Serangan Israel Menggila di Rafah, Upaya Gencatan Senjata Berlanjut

Jum'at, 09 Februari 2024 - 19:06 WIB
Warga Palestina memeriksa mobil yang hancur akibat serangan Israel di Rafah, Gaza pada 7 Februari 2024. Foto/Jehad Alshrafi/Anadolu Agency
RAFAH - Pasukan Israel mengebom daerah di kota perbatasan selatan Rafah pada Kamis (8/2/2024), tempat lebih dari separuh penduduk Gaza berlindung.

Para diplomat berusaha menyelamatkan perundingan gencatan senjata setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak proposal Hamas, menurut laporan Reuters.

Sebagai tanda bahwa diplomasi belum berakhir, delegasi Hamas yang dipimpin pejabat senior, Khalil Al-Hayya, tiba di Kairo pada Kamis untuk melakukan pembicaraan gencatan senjata dengan mediator Mesir dan Qatar.



Netanyahu mengatakan, pada Rabu, persyaratan yang diusulkan Hamas untuk gencatan senjata dalam perang yang telah berlangsung selama empat bulan itu adalah “khayalan”.

Dia berjanji untuk terus berperang, dengan mengatakan kemenangan sudah di depan mata dan hanya berjarak beberapa bulan lagi.

Warga Gaza sangat berharap gencatan senjata dapat dicapai pada waktunya untuk mencegah ancaman serangan Israel terhadap Rafah, yang terletak dekat dengan pagar perbatasan selatan Gaza.

Saat ini Rafah menjadi rumah bagi lebih dari satu juta orang, banyak dari mereka berada di tenda-tenda darurat.

“Operasi Israel di Rafah tanpa mempertimbangkan penderitaan warga sipil akan menjadi bencana,” ungkap juru bicara Gedung Putih John Kirby. Dia menambahkan, “Kami tidak akan mendukungnya.”

“Pesawat-pesawat Israel mengebom beberapa bagian kota pada Kamis pagi,” papar penduduk.



Serangan itu menewaskan 11 orang dalam serangan terhadap dua rumah. Tank-tank juga menembaki beberapa daerah di Rafah timur, meningkatkan ketakutan warga akan serangan darat yang akan terjadi.

Para pelayat menangisi jenazah warga yang tewas dalam serangan udara yang melanda lingkungan Tel Al-Sultan.

Mayat-mayat itu dibaringkan dalam kain kafan putih. Seorang lelaki membawa jenazah anak kecil di dalam kantung mayat berwarna hitam.

“Tiba-tiba dalam sekejap, roket menimpa anak-anak, wanita, dan pria lanjut usia. Untuk apa? Mengapa? Karena gencatan senjata yang akan datang? Biasanya hal ini terjadi sebelum gencatan senjata,” ujar warga, Mohammed Abu Habib.

Emad (55), ayah dari enam anak yang mengungsi di Rafah setelah meninggalkan rumahnya di tempat lain, mengatakan ketakutan terbesarnya adalah serangan darat yang tidak punya tempat untuk melarikan diri.

“Kami membelakangi pagar (perbatasan) dan menghadap ke Mediterania. Kemana kita harus pergi?" tanya dia.

Badan-badan bantuan telah memperingatkan bencana kemanusiaan jika Israel menindaklanjuti ancamannya untuk memasuki Rafah.

Rafah menjadi salah satu wilayah terakhir di Jalur Gaza yang belum dimasuki pasukan Israel.

“Kami tinggal di tempat yang diperuntukkan bagi hewan,” ungkap Umm Mahdi Hanoon, sambil berdiri di antara kandang kandang ayam tempat keluarganya kini tinggal bersama empat keluarga lainnya.

“Bayangkan seorang anak tidur di kandang ayam… terkadang kita berharap pagi tidak datang,” tutur dia.

Dorongan Diplomatis



Meskipun Israel menolak usulan Hamas, pembicaraan lebih lanjut direncanakan. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang bertemu dengan para mediator pekan ini dalam perjalanan kelimanya ke wilayah tersebut sejak dimulainya perang, mengatakan dia masih melihat ruang untuk negosiasi.

Blinken juga mengatakan jumlah korban tewas warga sipil terlalu tinggi dan menegaskan kembali bahwa operasi Israel harus mengutamakan warga sipil.

Dia mengatakan telah menyarankan beberapa cara untuk meminimalkan dampak buruk dalam pembicaraan dengan para pemimpin Israel, namun tidak memberikan rincian lebih lanjut. Blinken berangkat untuk kembali ke AS pada Kamis sore.

Delegasi Hamas di Mesir diperkirakan akan bertemu dengan para pejabat termasuk kepala Intelijen Mesir, Abbas Kamel, menurut sumber keamanan Mesir.

Hamas mengusulkan gencatan senjata selama empat setengah bulan, dengan seluruh sandera akan dibebaskan, Israel akan menarik pasukannya dan kesepakatan akan dicapai untuk mengakhiri perang. Tawaran tersebut merupakan tanggapan terhadap proposal yang dibuat kepala mata-mata AS dan Israel bersama Qatar dan Mesir, dan disampaikan ke Hamas pekan lalu.

Hamas mengatakan mereka tidak akan menyetujui kesepakatan apa pun yang tidak mencakup diakhirinya perang dan penarikan mundur Israel.

Israel mengatakan mereka tidak akan mundur atau menghentikan pertempuran sampai Hamas dibasmi.

Rezim kolonial Israel memulai serangan militernya setelah Hamas dari Gaza membunuh 1.200 orang dan menyandera 253 orang di Israel selatan pada 7 Oktober, menurut penghitungan Israel.

Namun, sejak saat itu, Haaretz mengungkap helikopter dan tank tentara Israel, pada kenyataannya, telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil Israel sendiri.

Militer Israel mengatakan pada Kamis bahwa, selama beberapa hari terakhir, pasukannya telah membunuh lebih dari 20 pejuang di kota utama selatan Gaza, Khan Yunis, yang sekarang menjadi lokasi pertempuran paling sengit dalam perang tersebut.

Mereka telah membuat klaim serupa setiap hari, yang tidak dapat dikonfirmasi secara independen, sejak melancarkan operasi untuk menyerbu kota tersebut bulan lalu.

Khan Yunis adalah kampung halaman pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar. Seorang perwira senior Israel mengatakan militer yakin dia bersembunyi di sana.

Militer juga mengatakan telah menangkap puluhan tersangka pejuang. Tujuh puluh satu tahanan yang ditangkap sebelumnya telah dibebaskan.

Kementerian Kesehatan mengatakan lebih dari 27.840 warga Palestina tewas, dan lebih dari 67.000 orang terluka sejak genosida oleh Israel dimulai.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More