyalahkan Iran atas serangan itu namun Teheran membantahnya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More