Dokumen Peretasan Bocor, China Dituding Intai Banyak Negara termasuk Indonesia

Jum'at, 23 Februari 2024 - 16:01 WIB
Halaman lain yang tersedia hingga Selasa pagi mengiklankan kemampuan “serangan dan pertahanan” ancaman persisten yang canggih, menggunakan akronim APT yang digunakan oleh industri keamanan siber untuk menggambarkan kelompok peretas paling canggih di dunia.

Dokumen internal dalam kebocoran tersebut menggambarkan database I-Soon berisi data yang diretas yang dikumpulkan dari jaringan asing di seluruh dunia yang diiklankan dan dijual ke polisi China.

Situs web perusahaan sepenuhnya offline pada Selasa malam. Perwakilan I-Soon menolak permintaan wawancara dan mengatakan perusahaan akan mengeluarkan pernyataan resmi pada tanggal yang tidak ditentukan di masa depan.

I-Soon didirikan di Shanghai pada tahun 2010, menurut catatan perusahaan China, dan memiliki anak perusahaan di tiga kota lainnya, termasuk satu di kota barat daya Chengdu yang bertanggung jawab atas peretasan, penelitian dan pengembangan, menurut bocoran slide internal.

Anak perusahaan I-Soon di Chengdu buka seperti biasa pada Rabu. Lentera Tahun Baru Imlek bergoyang tertiup angin di gang tertutup menuju gedung lima lantai yang menampung kantor I-Soon di Chengdu.

Para karyawan keluar masuk, merokok dan menyeruput kopi untuk dibawa pulang di luar. Di dalam, poster-poster dengan lambang palu dan tongkat Partai Komunis menampilkan slogan-slogan yang berbunyi, “Menjaga rahasia Partai dan negara adalah kewajiban setiap warga negara.”

Alat yang digunakan I-Soon tampaknya digunakan oleh polisi China untuk mengekang perbedaan pendapat di media sosial luar negeri dan membanjiri mereka dengan konten pro-Beijing.

Pihak berwenang dapat mengawasi platform media sosial China secara langsung dan memerintahkan mereka menghapus postingan anti-pemerintah.

Namun mereka tidak memiliki kemampuan tersebut di situs luar negeri seperti Facebook atau X, tempat jutaan pengguna China berkumpul untuk menghindari pengawasan dan sensor negara.

“Ada minat besar dalam pemantauan dan komentar di media sosial dari pihak pemerintah China,” ujar Mareike Ohlberg, peneliti senior di Program Asia di German Marshall Fund. Dia meninjau beberapa dokumen.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More