Taliban Boikot Pertemuan yang Disponsori PBB di Qatar
Selasa, 20 Februari 2024 - 22:15 WIB
Dia meminta Taliban mencabut pembatasan akses perempuan terhadap pendidikan dan pekerjaan, sebagai salah satu langkah menuju pengakuan potensial.
Taliban bersikukuh status perempuan hanyalah urusan rumah tangga. Dalam pernyataan yang dibuat sebelum pertemuan tersebut, Kementerian Luar Negeri Afghanistan menyatakan negaranya “tidak dapat dipaksa oleh siapa pun,” dan menyerukan “pendekatan yang realistis dan pragmatis” tanpa “pembebanan, tuduhan, dan tekanan sepihak.”
Taliban pertama kali berkuasa di Afghanistan pada tahun 1990-an dan digulingkan pada tahun 2001 selama invasi pimpinan Amerika Serikat (AS).
Pemberontakan Taliban berlangsung selama 20 tahun, yang berpuncak pada insiden di Kabul pada Agustus 2021, di mana Presiden Ashraf Ghani yang diakui secara internasional terpaksa meninggalkan negara itu.
Setelah mengambil alih kekuasaan sekali lagi, Taliban berjanji tidak akan membiarkan diskriminasi terhadap perempuan.
Namun kelompok tersebut segera mengadopsi serangkaian peraturan yang membatasi partisipasi perempuan dalam kehidupan publik. Langkah ini menuai kritik dari PBB dan organisasi hak asasi manusia.
Taliban bersikukuh status perempuan hanyalah urusan rumah tangga. Dalam pernyataan yang dibuat sebelum pertemuan tersebut, Kementerian Luar Negeri Afghanistan menyatakan negaranya “tidak dapat dipaksa oleh siapa pun,” dan menyerukan “pendekatan yang realistis dan pragmatis” tanpa “pembebanan, tuduhan, dan tekanan sepihak.”
Taliban pertama kali berkuasa di Afghanistan pada tahun 1990-an dan digulingkan pada tahun 2001 selama invasi pimpinan Amerika Serikat (AS).
Pemberontakan Taliban berlangsung selama 20 tahun, yang berpuncak pada insiden di Kabul pada Agustus 2021, di mana Presiden Ashraf Ghani yang diakui secara internasional terpaksa meninggalkan negara itu.
Setelah mengambil alih kekuasaan sekali lagi, Taliban berjanji tidak akan membiarkan diskriminasi terhadap perempuan.
Namun kelompok tersebut segera mengadopsi serangkaian peraturan yang membatasi partisipasi perempuan dalam kehidupan publik. Langkah ini menuai kritik dari PBB dan organisasi hak asasi manusia.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda